Agar Sistem Kamar MA Optimal
Berita

Agar Sistem Kamar MA Optimal

Masalahnya, jumlah perkara yang masuk tak sebanding dengan jumlah hakim agung.

MYS
Bacaan 2 Menit
Agar Sistem Kamar MA Optimal
Hukumonline

Mahkamah Agung (MA) terus mempersiapkan penerapan sistem kamar sebelum resmi benar-benar diterapkan pada April 2014 mendatang. Sepanjang masa transisi ini, sistem kamar disosialisasikan dan berbagai kebijakan dikeluarkan. Pimpinan MA berharap penerapan sistem kamar menjadi salah satu cara efektif untuk menjaga kesatuan dan konsistensi putusan.

Dalam sistem kamar, hakim agung di kelompokkan ke dalam beberapa kamar. SK Ketua MA No. 017/KMA/SK/II/2012 membagi kamar ke dalam pidana, perdata, tata usaha negara, agama dan militer. Bidang perdata khusus dan pidana khusus akan digabung masing-masing ke kamar perdata dan kamar pidana.

Hakim agung Syamsul Ma’arif mengakui hingga saat ini masih ada beberapa kondisi  yang belum dijalankan secara ketat. Masih ada hakim militer yang bertugas menangani pidana umum, atau hakim agama yang menangani perkara perdata umum. Selain itu, beberapa hal yang diatur dalam SK KMA No. 017 tadi belum dilaksanakan. Misalnya, aturan penanganan hak uji materiil, penarikan berkas perkara, dan rapat kamar rutin. “Hak uji materiil masih ditangani tata usaha negara,” jelas Syamsul di Jakarta, Senin (25/3) lalu.

Agar sistem kamar berjalan optimal, jelas hakim agung Syamsul Ma’arif, banyak hal yang diperlukan. Pertama, perubahan struktur MA. Wakil Ketua MA sebaiknya tidak dibebani tugas tambahan sebagai ketua kamar agar lebih fokus pada tugasnya. Perubahan struktur juga sebaiknya dilakukan terhadap kepaniteraan. Panitera muda tim seperti yang selama ini berlaku dihapuskan agar tidak tumpang tindih dengan panitera muda kamar.

Kedua, perubahan seleksi calon hakim agung. Seleksi hakim agung ke depan, baik di Komisi Yudisial dan Komisi III DPR, perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kamar. Mengingat sekitar 80 persen perkara di MA adalah perdata dan pidana, “maka rekrutmen calon hakim agung diarahkan untuk mendapatkan calon hakim agung bidang perdata dan pidana”.

Ketika jumlah hakim di masing-masing kamar sudah proporsional dengan jumlah perkara, sistem kamar murni bisa diterapkan. Masalahnya, jangankan proporsionalitas berdasarkan sistem kamar, jumlah hakim agung saja sudah minim, dan tak sebanding dengan perkara yang masuk. “Selama tahun 2012, MA telah kehilangan 11 hakim agungnya,” jelas Ketua MA, M. Hatta Ali saat menyampaikan Laporan Tahunan MA 2012, 13 Maret lalu.

Laporan Tahunan MA 2012 mengungkapkan perkara yang diputus pada 2012 mencapai 10.991, padahal setahun sebelumnya bisa mencapai 13.719 perkara. Artinya, ada penurunan produktivitas memutus perkara sekitar 19,88 persen.

Hal ketiga  yang perlu dijalankan adalah kodifikasi putusan-putusan yang mengandung suatu kaedah penting atau baru (landmark decision). “Kodifikasi tersebut sangat penting untuk menjaga agar putusan hakim agung tidak berbeda dengan putusan yang terlebih dahulu mengenai hal yang sama atau sejenis,” papar Syamsul Ma’arif.

Hal yang tak kalah penting untuk membuat sistem kamar optimal adalah dukungan legislasi. Revisi Undang-Undang Mahkamah Agung perlu mengakomodasi sistem kamar. Masalahnya, dari draf RUU yang sedang dibahas saat ini, ada perbedaan jumlah kamar. RUU MA menginginkan struktur kamar yang lebih gemuk.

Tags:

Berita Terkait