Akhir September, RUU Anti Terorisme Diserahkan ke Presiden
Utama

Akhir September, RUU Anti Terorisme Diserahkan ke Presiden

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman dan HAM Abdul Gani Abdullah menginformasikan pula bahwa RUU Anti Terorisme sedang dalam tahap finalisasi. Menurut Gani, pihaknya menargetkan untuk mengajukan RUU tersebut ke Presiden pada akhir September.

Amr
Bacaan 2 Menit
Akhir September, RUU Anti Terorisme Diserahkan ke Presiden
Hukumonline
"September ini diharapkan bisa disampaikan ke Presiden. Berarti, kapan Presiden menyampaikan DPR itu bagaimana Presiden," ucap Gani ketika ditemui di gedung Departemen Kehakiman dan HAM, pada Kamis (18/09).

Dalam RUU juga diadakan perubahan ketentuan yang terkait dengan laporan intelijen sebagai bukti permulaan. Menurut Gani, laporan intelijen baru boleh digunakan jika telah memperoleh penetapan dari hakim pengadilan negeri. Sebelum diajukan ke pengadilan negeri, laporan intelijen harus diotentifikasi oleh Kepala Kepolisian Negara RI.

Dari draf yang diperoleh hukumonline, RUU tersebut berjudul "RUU tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Sebagaimana Telah Ditetapkan Menjadi Undang-undang dengan Undang-undang No.15 Tahun 2003".

Draf RUU versi 21 Agustus 2003 tersebut terdapat penambahan satu bab baru yaitu Bab VIIA mengenai Ketentuan Peralihan, penambahan empat pasal baru, perubahan tujuh pasal UU No.15/2003, penghapusan Pasal 46, dan penghapusan terhadap Penjelasan Umum angka 5.

Pasal-pasal baru dalam RUU Anti Terorisme yaitu Pasal 9A, Pasal 13A, Pasal 34A, dan Pasal 43A. Sedangkan, pasal-pasal UU No.15/2003 yang diubah adalah Pasal Pasal 14, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 31, dan Pasal 33.

hukumonline

Kepada wartawan, Gani menyebutkan beberapa ketentuan baru yang diatur dalam RUU Anti Terorisme. Menurut Gani, dalam RUU Anti Terorisme terdapat ancaman pidana bagi orang yang merencanakan atau menggerakan untuk melakukan terorisme, tidak peduli rencananya itu berhasil atau gagal dilaksanakan.

Gani menjelaskan bahwa ketentuan tersebut diakomodir untuk menjerat orang-orang yang sedang merencanakan tindak pidana terorisme atau mereka yang gagal melakukan aksi terorisme. "Misalnya, ada orang yang memasang bom di sana-sini, tetapi kemudian bomnya tidak meledak," kata Gani.

Ia juga berpandangan bahwa ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM. "Bagaimana orang yang merencanakan terorisme kok dibiarin? Bukti-bukti itu harus dicari, dia merencanakan punya dokumen, bukti-bukti, punya program bahwa nanti akan meledakkan," cetusnya.

Keterlibatan TNI

Pada kesempatan yang sama, Gani juga membantah bahwa Depkeh mendapat masukan dari pihak TNI untuk memasukan pasal-pasal untuk melibatkan TNI dalam tindakan pencegahan dan pemberantasan terorisme.

"Rumusan itu mungkin dari TNI tidak ada. Kita yang merumuskannya. Pokoknya idenya begitu. Hal-hal seperti itu diperlukan dalam memberantas terorisme, dalam mencegah terjadi terorisme. Ini  kan dalam pencegahan, preemptive," tandas Gani.

Halaman Selanjutnya:
Tags: