OJK Pastikan Bumiputera Tetap Beroperasi
RUU Usaha Perasuransian

OJK Pastikan Bumiputera Tetap Beroperasi

Pemerintah menilai perusahaan yang berbentuk mutual tidak berkembang lagi kecuali AJB Bumiputera.

FNH
Bacaan 2 Menit
OJK Pastikan Bumiputera Tetap Beroperasi. Foto: ilustrasi (Sgp)
OJK Pastikan Bumiputera Tetap Beroperasi. Foto: ilustrasi (Sgp)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan AJB Bumiputera tetap dapat beroperasi meskipun salah satu pasal pada draf RUU Usaha Perasuransi menyatakan perusahaan asuransi harus berbentuk Perseroan terbatas (PT). Tetapi, khusus bagi Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 bisa tetap beroperasi jika RUU tersebut diundangkan.

Hal ini ditegaskan Kepala Eksekutif Lembaga Keuangan Non-bank OJK, Firdaus Djaelani dalam RDPU bersama Komisi XI di Komplek Senayan Jakarta, Senin (18/2). "Tidak harus langsung berubah menjadi PT. Jadi ada pasal peralihan,” kata Firdaus.

Seperti diketahui, AJB Bumiputera merupakan satu-satunya perusahaan asuransi yang berbentuk usaha bersama (mutual) dan merupakan salah satu usaha asuransi tertua di Indonesia.

Menurut Firdaus, pemerintah memiliki alasan tersendiri untuk meletakkan pasal tersebut dalam RUU Usaha Perasuransian. Sebagai inisiator RUU Usaha Perasuransian, pemerintah menilai perusahaan yang berbentuk mutual tidak berkembang lagi kecuali AJB Bumiputera. 

"UU Asuransi No 2 Tahun 1992 yang berlaku sampai sekarang, belum ada lahir satu pun perusahaan asuransi yang berbadan hukum mutual,” tambahnya.

Lebih lanjut Firdaus menilai,  sangat sulit bagi kegiatan usaha bersama untuk mendirikan perusahaan asuransi baru. Pasalnya, bentuk usaha mutual tidak memiliki persyaratan modal.  Padahal, untuk mendirikan perusahaan asuransi baru minimal harus mempunyai modal Rp100 miliar.

Tak hanya di Indonesia. Perkembangan industri asuransi dunia juga menunjukkan hal yang sama, asuransi mutual tidak mengalami perkembangan bahkan di beberapa negara mengalami penyusutan. Di Jepang, misalnya. Menurut Firdaus,  di sana hanya tersisa empat asuransi mutual. Negara-negara lain juga menyusut, seperti Belanda dan Kanada.

"Mungkin mereka merger atau mengalami demutualisasi," ucap Firdaus.

Lebih lanjut Firdaus menuturkan, dalam asuransi berbentuk mutual, nasabah pemegang polis sekaligus sebagai pemegang saham usaha bersama tersebut. Jika perusahaan mengalami untung, maka pemegang polis juga menerima dividen. Begitu juga sebaliknya.

"Apabila untung, pemegang polis juga akan menerima dividen. Sebaliknya, kalau rugi, pemegang polis juga harus menanggungnya. Ini yang menjadi persoalan," paparnya.

Sebelumnya, dalam RDPU dengan OJK tersebut, sejumlah anggota Komisi XI DPR mempertanyakan masa depan Bumiputera kepada Firdaus terkait dengan pembahasan RUU Usaha Perasuransian, salah satunya adalah politisi Partai Golkar, Irene.

"Saya ingin mendapatkan jawaban, bagaimana nanti nasib AJB Bumiputera yang tidak berbadan hukum PT. Dalam RUU Perasuransian ini disebutkan usaha dengan badan hukum usaha bersama dan koperasi akan diatur dalam UU tersendiri. Tetapi UU itu belum ada,” katanya.

Persoalannya saat ini, lanjut Irene, draf RUU Usaha Perasuransian mengharuskan badan usaha berbentuk PT untuk usaha asuransi bertentangan denga bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.  UUD 1945 jelas mengatakan bahwabadan hukum yang berlaku di Indonesia tidak harus PT, melainkan dapat juga badan usaha koperasi atau usaha bersama.

Hal yang sama juga dipertanyakan Anggota Komisi XI DPR yang lainnya, Rambe Kamarul Zaman. Menurutnya, Bumiputera merupakan salah satu  perusahaan asuransi domestik yang besar dan kuat di tengah kuatnya serbuan asuransi asing.

“Ini perlu dipertimbangkan bila badan usaha seperti AJB Bumiputera tidak diperbolehkan,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Utama Bumiputera, Cholil Hasan menegaskan, pihaknya akan tetap mempertahankan badan hukumnya sebagai usaha bersama (mutual). Dia mengatakan, Pasal 33 UUD 1945 menjamin adanya badan hukum selain PT.

Dengan demikian, dia mengusulkan agar dalam RUU Usaha Perasuransian yang baru, perlu dibedakan aturan untuk asuransi yang berbentuk PT mau pun yang berbentuk mutual. PT mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Mutual mengacu pada UU No. 2 Tahun 1992.

Tags:

Berita Terkait