RUU Prajurit Lebih Penting dari RUU TNI
Berita

RUU Prajurit Lebih Penting dari RUU TNI

Sejumlah LSM menilai pembahasan RUU TNI belum dapat dilakukan sebelum adanya RUU tentang Prajurit TNI. RUU Prajurit dikatakan substansinya jauh lebih luas dan lebih penting dari RUU TNI.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
RUU Prajurit Lebih Penting dari RUU TNI
Hukumonline

Hari menjelaskan bahwa dengan dibuatnya RUU Prajurit secara terpisah, maka RUU TNI hanya akan terfokus mengatur institusi TNI. Namun, jika Bab V RUU TNI dikehendaki tetap ada, maka harus dilakukan penyempurnaan secara signifikan. Pasalnya, kata Hari, bab tersebut sama sekali tidak mengatur masalah kesejahteraan prajurit.

"Masalah kesejahteraan prajurit harus diatur secara komprehensif sehingga didapat kejelasan tentang pendapatan prajurit, tunjangan dinas, fasilitas-fasilitas khusus prajurit, hingga asuransi kesehatan," papar Hari.

Tetap dibahas

Masalah kurangnya pengaturan soal kesejahteraan prajurit dalam RUU TNI juga menjadi sorotan Ketua Logos, Jaleswari Pramodawardhani. Pengaturan soal kesejahteraan prajurit TNI, menurutnya, harus merujuk pada Pasal 26 UU No.2/2002 tentang Pertahanan Negara.

Selain itu, Jaleswari juga sependapat dengan dua pendapat sebelumnya yang menyatakan prajurit TNI harus diatur dengan UU yang terpisah. Selain melontarkan kritik ketentuan soal prajurit TNI, hampir seluruh wakil LSM yang hadir dalam RDPU mengkritik substansi RUU yang dinilai masih membuka kemungkinan kembalinya peran sosial-politik TNI dalam bentuk fungsi pembinaan teritorial (Binter). Namun, YJDB memandang Binter masih diperlukan.

Meski substansi RUU TNI dinilai masih banyak kelemahan, Komisi I DPR menyatakan tetap akan melanjutkan pembahasan RUU tersebut. Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar, Burhan Magenda, menyatakan pembahasan RUU TNI tidak perlu menunggu hingga seluruh substansinya sempurna. Menurutnya, pembahasan RUU TNI yang diajukan oleh pemerintah harus dimulai sekarang dan segala kekurangannya akan dibahas bersama oleh DPR.

Hal senada juga ditegaskan oleh anggota Dewan dari Fraksi Reformasi, Imam Addaruquthni, yang menyatakan  pembahasan RUU TNI harus dilanjutkan karena naskahnya sudah ada di DPR. Ia menambahkan, sudah menjadi kewajiban dari anggota-anggota DPR periode 1999-2004 untuk membahas RUU tersebut.

Ketua Yayasan Jati Diri Bangsa (YJDB), Kiki Syahnakrie mengatakan bahwa substansi RUU TNI mengandung kerancuan. Menurut Kiki, sebelum membahas RUU TNI, pemerintah seharusnya menyusun RUU tentang Prajurit TNI. Namun, karena RUU Prajurit TNI tidak ada, maka ia khawatir pasal tertentu dalam RUU TNI tidak dapat diimplementasikan.

Sejurus dengan itu, mantan wakil KSAD itu menyarankan agar Bab V tentang Prajurit dipisahkan dari RUU TNI, dan dibuat RUU Prajurit yang substansinya lebih luas dari RUU TNI. Hal demikian disampaikannya Kiki saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), pada Selasa (3/8), antara sejumlah LSM dengan Komisi I DPR mengenai RUU TNI.

Selain YJDB, Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Amris Hasan tersebut, hadir perwakilan dari empat LSM lainnya yakni Propatria, Logos, Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (Lespersi), dan Lembaga Penegakan Hukum dan Strategi Nasional (LPHSN).

Pentingnya dibuat RUU terpisah yang mengatur mengenai prajurit dikemukakan pula oleh Direktur Eksekutif Propatria, Hari T. Prihatono. Hari mengatakan, keseluruhan pasal dalam Bab V RUU TNI, seharusnya dibuat sebagai UU terpisah yang dapat menggantikan UU No.2/1998 tentang Prajurit ABRI.

Tags: