Pengujian UU Kesehatan Dinyatakan Nebis in Idem
Berita

Pengujian UU Kesehatan Dinyatakan Nebis in Idem

Mahkamah Mengutip ulang bunyi putusan nomor 34/PUU-VIII/2010.

ash
Bacaan 2 Menit
Majelis MK nyatakan nebis in idem dalam pengujian UU kesehatan. Foto: SGP
Majelis MK nyatakan nebis in idem dalam pengujian UU kesehatan. Foto: SGP

Majelis Mahkamah Konsitusi (MK) menyatakan nebis in idem dalam pengujian Pasal 114 dan Pasal 199 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sebab, pengujian pasal itu pernah diputus MK dalam putusan nomor 34/PUU-VIII/2010 tanggal 1 November 2011 yang dimohonkan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DPD Jawa Tengah. 

“Permohonan pemohon nebis in idem, sehingga permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan pengujian UU Kesehatan yang dimohonkan sejumlah pengusaha rokok, di ruang sidang MK, Selasa (7/1).

Mengutip ulang bunyi putusan nomor 34/PUU-VIII/2010, Mahkamah menyatakan kata “dapat” dalam Penjelasan Pasal 114 dan frasa “berbentuk gambar” dalam Pasal 199  ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945. Adapun mengenai Pasal 114, Penjelasan Pasal 114 kecuali kata “dapat” dan Pasal 199 ayat (1), kecuali frasa “berbentuk gambar” dalam putusan itu ditolak.

Maksud para pemohon itu juga ingin meniadakan Pasal 114 berikut penjelasannya dan Pasal 199 ayat (1) UU Kesehatan untuk tujuan menghilangkan kewajiban produsen dan importir rokok mencantumkan peringatan kesehatan berupa tulisan yang jelas dan gambar secara bersamaan karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Namun, menurut Mahkamah alternatif yang timbul dari Penjelasan Pasal 114 UU harus diberi makna yang pasti, sehingga tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut Mahkamah, Pasal 114 UU 36/2009 dan Penjelasannya harus dimaknai bahwa kewajiban bagi produsen dan importir rokok adalah mencantumkan peringatan yang berupa tulisan yang jelas dan gambar.

Hal itu berkaitan dengan jaminan dan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk memperoleh informasi sebagaimana dijamin Pasal 28F UUD 1945. Dengan diwajibkannya mencantumkan peringatan kesehatan dengan tanda gambar atau bentuk lainnya, akan semakin menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusional warga negara Indonesia, khususnya para konsumen dan/atau calon konsumen rokok untuk memperoleh informasi tentang bahaya merokok.

Sebab, para konsumen dan/atau calon konsumen, selain terdiri atas masyarakat yang memiliki kemampuan baca-tulis, juga terdiri atas mereka yang tidak atau belum memiliki kemampuan baca-tulis. Bahkan, mereka yang mengalami cacat fisik tertentu seperti kebutaan memerlukan informasi peringatan kesehatan itu, sehingga peringatan dapat juga ditambah dalam ”bentuk lainnya”, misalnya dengan menggunakan huruf Braille sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan.

Dengan demikian, dalam putusan itu Mahkamah berpendapat Pasal 114, Penjelasan Pasal 114 kecuali kata “dapat” dan Pasal 199 ayat (1) kecuali “berbentuk gambar” adalah konstitusional. Meski para Pemohon dalam permohonan ini mengajukan batu uji yang sedikit berbeda, yaitu Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28F UUD 1945.

Namun substansi dari Pasal 114 dan Pasal 199 ayat (1) UU Kesehatan telah dinilai dan dipertimbangkan Mahkamah dalam Putusan Nomor 34/PUUVIII/2010, sehingga pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Nomor 34/PUU-VIII/2011 mutatis mutandis (otomatis)berlaku sebagai pertimbangan dalam putusan ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah berpendapat permohonan para pemohon ini nebis in idem.  

Untuk diketahui, permohonan ini diajukan Harfash Gunawan dari Perkumpulan Forum Pengusaha Rokok Kretek dan dua pengusaha rokok yaitu Zaenal Musthofa dan Erna Setyo Ningrum, yang menguji Pasal 114 dan Pasal 199 ayat (1) UU Kesehatan. Para pemohon menilai berlakunya ketentuan peringatan kesehatan berupa tulisan, gambar seperti dinyatakan dalam Pasal 114 UU Kesehatan merugikan hak konstitusionalnya.

Tags: