Ketika Hakim Membuat Interpretasi
Fokus

Ketika Hakim Membuat Interpretasi

Tidak ada petunjuk tentang metode mana yang harus digunakan dalam kasus konkrit.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Ketika Hakim Membuat Interpretasi
Hukumonline

Pengadilan Niaga tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pailit sekalipu para pihak sudah terikat perjanjian yang memuat klausul arbitrase. Yang penting syarat utang yang dapat ditagih dan jatuh tempo terpenuhi. Pembentuk undang-undang memuat pasal ini agar klausul arbitrase tidak dijadikan dalih menghindari pailit.

Rumusan Pasal 303 UU No. 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) itu jelas dan tegas. Tetapi dalam prakteknya, masih sering menjadi pusaran perdebatan. Salah satunya dalam kasus permohonan PKPU bank asal London, Bank of New York Mellon terhadap PT Bakrieland Development Tbk.

Pertanyaan yang muncul: apakah arbitrase dalam pasal itu meliputi pula arbitrase internasional, atau hanya arbitrase nasional? Karena ketidakjelasan itu, majelis hakim yang menangani permohonan Bank of New York Mellon membuat interpretasi. Berdasarkan kasus-kasus arbitrase selama ini ternyata pengadilan Indonesia tidak berwenang membatalkan putusan arbitrase internasional.

“Telah banyak yurisprudensi yang menyatakan arbitrase internasional tidak dapat dibatalkan di Indonesia,” ucap anggota majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat, Aroziduhu Waruwu saat membacakan putusan.

Konsekuensi putusan itu, Pengadilan Niaga Indonesia tak berwenang mengadili karena kedua belah pihak sudah memutuskan penyelesaian sengketa dilakukan menurut hukum Inggris. Bank of New York Mellon sudah menyatakan kasasi atas putusanini.

Metode interpretasi adalah salah satu metode penemuan hukum, di luar metode konstruksi. Menurut Prof. Sudikno Metrokusumo dan Pitlo, dalam buku mereka ‘Bab-Bab tentang Penemuan Hukum’, interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk diterapkan  pada peristiwanya.

Interpretasi peraturan perundang-undangan banyak dilakukan hakim Mahkamah Konstitusi. Bahkan interpretasi yang dibuat Mahkamah Konstitusi acapkali mengakhiri perdebatan. Sekadar contoh, perdebatan tentang frasa ‘pihak ketiga yang berkepentingan’ dalam Pasal 80 KUHAP. Frasa ini sudah lama menjadi perdebatan di pengadilan, terutama mengenai posisi lembaga swadaya masyarakat dalam hal mengajukan praperadilan. Ada yang pro dan ada yang kontra. Hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi membuat tafsir yang ekstensif.

Tags:

Berita Terkait