Syarifuddin Tolak Buktikan Hartanya di Persidangan
Utama

Syarifuddin Tolak Buktikan Hartanya di Persidangan

Terdakwa menilai aturan tentang pembuktian terbalik belum dapat diterapkan.

Oleh:
Fat
Bacaan 2 Menit
Secara tegas Hakim Pengawas Kepailitan nonaktif Syarifuddin (kiri) tolak buktikan hartanya dipersidangan. Foto: SGP
Secara tegas Hakim Pengawas Kepailitan nonaktif Syarifuddin (kiri) tolak buktikan hartanya dipersidangan. Foto: SGP

Secara tegas Hakim Pengawas Kepailitan nonaktif Syarifuddin menolak tuntutan jaksa KPK mengenai pembuktian terbalik harta yang disita KPK. Menurut terdakwa Syarifuddin, tindakan penuntut umum tersebut adalah melawan hukum karena bertentangan dengan maksud dan kehendak maupun tujuan yang diinginkan oleh pembentuk UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ketika mengadopsi norma Pasal 38B tersebut.

Selain itu, pembuktian terbalik juga tak masuk dalam surat dakwaan yang disusun oleh jaksa KPK. "Tindakan penuntut umum tersebut tidak memiliki dasar pembenaran secara normatif yuridis khususnya dalam konteks penerapan norma hukum berupa pembalikan beban pembuktian dan perampasan aset terdakwa terhadap harta benda pribadi terdakwa yang disita namun tidak didakwakan oleh penuntut umum," tutur Syarifuddin dalam nota pembelaannya (pledoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/2).

Syarifuddin menjelaskan, penerapan Pasal 38B UU Pemberantasan Korupsi dalam praktik penuntutan masih memerlukan pendalaman dan pengembangan melalui pengkajian secara ilmiah.

Alasannya, selain karena masih minim diterapkan dalam praktik persidangan, penerapan pasal ini juga harus memiliki hukum acara tersendiri agar proses pemeriksaan di pengadilan terhindar dari tindakan melanggar hukum.

"Harta benda yang belum didakwakan yang akan dituntut dengan ketentuan Pasal 38B UU Pemberantasan Korupsi demi hukum harus terkait dan relevan secara yuridis dengan materi tuduhannya sebagaimana dalam dakwaan pidana pokok yang didakwakan oleh penuntut umum tersebut. Artinya, materi penuntutan penuntut umum tidak boleh materinya berdiri sendiri dan tidak terkait dengan materi tuduhan dakwaan sebagaimana dalam pokok perkara," tutur Syarifuddin.

Pengacara Syarifuddin, Junimart Girsang menegaskan keberatan terdakwa dengan dalil penuntut umum pada bagian pembuktian terbalik adalah hal yang masuk akal. Karena jika dikaitkan dengan materi pokok perkara yang ada di surat dakwaan tak menyebutkan mengenai uang-uang asing yang disita oleh KPK.

Menurutnya, pokok perkara yang dituduhkan jaksa ke kliennya adalah dugaan penerimaan hadiah atau janji dari seorang kurator yang bernama Puguh Wirawan yakni uang sebesar Rp250 juta.

"Dari lima dakwaan alternatif yang telah didakwakan terhadap terdakwa tidak satupun penuntut umum menyatakan Puguh Wirawan membawa uang dalam bentuk mata uang asing ke rumah terdakwa," kata Junimart.


Selain itu, lanjut Junimart, berdasarkan keterangan Ahli Hukum Pidana Chairul Huda yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 38B UU Pemberantasan Korupsi adalah ketentuan yang under legislation dan tidak dapat dilaksanakan (non executable) karena belum ada ketentuan yang lebih rinci mengatur pembuktian terbalik.

"Karena salah satu asas hukum pidana adalah kepastian hukum (
lex certa)," tandasnya. Atas dasar itu, pihaknya berharap agar majelis mengembalikan barang bukti berupa sejumlah uang asing kepada kliennya.

Dalam surat dakwaannya, terdakwa Syarifuddin dikenakan lima dakwaan alternatif. Dakwaan kesatu Syarifuddin dijerat Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Korupsi. Untuk dakwaan kedua dia dijerat Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 huruf a UU yang sama.

Dakwaan ketiga, terdakwa dijerat Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi. Dakwaan keempat, dia dianggap melanggar Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf b jo Pasal 18 UU yang sama. Dan terakhir, terdakwa didakwa melanggar pasal 11 Jo Pasal 18 ayau (1) huruf a UU Pemberantasan Korupsi.


Tidak Setuju

Junimart mengatakan, dari fakta di persidangan tidak terbukti bahwa kliennya menerima hadiah dari Puguh agar tindakan Puguh Wirawan maupun kurator lainnya menjual aset SHGB 7251 secara non boedel pailit disetujui terdakwa. Bahkan kliennya tak pernah mencabut atau membatalkan perjanjian perdamaian tentang penetapan aset SHGB 7251 sebagai boedel pailit PT Sky Camping Indonesia (SCI).

"Terdakwa tidak pernah meminta menghubungi atau membicarakan pemberian uang Rp250 juta dari Puguh Wirawan, salah satu unsur pasal yang didakwakan dan dituntut oleh penuntut umum telah tidak terpenuhi secara sah dan meyakinkan karenanya terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum," tutur Junimart.

Sebelumnya, jaksa menuntut syarifuddin dengan pidana penjara 20 tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp250 juta dari Puguh terkait kepengurusan harta pailit PT SCI dengan cara membantu dan memberikan persetujuan terhadap kurator yang menjual aset boedel pailit SHGB 7251 atas nama PT Tannata Cempaka Saputra secara non boedel pailit tanpa ijin dan penetapan pengadilan. Terdakwa dianggap melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Korupsi.

Dalam tuntutan, jaksa juga meminta majelis untuk membuktikan bahwa uang-uang asing yang ditemukan penyidik saat penyitaan tak terkait dengan tindak pidana. Uang asing yang ditemukan berupa AS$116 ribu, Sing$245 ribu, Yen Jepang sebesar Y20 ribu, Riel Kamboja sebesar 12,6 ribu dan Bath Thailand sebesar 5900.

Tags:

Berita Terkait