Utak Atik Nama di Balik Mutasi Hakim
Fokus

Utak Atik Nama di Balik Mutasi Hakim

Kabar bahwa Asep Iwan Iriawan akan benar-benar mundur dari lembaga peradilan terbantahkan sudah. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang dinilai banyak kalangan relatif bersih itu ditarik ke Mahkamah Agung (MA).

MYs/Nay
Bacaan 2 Menit
Utak Atik Nama di Balik Mutasi Hakim
Hukumonline

 

Daftar Mutasi Hakim PN Jakarta Pusat 2003

 

 

Nama

Posisi Baru

Keterangan

Mohamad Saleh (KPN)

Hakim tinggi di Medan (?)

Akan digantikan I Made Karna (KPN Denpasar)

Hj. Rukmini

Hakim tinggi PT Lampung

 

Amiruddin Zakaria

Hakim tinggi PT Sultra

 

Kornel Sianturi

Hakim tinggi PT Sulut

 

Andi Samsan Nganro (Humas PN)

KPN Cibinong

Menggantikan Sareh Wiyono

Sirande Palayukan

WKPN Bitung

 

I Ketut Gede

WKPN Mataram

 

M. Daming Sanusi

WKPN Bekasi

 

Erwin Mangatas Malau

PN Makassar

Hakim niaga

Nur Aslam Bustaman

PN Medan

Hakim niaga

Pramodhana K. Kusuma

PN Medan

 

Asep Iwan Iriawan

Panitera Pengganti di MA

 

Sofyan Sitompul

Depkeh (?)

 

 

        Sumber: Pusat Data hukumonline, 2003

 

Memang, belum jelas kapan para hakim itu harus menempati pos baru mereka. Dalam SK, tidak tercantum tanggal atau batas akhir mereka tiba di tempat baru. Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mengatakan sudah ada norma bahwa seorang hakim yang sudah dipindah diberi waktu paling lama tiga bulan. Hakim bersangkutan tidak boleh diberi perkara baru lagi. 

 

Masalahnya, akankah waktu yang disebutkan Bagir terpenuhi? Tunggu dulu. Gaung penolakan dan nada keberatan sudah keburu menyebar ke ruang publik. Beberapa hakim dikabarkan bakal mengajukan perlawanan atau keberatan atas pemindahan mereka. Tentu saja, dengan alasan yang berbeda-beda. Bahkan, seorang hakim sudah menyuarakan keengganan menempati pos baru. "Itu kan kalau saya sampai ke sana," cetusnya kepada hukumonline.

 

Kejanggalan

Kabar adanya perlawanan atau keberatan mutasi dari sejumlah hakim memunculkan bau tak sedap. Proses mutasi dinilai tidak transparan, tidak menggunakan parameter yang jelas, kesan like or dislike muncul.

 

Sebut misalnya apa yang dialami oleh Sirande Palayukan. Hakim PN Jakarta Pusat ini dimutasikan sebagai Wakil Ketua PN Bitung, Sulawesi Utara. Ironisnya, Ketua PN Bitung yang sekarang memiliki angkatan dan kepangkatan yang lebih junior dari Sirande. "Apakah Depkeh dan MA tidak punya data akurat soal kepangkatan?," tanya Sirande, sebagaimana dikutip Koran Tempo.

 

Tengok pula masalah pergantian Ketua PN Jakarta Pusat, Mohamad Saleh. Meskipun belum lama duduk di kursi empuk KPN Jakarta Pusat, Saleh bakal digantikan oleh KPN Denpasar, I Made Karna. Namun, penempatan Made Karna bukan tanpa masalah. Berdasarkan aturan mutasi hakim, seorang KPN kelas 1A tidak lazim dipindah mengetuai PN kelas 1A lainnya. Status PN Jakarta Pusat dan PN Denpasar memang sama-sama kelas 1A.

 

Cuma, Bagir Manan punya alasan tersendiri memilih Made Karna. Kata Ketua MA itu, Karna berhasil memimpin sidang bom Bali dengan tenang dan terus bisa memperbaiki administrasi PN yang dulu hancur-hancuran.

 

Kejanggalan lain yang juga mengundang tanda tanya adalah cara  penyampaian SK mutasi. Ada SK yang diantar langsung kepada hakim bersangkutan. Tapi ada juga hakim yang disuruh mengambil sendiri ke Departmen di Jl. Rasuna Said.

 

Belum lagi ketidakjelasan parameter yang digunakan untuk memindahkan seorang hakim, dan mempertahankan hakim lain. Seorang hakim menyebut bertahannya Heri Swantoro di PN Jakarta Pusat. Padahal, Heri beberapa kali mengeluarkan putusan kontroversial.

 

Dari S-3 hingga Tim-11

Urusan mutasi dan promosi hakim memang tidak seperti membalik telapak tangan. Lewat SK No. M.01-PR.07.10 Tahun 2001, Menteri Kehakiman & HAM sampai merasa perlu membentuk Sub Bagian Mutasi di Ditjen Badilumtun. Sudah pasti, bagian inilah yang bertugas mengurusi soal mutasi, kepangkatan dan penggajian hakim.

 

Selama ini proses penggodokan mutasi sangat tertutup. Akibatnya, tidak diketahui pasti kenapa nama hakim A muncul tiba-tiba, atau nama hakim B dibuang ke daerah 'kering'. Mengutak atik mutasi sama halnya menebak sebuah misteri.

 

Sahlan Said, hakim PN Yogyakarta, punya jawaban untuk itu. Dalam sebuah diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu, Sahlan menyebut S-3 sebagai kuncinya. Di kalangan hakim, istilah S-3 sudah bukan barang baru lagi. Tentu, maksudnya bukan pascasarjana doktoral, melainkan singkatan dari Sowan, Sungkem, dan Sajen.

 

Kalau ingin promosi atau pindah ke tempat 'basah', seorang hakim harus mendatangi (sowan) ke pejabat yang menentukan mutasi di Jakarta. Lantas, ia harus menyembah (sungkem) sembari meminta apa dan kemana yang dia inginkan. Jangan pula lupa membawa setoran (sesajen) jika ingin permintaan dikabulkan.

 

Masih cerita Sahlan, kalau ada pejabat Departemen atau MA (Mahdep) berkunjung ke daerah, hakim setempat akan berlomba-lomba memberi fasilitas memuaskan kepada pejabat Jakarta tersebut. Mulai urusan tinggal di hotel hingga mobil antar jemput. "Mereka (pejabat Jakarta--red) seperti ndoro kanjeng, dan hakim seperti abdi dalem," ujar Sahlan bertamsil.

 

Namun, Bagir Manan berusaha menetrasilir pendapat Sahlan. Kata dia, praktek S-3 itu sudah dipangkas. Bahkan, ia menjamin S-3 tidak mungkin lagi terjadi di MA. "Proses seleksi dan mutasi hakim saat ini sudah jauh lebih baik dibanding dulu," klaim Bagir.

 

Dua tahun belakangan, urusan mutasi dan promosi ditangani oleh sebelas hakim agung, makanya disebut Tim-11. Ketua MA langsung mengepalai tim tersebut. Nama-nama hakim yang bakal dipromosi atau dimutasi digodok di sini.

 

Lalu, Tim-11 melebur ke dalam forum bersama antara MA dan Depkeh, lazim disebut Mahdep. Depkeh diwakili oleh Dirjen Badilumtun. Hasil usulan dan godokan kedua lembaga ini dibahas lagi di forum ini. Jadi, 'jagoan' MA masih bisa keok di sini, demikian pula kandidat usulan Depkeh. Yang pasti, nama yang keluar dan final adalah nama yang disepakati bersama di forum Mahdep.

 

Kalau begitu di mana kongkalikong dan permainan mutasi itu -- seperti yang dituduhkan banyak orang-- terjadi? Bagir sudah menjamin kebocoran tidak terjadi di MA. Hakim Agung Abdurrahman Saleh pun bersuara senada. "Sepanjang proses di MA, tiga S itu tidak bisa terjadi," ujarnya kepada hukumonline.

 

Abdurrahman Saleh menyebut alasannya. Peluang bermain bagi seorang hakim yang akan dimutasi praktis semakin sempit, kecuali yang bersangkutan mau melakukannya (S-3) dengan seluruh anggota Tim-11.

 

Sejumlah sumber menunjuk Ditjen Badilumtun sebagai pihak yang paling banyak 'bermain' dalam urusan mutasi hakim. Hakim yang sering sowan atau sering main golf bersama sang Dirjen dikabarkan bakal cepat naik. Sumber hukumonline  di kalangan hakim menunjuk pada daftar tamu yang menemui sang Dirjen. Nyaris, setiap hari kerja selalu ada hakim yang bertandang ke Rasuna Said.

 

Tetapi, Menkeh & HAM Yusril Ihza Mahendra langsung membantah tudingan miring tersebut. Menurutnya, Depkeh --yang diwakili Dirjen Badilumtun-- lebih banyak bersikap pasif karena hanya menjalankan fungsi administrasi. Dengan kata lain Depkeh hanya tukang stempel. Apalagi semakin dekatnya realisasi kebijakan satu atap, kata Yusril, pihaknya mulai mengurangi keterlibatan dalam urusan hakim.

 

Jadi, utak atik mutasi masih sebuah teka-teki? Begitulah. Toh, masyarakat tidak akan lupa kasus-kasus yang terjadi. Ingat, hakim PN Tangerang yang menjatuhkan hukuman mati Prim Haryadi tiba-tiba 'dibuang' ke PN Labuha Maluku Utara. PN Labuha adalah pengadilan perintis. Setelah diributkan banyak pihak, barulah mutasi Prim dibatalkan.

 

Lantas, terakhir, kasus Ketua PN Jakarta Selatan Lalu Mariyun. Berdasarkan kesepakatan Tim-11 dan Mahdep, Lalu Mariyun dipindah menjadi hakim tinggi di PT Nusa Tenggara Barat. Eh, tiba-tiba SK yang keluar dari Rasuna Said-- kantor Depkeh dan HAM-- Lalu dipindah ke PT Jawa Timur. Hakim agung Abdurrahman Saleh menyebut kasus ini sebagai 'eksepsional'.

 

Bisa jadi, kebetulan saja kasus Prim Haryadi dan Lalu Mariyun terungkap ke permukaan. Jauh lebih banyak lagi kasus serupa yang diam-diam berjalan mengiringi mutasi hakim di seluruh Indonesia.

Pelantikan Asep Iwan Iriawan di gedung Mahkamah Agung (25/07) merupakan lokomotif pembuka yang membawa banyak gerbong mutasi hakim di seantero Jabotabek. Pria yang pernah dinobatkan sebuah majalah sebagai 'pahlawan' ini hanya satu di antara belasan hakim PN Jakarta Pusat yang ketiban SK mutasi.

 

Asep masih 'beruntung' tetap bertugas di Jakarta. Beberapa rekannya malah harus menempati pos baru di luar Pulau Jawa. Sirande Palayukan, Erwin Mangatas Malau, Amiruddin Zakaria dan Kornel Sianturi, misalnya, dimutasi ke sejumlah daerah di Sulawesi (lihat tabel).

 

Perpindahan hakim ke tempat baru bukan hanya terjadi di PN Jakarta Pusat. Menurut Dirjen Badan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara (Badilumtun) Soejatno, gerbong mutasi akan bergerak di semua pengadilan di Ibukota.

 

Pergerakan serupa juga akan terjadi di tingkat pengadilan tinggi. Kalau tak ada aral melintang, pada 30 Juli, berlangsung pelantikan sejumlah ketua pengadilan tinggi di Indonesia, antara lain KPTUN DKI Jakarta dan KPT Kalimantan Barat.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: