Program BPJS Harus Menarik
Berita

Program BPJS Harus Menarik

Jumlah peserta mempengaruhi kesuksesan penyelenggaraan BPJS.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Program BPJS Harus Menarik
Hukumonline
Sistem jaminan sosial (Jamsos) yang berlaku di semua negara berbeda-beda. Menurut Kepala Biro SDM BPJS Ketenagakerjaan, Abdul Latif Algaff, bentuk Jamsos yang diselengarakan tergantung pada sistem ekonomi dan politik yang digunakan. Dengan membandingkan sistem Jamsos yang berlaku di satu negara dengan negara lain akan ditemukan bermacam perbedaan, seperti kelembagaan dan besaran iuran.

Misalnya, Algaff melanjutkan, di Korea Selatan (Korsel), dana Jamsos diambil dari pajak. Sebab, mayoritas masyarakat Korsel bekerja di sektor formal. Sehingga lebih mudah untuk mengumpulkan dana Jamsos lewat pemotongan pajak. Tapi di Indonesia, pekerja sektor formal sekitar 30 persen. Oleh karenanya, cukup sulit untuk menghimpun dana Jamsos dengan cara memotong pajak.

Oleh karenanya sistem Jamsos yang dianut Indonesia lewat BPJS menggunakan mekanisme membayar iuran bagi pesertanya dan ada subsidi dari pemerintah untuk masyarakat golongan tertentu. “Jadi bervariasi, tidak ada satu sistem Jamsos yang cocok diterapkan untuk semua negara,” kata Algaff dalam seminar yang digelar BPJS Ketenagakerjaan di Bandung, Kamis (20/2).

Mengacu hal tersebut, Algaff mengingatkan agar para pemangku kepentingan hati-hati dalam membangun BPJS. Sebab, harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia sehingga program BPJS dapat berjalan lancar dan berkelanjutan. Jika salah langkah, tidak menutup kemungkinan sistem Jamsos yang dibangun itu bakal gagal. Seperti Argentina di tahun 1990-an, gagal membangun sistem Jamsos karena masyarakat yang masuk masa pensiun lebih banyak ketimbang usia produktif. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi di Argentina mandek.

Untuk itu Algaff berpendapat diperlukan desain dan program yang tepat dalam membangun Jamsos yang dijalankan BPJS. Baginya hal tersebut harus diperhatikan secara serius, apalagi saat ini pemerintah telah mengucurkan ratusan triliun anggaran negara untuk membayar para PNS yang masuk masa pensiun.

Tapi, jika berhasil membangun Jamsos, Indonesia bakal menjadi sorotan masyarakat dunia. Sebab sistem yang digunakan BPJS merupakan sesuatu yang baru, karena dananya diperoleh dari iuran peserta dan subsidi pemerintah. Sedangkan negara lain kebanyakan menghimpun dana Jamsos dari hasil potongan pajak. Dengan BPJS, Indonesia saat ini tidak lagi dipandang sebagai negara berkembang, tapi maju.

Namun berhasil atau tidaknya sebuah sistem Jamsos dapat dilihat dari berapa banyak jumlah peserta. Semakin besar cakupannya maka sistem Jamsos yang digelar bakal sukses. Tapi, perluasan cakupan itu tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Ia melihat sebagian besar negara memperluas cakupannya secara bertahap. Tapi terwujudnya cakupan yang luas itu harus didukung banyak hal, salah satunya penegakan hukum.

Mengacu penyelenggaraan Jamsos yang sebelumnya, koordinator advokasi BPJS Watch sekaligus anggota presidium KAJS, Timboel Siregar, menilai PT Jamsostek dan Kemenakertrans serta Disnakertrans gagal melakukan penegakan hukum. Akibatnya, pekerja formal yang menjadi peserta Jamsostek hanya 30 persen.

Atas dasar itu Timboel menekankan BPJS Ketenagakerjaan, pemerintah dan pihak terkait lainnya harus punya langkah dan strategi agar mampu memperluas kepesertaan. Ia mengimbau BPJS Ketenagakerjaan memperhatikan amanat pasal 55 UU BPJS yang mengatur soal sanksi pidana dan perdata terhadap pemberi kerja. Sehingga dapat dimaksimalkan untuk mendorong peningkatan jumlah kepesertaan.

Program 'Pemanis'
Untuk menggaet lebih banyak peserta, Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Junaedi, mengatakan tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Tapi harus dibarengi dengan program 'pemanis' yang memicu orang mendaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Di era Jamsostek, program 'pemanis' itu digulirkan lewat dana peningkatan kesejahteraan peserta (DPKP), bentuknya seperti bantuan perumahan dan beasiswa.

Mengingat dampak yang ditimbulkan dari program itu cukup positif guna mendorong jumlah kepesertaan, Junaedi berharap program tersebut dipertahankan dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan. “Kami ingin membuat program BPJS Ketenagakerjaan itu punya daya tarik,” ucapnya.
Tags:

Berita Terkait