Hakim: Pengacara Benhan Salah Baca Putusan MK
Berita

Hakim: Pengacara Benhan Salah Baca Putusan MK

Pengacara balik menuduh hakim tak baca putusan secara utuh.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Benny Handoko (baju batik) beserta tim pengacara dengan seksama menyimak pembacaan putusan oleh majelis hakim (5/02). Foto: RES
Benny Handoko (baju batik) beserta tim pengacara dengan seksama menyimak pembacaan putusan oleh majelis hakim (5/02). Foto: RES
Pemilik akun twitter @Benhan, Benny Handoko telah divonis bersalah mencemarkan nama baik mantan Anggota DPR Misbakhun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Ada beberapa pertimbangan mengapa majelis menghukum Benhan enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun ini.

Salah satu pertimbangannya adalah majelis hakim yang diketuai oleh Suprapto menilai tim pengacara salah membaca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dijadikan bukti dalam perkara ini.

“Kami tak sependapat dengan penasihat hukum,” ujar Anggota Majelis Nuraslam Bustaman di ruang sidang PN Jaksel, Rabu (5/1).

Ketidaksependapatan majelis terhadap argumentasi penasihat hukum dalam pembelaannya bahwa Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik (UU ITE) tak bisa berdiri sendiri. Penasihat hukum menilai bahwa Pasal 27 ayat (3) yang mengatur penghinaan dan pencemaran nama baik di dunia maya ini memiliki “genus” di Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang juga mengatur tindak pidana serupa.

Pendapat penasihat hukum ini merujuk pada putusan MK dalam pengujian Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Argumen ini juga diperkuat dengan pendapat ahli yang dihadirkan pihak Benhan, Dosen Universitas Kirsnadwipayana Made Weda beberapa waktu lalu.

Majelis menyatakan bahwa konklusi dari putusan MK itu adalah menyatakan menolak dan menyatakan tak menerima dua permohonan pengujian Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Majelis menegaskan bahwa pasal tersebut tak bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan konstitusional oleh MK.

“Bahwa pendapat Ahli Made Weda dan Penasihat Hukum bahwa Pasal 27 ayat (3) tak berdiri sendiri melainkan merujuk ke KUHP selaku ‘genus’ adalah pendapat yang salah dalam membaca putusan MK tersebut,” sebut Nuraslam lagi membaca pertimbangan yang dibuatnya bersama dengan dua hakim lain, Suprapto dan Dahmiwirda.

Ditemui usai sidang, Salah seorang Penasihat Hukum Benhan, Ari Juliano Gema tersenyum ketika diminta komentarnya mengenai pertimbangan majelis ini. Ia menjelaskan bahwa struktur putusan MK itu terdiri dari beberapa hal, di antaranya konklusi dan pertimbangan. “Yang dibacakan oleh majelis PN Jaksel itu konklusi,” ujarnya.

Padahal, lanjut Ari, bila majelis hakim PN Jaksel teliti membaca pertimbangan putusan MK itu maka bisa ditemukan bahwa MK berpendapat bahwa Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP merupakan ‘genus’ dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dua pasal di KUHP itu dianggap bersifat umum yang mengatur penghinaan dan pencemaran, sementara Pasal 27 ayat (3) bersifat spesialis karena mengatur penghinaan dan pencemaran di dunia maya.

“Spesialis itu nggak bisa lepas dari genusnya,” ujar Ari.

Karenanya, ia berpendapat dakwaan jaksa yang hanya menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dinilai kurang tepat. “Kami memang mempersoalkan dakwaan jaksa, seharusnya kan kalau Pasal 310 dan Pasal 311 dianggap genus, jaksa harus men-juncto-kan dua pasal itu,” jelasnya.

Ari masih menyanyangkan majelis yang tak membaca pertimbangan MK secara utuh. “Yang kami bawa itu kan sebenarnya pertimbangan MK tersebut,” ujarnya.

Sebagai informasi, dalam ilmu hukum, di pertimbangan putusan itu dikenal adanya ratio decidendi, yakni pertimbangan hakim yang mendasari putusan. Pertimbangan jenis ini mempunyai daya ikat layaknya amar putusan majelis hakim.
Tags:

Berita Terkait