Yusril: Sistem Proporsional Terbuka Inkonstitusional
Terbaru

Yusril: Sistem Proporsional Terbuka Inkonstitusional

Karena telah mereduksi fungsi partai politik, melemahkan kapasitas pemilih, dan menurunkan kualitas dari pemilihan umum.

Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit

“Pilihan proporsional terbuka yang menegasikan keberlakuan proporsional tertutup pada pemilu-pemilu sebelumnya tersebut tidaklah bertentangan dengan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945,” kata Heru Widodo.  

Hukumonline.com

Kuasa Hukum 3 Kader Partai Golkar selaku Pihak Terkait, Heru Widodo. 

Menurutnya, persoalan ini tidak bisa dimaknai sempit sebagai satu-satunya pilihan sistem yang konstitusional ialah proporsional tertutup dengan dua alasan. Pertama, pasal tersebut memberi batasan pada pengusungan calon pemilu anggota DPR dan DPRD yang hanya bisa dilakukan oleh partai politik yang terdaftar sebagai peserta pemilu dan tidak membuka ruang bagi calon dari perseorangan maupun organisasi masyarakat (ormas).

Kedua, peran parpol sebagai peserta pemilu sama sekali tidak dihilangkan dalam sistem proporsional terbuka. Mengingat otoritas dari kepersertaan pemilu masih menjadi hak parpol. Dari pendidikan politik, rekrutmen, hingga menentukan bakal caleg tetap menjadi peranan parpol.

Seperti diketahui, ada empat orang dan dua kader partai politik menjadi pemohon perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 di MK. Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

Para Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu terkait penerapan sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Hal ini disampaikan Sururudin selaku kuasa hukum dalam sidang perdana perkara tersebut pada Rabu (23/11/2022) lalu.

Tags:

Berita Terkait