Terkait BK Mineral, Bos Freeport Temui Jero Wacik
Berita

Terkait BK Mineral, Bos Freeport Temui Jero Wacik

Freeport dianggap telah mengerti aturan yang ditetapkan pemerintah.

KAR
Bacaan 2 Menit
Terkait BK Mineral, Bos Freeport Temui Jero Wacik
Hukumonline
Bos besar perusahaan induk PT Freeport Indonesia, yakni Freeport McMoran Copper & Gold Inc, Richard C Adkerson, mengunjungi Kementerian ESDM, Kamis (30/1). Adkerson datang bersama Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B. Soetjipto. Mereka melakukan pertemuan dengan petinggi Kementerian ESDM selama 1,5 jam. 

Selesai melakukan pertemuan, rombongan keluar gedung Kementerian ESDM tanpa komentar apapun. Adkerson yang memakai setelan jas hitam dikawal petugas keamanan langsung menuju mobilnya. Meski diberondong pertanyaan oleh beberapa wartawan yang mengerubunginya, tak ada penjelasan apapun keluar dari mulut Adkerson. Ia hanya mengulas senyum tipis sambil berujar, "Thank you".

Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, pun enggan berkomentar tentang pertemuan pihaknya dengan petinggi perusahaan tambang besar itu. Susilo menghindari pertanyaan apapun. Ia hanya mengatakan, Menteri ESDM Jero Wacik yang akan memberikan penjelasan terkait pertemuan itu.

"Biar Pak Menteri nanti yang menjelaskan," kata Susilo.

Menteri ESDM, Jero Wacik mengungkapkan pertemuan pihaknya dengan pimpinan Freeport McMoran, Richard C Adkerson, terkait dengan pelaksanaan UU Minerba dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 pada 11 Januari 2014. 

"Yang pertama dulu mengenai pertemuan Freeport. Tadi orang Freeport yang dari Amerika Serikat beserta jajaran Freeport Indonesia bertemu saya, karena mereka sudah mendengar keputusan Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Undang-Undang Minerba 4 Tahun 2009 yang sudah kita lakukan mulai 12 Januari 2014," ucap Jero.

Lebih lanjut Jero menjelaskan, kedatangan Adkerson dan rombongan itu dalam rangka mengetahui pelaksanaan UU Minerba. Pihak Freeport juga meminta penjelasan mengenai turunan beleid mengenai aturan penetapan bea keluar (BK) yang cukup tinggi dari 20 hingga 60 persen sesuai kadar konsentrat yang diekspor.

"Ada perusahaan yang ingin tahu biar jelas mengenai aturan ini, salah satunya Freeport," tambahnya.

Jero menilai, pihak Freeport telah mengerti aturan yang ditetapkan Pemerintah Indonesia. Menurutnya, Freeport bisa memahami aturan terkait ekspor mineral dikeluarkan dalam rangka mendapat nilai tambah. Selain itu, peraturan yang dibuat untuk membuka lebih luas lapangan pekerjaan dengan pembangunan pabrik pengolahan pemurnian smelter.

"Mereka mengerti karena penduduk semakin banyak, dan harus ada lapangan kerja makin banyak, itu tugasnya Freeport dengan pemerintah. Freeport ini harus buat smelter," paparnya.

Jero memaparkan, inti dari pelaksanaan UU Minerba adalah adanya spirit dan jiwa tidak boleh lagi mengekspor mineral mentah. Indonesia melarang mengekspor mineral mentah tanpa diolah (ore) tetapi tetap menghindari pemutusan hubungan kerja. Ia menekankan, tak ada kebijakan kontra-produktif yang menimbulkan pengangguran baru.

"Itu esensi dari UU Minerba, kita sudah laksanakan, dan kami pun menghindarkan supaya tidak ada PHK besar-besaran. Tidak ada kebijakan kontra-produktif yang menimbulkan pengangguran baru," ujarnya.

Sebelumnya, Richard C Adkerson telah menemui Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Keuangan Chatib Basri, dan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Dalam pertemuannya dengan Chatib Basri, Adkerson keberatan dengan pengenaan bea keluar (BK) atau pajak ekspor yang dikenakan hingga 60% terhadap mineral yang sudah tersentuh proses pengolahan namun belum sampai pemurnian.

Untuk diketahui, kebijakan BK tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 pada 11 Januari 2014. Beleid ini mengatur perubahan kedua atas PMK Nomor 75/PMK/011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan tarif BK. Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara bertahap setiap semester. Periode kenaikan sampai dengan 31 Desember 2016.
Tags:

Berita Terkait