Putusan MA Melarang Buruh Berdemonstrasi
Utama

Putusan MA Melarang Buruh Berdemonstrasi

Mahkamah Agung menguatkan putusan PHI Jakarta yang menyatakan buruh hanya memiliki hak mogok kerja atau melakukan upaya hukum sampai ke pengadilan jika ada perselisihan. Bukan dengan cara demonstrasi. Demonstrasi tidak sama dengan mogok kerja.

IHW/Ash
Bacaan 2 Menit
Putusan MA Melarang Buruh Berdemonstrasi
Hukumonline

 

Pada bagian pertimbangan hukumnya, majelis kasasi berpendapat bahwa Viddi adalah penanggung jawab unjuk rasa SPBM yang di dalamnya terdapat tuntutan penggantian direksi. Tuntutan itu, bukan merupakan ruang lingkup perselisihan hubungan industrial, demikian petikan pertimbangan majelis kasasi.

 

Selain itu majelis kasasi berpendirian, jika pihak manajemen Bank Mandiri melanggar kesepakatan yang telah dibuat, seharusnya SPBM melakukan mogok kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bukan sebaliknya, dengan unjuk rasa. Lebih jauh majelis kasasi menyebutkan beberapa peraturan yang mengatur tentang mogok kerja sebagai hak dasar pekerja atau buruh, antara lain Konvensi ILO No 87: 1948, Pasal 137 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

Menurut majelis kasasi, buruh dapat menggunakan mekanisme mogok. Selain mogok kerja, masih ada yang dapat digunakan sebagai upaya menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yaitu membawa sengketa industrial itu dari tingkat bipartit sampai dengan ke pengadilan sesuai UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI. Perbuatan pemohon (Viddi,--red) tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan telah melanggar ketentuan dalam PKB yang berlaku pada perusahaan, simpul majelis kasasi.

 

Dihubungi terpisah, kuasa hukum Viddi, Timboel Siregar menjelaskan putusan PHI dan kasasi memperkuat argumentasi bahwa gara-gara unjuk rasa, pekerja bisa di-PHK. Menurut Timboel tak ada aturan dalam UU Ketenagakerjaan dimana unjuk rasa dijadikan dasar untuk mem-PHK karyawannya. Coba Anda cari di UU Ketenagakerjaan, apa ada unjuk rasa menjadi dasar PHK? Tak ada dasarnya, kata Timboel. Kalau dianggap melanggar PKB, PKB yang mana?

 

Sebaliknya, lanjut Timboel, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum tak melarang buruh melakukan unjuk rasa yang tertib, aman dan sesuai prosedur. Kalaupun unjuk rasa itu dianggap mencemarkan nama baik perusahaan, hal itu mesti dibuktikan terlebih dahulu. Misalnya dampak dari unjuk rasa mengurangi atau menurunkan kinerja, martabat direksi Bank Mandiri, kan ini harus diuji. Padahal waktu itu rasio kecukupan modalnya naik, kredit yang dikucurkan meningkat, direksinya dicalonkan jadi gubernur BI.

 

Ditanya soal upaya hukum, Timboel mengaku pihaknya akan melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK). Kan PK diberikan waktu 6 bulan (180 hari, red) dan kita juga sudah punya bukti baru, katanya. Pengurus serikat pekerja Cahyono Syam Sasongko yang didukung pihak Bank Mandiri saat ditangkap polisi sudah mengakui bahwa Ketua SPBM masih Bu Viddi.

 

Sebaliknya, kuasa hukum Bank Mandiri, Azimah Sulistio menyatakan bahwa MA telah membuat keputusan yang tepat. Bukan masalah demonya. Tapi masalahnya adalah karena tuntutan mereka (SPBM, red) dan cara yang mereka gunakan tak sesuai Undang-Undang.

 

Terkait rencana pengajuan upaya PK, Azimah menyatakan itu adalah hak Viddi. Tapi kalau alasannya adalah novum karena pengakuan Cahyono, itu kan nggak nyambung. Putusan kasasi ini pokok perkaranya adalah masalah pemutusan hubungan kerja. Sementara perkara antara Viddi dengan Cahyono adalah urusan internal SPBM, kata Azimah.

 

Untuk kesekian kali Mirisnu Viddiana harus menelan kekalahan di pengadilan. Setahun yang lalu, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta menyatakan putusnya hubungan kerja antara dia dengan perusahaan tempatnya bekerja, Bank Mandiri. Beberapa bulan kemudian, giliran Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menyatakan tidak menerima gugatan perwakilan kelompok (class action) yang diwakili oleh Mirisnu Viddiana dkk terhadap Bank Mandiri.

 

Sekedar mengingatkan, Viddi –demikian Mirisnu Viddiana disapa- adalah Ketua Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) periode 2007-2010. Ia dan beberapa rekannya dijatuhi sanksi PHK lantaran memimpin aksi demonstrasi pada Agustus 2007 yang diselenggarakan di luar hari kerja. Bank Mandiri berdalih aksi unjuk rasa itu telah menjatuhkan nama baik perusahaan karena adanya tuntutan pegawai yang meminta pergantian direksi.

 

Bank Mandiri lantas mengajukan gugatan ke PHI Jakarta untuk meminta persetujuan mem-PHK. Di sana, upaya Bank Mandiri membuahkan hasil. Hakim mengabulkan gugatan PHK yang dilayangkan perusahaan dengan alasan tindakan demonstrasi yang dilakukan SPBM tak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Aksi unjuk rasa tidak dikenal dalam UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, kata hakim PHI Jakarta saat itu.

 

Tak terima dengan putusan itu, Viddi melaporkan majelis hakim PHI Jakarta yang mengadili perkaranya ke Komisi Yudisial. Setelah itu, ia mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung.

 

Alih-alih ingin membatalkanan putusan PHI Jakarta, Mahkamah Agung (MA) justru menguatkannya. Majelis hakim kasasi yang diketuai Muchsin, beranggotakan Horadin Saragih dan Arsyad dalam putusannya menolak kasasi Viddi. Pertimbangan majelis kasasi pun mirip dengan pertimbangan hakim PHI Jakarta.

Tags: