Pengujian UU Ratifikasi Piagam ASEAN Kandas
Berita

Pengujian UU Ratifikasi Piagam ASEAN Kandas

Putusan MK ini dinilai lebih banyak melakukan pengujian formil daripada pengujian materil.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pengujian UU Ratifikasi Piagam ASEAN Kandas
Hukumonline

Majelis MK menyatakan menolak permohonan uji materi Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 2 ayat (2) huruf n UU No. 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEAN. Permohonan ini diajukan sejumlah LSM yang tergabung dalam Aliansi untuk Keadilan Global. Dalam putusan ini, dua hakim konstitusi, Hamdan Zoelva dan Maria Farida Indrati menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda).

Pasal 1 angka (5) mengatur prinsip pasar tunggal dengan basis produksi tunggal, yang berarti pelaksanaan kesepakatan perdagangan ASEAN itu harus sama (homogen). Ketentuan ini menjadi landasan bagi ASEAN untuk melakukan perdagangan bebas di tingkat ASEAN. Seperti ACFTA, ASEAN-Korean Free Trade Aggreement, dan ASEAN-Ausralian Free Trade Agreement.

Aliansi menilai pemberlakuan Piagam ASEAN yang menyangkut perdagangan bebas itu merugikan industri dan perdagangan nasional. Sebab, Indonesia harus tunduk dengan segala keputusan yang diambil di tingkat ASEAN. Karena itu, para pemohon meminta MK membatalkan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n UU Pengesahan Piagam ASEAN karena dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

Dalam putusannya, Mahkamah beralasan Pasal 1 angka 5 tidak berlaku otomatis. Karena, Pasal 5 ayat (2) ASEAN Charter menyebutkan negara-negara anggota wajib mengambil langka-langkah yang diperlukan termasuk pembuatan legislasi dalam negeri yang sesuai. Jadi, terbentuknya kawasan perdagangan ASEAN bergantung pada negara anggota ASEAN.

“Meski Indonesia telah mengikatkan diri dalam perjanjian internasional. Namun sebagai negara berdaulat Indonesia tetap mempunyai hak mandiri untuk memutus keterikatan perjanjian itu jika dirasa merugikan atau tidak memberi manfaat,” kata Hakim Kontitusi, Harjono saat membacakan pertimbangan putusan.                

Dia tegaskan, ASEAN Charter merupakan perjanjian antar negara ASEAN yang dari sudut pandang nasional merupakan kebijakan makro dalam bidang perdagangan.  “Kebijakan makro itu bisa saja diubah apabila tidak memberi manfaat atau mendatangkan kerugian, sehingga perlu ditinjau atau dievaluasi kembali oleh pemerintah dan DPR, dalam hal ini ASEAN Charter,” tuturnya.       

Selain itu, karena pelaksanaan ASEAN Charter digantungkan pada masing-masing negara anggota ASEAN sesuai amanat Pasal 5 ayat (2) ASEAN Charter, maka Pemerintah Indonesia perlu membuat aturan pelaksanaan yang sesuai kepentingan nasional berdasarkan UUD 1945.     

Tags:

Berita Terkait