Harmonisasikan Semua Regulasi tentang ESKA
Berita

Harmonisasikan Semua Regulasi tentang ESKA

Eksploitasi seks komersial terhadap anak di Indonesia masih mengkhawatirkan.

Mys
Bacaan 2 Menit
Kemiskinan ekonomi bukan salah satu faktor penyebab prostitusi anak atau eksploitasi seksual anak (ESKA) menjamur. Foto: SGP
Kemiskinan ekonomi bukan salah satu faktor penyebab prostitusi anak atau eksploitasi seksual anak (ESKA) menjamur. Foto: SGP

Kondisi eksploitasi anak-anak untuk tujuan seks komersial masih mengkhawatirkan. Diperkirakan terdapat sekitar 40 ribu–70 ribu anak yang menjadi korban eksploitasi seksual di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, separuh diantaranya terlibat pelacuran di Pulau Jawa. Anak-anak diperdagangkan yang pada akhirnya digunakan untuk tujuan seks komersial. Data lain menunjukkan sekitar 30 persen dari lima ribuan orang terkait prostitusi di Batam berusia di bawah 18 tahun.

 

Data dan angka tersebut muncul dalam diskusi publik terkait peluncuran “Laporan Pemantauan Global Status Aksi Menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak Tahun 2011”. Global Monitoring Status of Action Against Coomercial Sexual Exploitation of Children yang diterbitkan ECPAT International juga menyinggung kondisi di Indonesia. “Kondisi eksploitasi seks komersial anak di Indonesia masih mengkhawatirkan,” kata Ahmad Sofian, Koordinator Nasional ECPAT Indonesia.

 

Kemiskinan ekonomi bukan satu-satunya faktor penyebab prostitusi anak atau eksploitasi seksual anak (ESKA) menjamur. Global Monitoring mencatat faktor lain seperti lemahnya aksi perlindungan anak. Ditambah lagi, kini ada pariwisata seksual anak-anak. Ironisnya, secara yuridis, orang-orang yang menyebarkan pariwisata seksual anak-anak sulit dijerat.

 

Bali dan Batam disebut dalam Laporan itu sebagai daerah tempat pariwisata seksual anak berlangsung. Laporan dari Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan menyebutkan sepanjang periode 1997-2008, sebanyak 13.707 anak mengalami eksploitasi seksual di daerah tujuan wisata di enam provinsi yang diteliti.

 

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Anak menyerukan penghentian penggunaan anak untuk melayani kebutuhan seks orang dewasa. Secara khusus, Ahmad Sofian, meminta agar Pemerintah dan DPR memerhatikan peraturan perundang-undangan agar pencegahan mempunyai pijakan yuridis yang jelas.

 

UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bisa dimanfaatkan. Pasal 88 melarang seseorang untuk mengeksploitasi seksual anak untuk kepentingannya sendiri atau mendapatkan keuntungan dari pihak ketiga. Pelaku bisa dihukum maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta. Tetapi, seperti tercatat dalam Laporan Pemantauan Global, Undang-Undang Perlindungan Anak tidak memuat ketentuan khusus yang mendefinisikan dan mengkriminalkan pelacuran anak. Kalaupun menggunakan KUHP, kata Sofian, aparat penegak hukum biasanya hanya memakai pasal ‘perbuatan cabul’.

 

Kelemahan lain tampak pada pariwisata seks anak. Hukum pidana Indonesia tidak mengandung ketentuan-ketentuan ekstrateritorial yang dapat digunakan untuk memerangi pariwisata seks anak. Cakupannya hanya untuk pelaku WNI, dan bukan untuk penduduk yang menetap. Pasal 4 UU No 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi memang menyatakan kejahatan seksual terhadap anak dan perdagangan anak termasuk kejahatan yang pelakunya bisa diekstradisi. Tetapi permintaan ekstradisi tidak segampang membalik telapak tangan.

Tags: