Uang Muka Klaim dalam Program BPJS Kesehatan
Berita

Uang Muka Klaim dalam Program BPJS Kesehatan

Sebagai upaya menjaga likuiditas dan sustainibilitas rumah sakit (RS).

ADY
Bacaan 2 Menit
Uang Muka Klaim dalam Program BPJS Kesehatan
Hukumonline
Fasilitas kesehatan (faskes) seperti rumah sakit mengeluhkan kelambanan pembayaran klaim oleh penyelenggara jaminan kesehatan. Persoalan inilah salah satu faktor penghambat kelancaran pelayanan kesehatan kepada peserta.

BPJS Kesehatan mencoba mengatasi masalah ini dengan kebijakan uang muka. Menurut Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro, kebijakan uang muka bisa menjaga likuiditas dan sustainibilitas fasilitas kesehatan. Melalui kebijakan ini, uang muka diberikan maksimal 50 persen dari tagihan sesuai Formulir Pengajuan Klaim (FPK) yang disodorkan fasilitas kesehatan.

“Kebijakan ini kami lakukan selain untuk menjaga likuiditas dan sustainibilitas rumah sakit atau faskes, juga diharapkan akan mendorong faskes memberikan pelayanan kesehatan terbaik, efektif dan efisien bagi peserta BPJS Kesehatan,” ujar Purnawarman dalam konferensi pers di Media Center BPJS Kesehatan, Kamis (20/02).

Hingga kini BPJS Kesehatan sudah membayar klaim enam RS yaitu  RS Medistra, Angkatan Darat Kabupaten Bone, Muara Dua, Metro, Harapan Bunda dan AMC Metro. Pembaya ke RS lainnya masih dalam proses verifikasi klaim. Hingga 19 Februari 2014 BPJS Kesehatan telah membayar kapitasi faskes tingkat pertama seperti Puskesmas dan klinik sebesar Rp645,1 milyar untuk bulan Januari dan Februari Rp395,2 milyar.

Koordinator advokasi BPJS Watch dan presidium KAJS, Timboel Siregar, menilai pelayanan yang digelar masih menuai banyak protes dari peserta. Sebagian besar keluhan itu meliputi pelayanan di lapangan dan menurunnya manfaat yang diterima peserta. Ia melihat persoalan itu tak lepas dari model pembiayaan BPJS Kesehatan kepada faskes yang menggunakan kapitasi dan INA-CBGs  yang dikebiri Permenkes No. 69 Tahun 2013 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Program JKN.

Sekalipun upaya perbaikan regulasi telah dilakukan lewat SE Menkes No. 31 dan No. 32 Tahun 2014, tapi menurut Timboel belum mampu mengatasi masalah yang ada di lapangan. Karena itu, BPJS Watch terus mendesak pemerintah merevisi bermacam regulasi yang berkaitan dengan tarif tersebut dengan cara menaikkan biaya kapitasi dan INA-CBGs. Kemenkes harus membahasnya lebih dulu bersama pemangku kepentingan seperti asosiasi rumah sakit, Puskesmas dan klinik.

“Selama 50 hari beroperasinya BPJS Kesehatan masih belum terlihat perbaikan yang signifikan di lapangan,” pungkas Timboel.
Tags:

Berita Terkait