Ahli Perburuhan Beda Pendapat atas Pembatasan Usia TKI
Berita

Ahli Perburuhan Beda Pendapat atas Pembatasan Usia TKI

Meski sama-sama mengajar mata kuliah hukum perburuhan, pandangan Prof. Uwiyono dan Gunawan Oetomo tak selalu mesti sama. Buktinya, pandangan keduanya berbeda ketika menyangkut konstitusionalitas pembatasan usia TKI.

M-3
Bacaan 2 Menit
Ahli Perburuhan Beda Pendapat atas Pembatasan Usia TKI
Hukumonline

 

Gunawan sepakat dengan Uwiyono bahwa pasal 35 terkesan diskriminatif. Tetapi bagi Gunawan, sifatnya diskriminatif yang positif. Oleh karena itu, dosen Universitas Trisakti ini berpendapat pasal 35 tadi tidak bertentangan dengan hukum maupun UUD 1945. Justeru merupakan aturan yang lebih rinci yang mengoperasikan norma dasar UUD, jelasnya.

 

Penjelasan Gunawan ditanggapi Uwiyono. Dengan logika berpikir Gunawan, berarti diskriminasi bisa dibedakan atas diskriminasi yang tidak merugikan (positif) dan diskriminasi yang merugikan (negative). Uwiyono berpendapat bahwa suatu diskriminasi dianggap merugikan kalau ia membatasi hak. Pasal 35 UU PPTKLN bagi Uwiyono tetap membatasi hak orang untuk bekerja.

 

Sangap Sidauruk, salah seorang kuasa pemohon, mempersoalkan lebih lanjut keterangan yang disampaikan Gunawan. Penjelasan pasal 35 kok hanya berlaku bagi perempuan (TKW), tapi implikasinya (pembatasan usia) berlaku juga untuk laki-laki. Sangap juga menepis kekhawatiran tingginya angka pelecehan seksual kalau usia TKI yang boleh dikirimkan ke luar negeri tak dibatasi. Ia mengungkapkan dari 1091 kasus yang menimpa TKI di luar negeri, hanya 29 kasus merupakan pelecehan seksual. Itu pun korbannya di atas 21 tahun. Meskipun demikian, Sangap mengakui prosentase pelecehan seksual turun dari 16 persen menjadi 4 persen sejak UU PPTKLN disahkan.

 

Prof. Aloysius Uwiyono dihadirkan sebagai ahli dari pemohon. Dalam sidang lanjutan pengujian UU No. 39 Tahun 2004 di Mahkamah Konstitusi Kamis (01/3) kemarin, Prof. Uwiyono mengatakan bahwa pembatasan usia TKI pada pasal 35 huruf a UU tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKLN) bersifat diskriminatif dan melanggar asas equality before the law. Pembatasan oleh UU ini dia nilai tidak tepat. Seharusnya dituangkan dalam bentuk pengecualian, ujarnya.

 

Sesuai ketentuan pasal 35 tadi, rekrutmen TKI oleh perusahaan pengerah hanya bisa dilakukan terhadap calon yang berusia minimal 18 tahun, kecuali yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan. Kalau hendak digunakan perseorangan, calon TKI harus berusia minimal 21 tahun. Pembentuk undang-undang memasukkan batasan usia minimal dengan tujuan mencegah atau menghindari terjadinya penyiksaan dan kekerasan seksual terhadap TKI. Sudah menjadi rahasia umum, banyak TKI, khususnya tenaga kerja wanita,  mendapat perlakuan tak senonoh di luar negeri.

 

Namun menurut Prof. Uwiyono, jika Pemerintah berniat melindungi TKI dari pelecehan seksual, maka yang harus dilakukan adalah membuat sistem perlindungan yang memihak kepada TKI dan menganggap TKI sebagai manusia dengan segala harkat dan martabatnya. Bukan sebagai komoditi, ujarnya.

 

Prof. Uwiyono menambahkan bahwa ILO (organisasi perburuhan internasional) sendiri sudah meninggalkan pembatasan umur yang berbeda berdasarkan sektor pekerjaan. Selain itu, kalau mengacu ke KUH Perdata (pasal 1601 huruf h), sejak dahulu tidak dipermasalahkan buruh di bawah umur selama memiliki izin dari walinya untuk mengikatkan diri dalam perjanjian. Namun diakui Uwiyono bahwa umur merupakan syarat subjektif keabsahan perjanjian. Kalau tak dimintakan secara tegas untuk dibatalkan, perjanjian itu tetap mengikat para pihak. Jadi, menurut Prof. Uwiyono, pembatasan usia TKI sama saja membatasi hak orang untuk bekerja.

 

Sebaliknya, Gunawan Utomo, ahli yang diajukan Pemerintah, menyatakan bahwa inti pembatasan usia dalam UU PPTKLN sebenarnya bertujuan memberikan perlindungan kepada warga negara yang belum berusia 21 tahun dan bekerja di sektor informal. Sebelum UU ini disahkan, banyak terjadi pelecehan seksual terhadap TKI di luar negeri.

Tags: