Rangking e-Government Indonesia Meningkat
Berita

Rangking e-Government Indonesia Meningkat

Tetapi tak setara dengan uang yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo. Foto: SGP
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eko Prasojo. Foto: SGP
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Eko Prasojo mengatakan peringkat e-Government Indonesia di tingkat dunia mengalami peningkatan dari peringkat 109 pada 2010 ke peringkat 97 pada 2012.

“Global e-Government ranking Indonesia mengalami peningkatan,” ucap Eko saat Seminar Internasional Cyberlaw di Bali lalu, Selasa (18/3).

Meski begitu, Eko belum puas dengan peningkatan ini. Pasalnya, kenaikan rangking tersebut tidak signifikan dengan uang yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia. Sudah Rp14 triliun dana yang dihabiskan pemerintah demi e-Government ini, seperti belanja infrastruktur dan software di bidang IT. Penilaian terhadap e-Goverment ini penting mengingat melalui e-Government, pemerintah akan menciptakan pemerintahan yang baik, seperti menjadi lebih transparan, akuntabel, dan efisien.

Eko juga membandingkan kemajuan negara-negara lain dalam menjalankan program e-Government. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia masih termasuk di peringkat bawah, seperti Thailand di peringkat 92; Filipina di rangking 88, dan Singapura berada di posisi 10 untuk tahun 2012.

Sedangkan peringkat 10 besar dunia di tahun 2012 secara berturut-turut adalah Korea Selatan, Belanda, Inggris, Denmark, dan Amerika Serikat. Lima berikutnya adalah Perancis, Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Singapura.

Tidak hanya itu, di Indeks Persepsi Korupsi 2013, Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara-negara tetangganya. Indonesia berada di peringkat 114. Posisi ini hanya berada dua kali lebih tinggi dari peringkat Vietnam, yaitu 116. Sedangkan Malaysia di peringkat 53, Korea Selatan di rangking 46, Jepang di posisi 18, dan posisi pertama dipegang oleh Singapura.

Eko berpendapat koordinasi yang kurang dan share culture yang sulit dibentuk sebagai penyebab kurang maksimalnya Indonesia dalam meningkatkan rangking e-Government dan IPK. Fakta di lapangan, setiap direktorat jenderal di kementerian memiliki sistem IT masing-masing apalagi antarkementerian. Padahal, budaya teknologi adalah budaya berbagi.

Mengatasi hal tersebut, Kementerian PAN RB menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dewan TIK Nasional (detiknas), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kerjasama ini bertujuan untuk membentuk masterplan e-government. Masterplan tersebut akan membangun kebijakan dan peraturan tentang e-Government, keamanan e-Government, IT Governance for Good Goverment, dan Pemerintah dengan single portal.

“Kita telah mengeluarkan banyak uang, tapi no significant impact. Untuk itu perlu share pengalaman dari negara-negara lain tentang e-Govermentnya,” tandasnya.

Uniknya, Pakar Hukum Telematika Universitas Leiden, Marten Voulon tak mengetahui darimana asal rangking yang dipaparkan Eko Prasojo. Profesor asal Belanda ini pun tidak bisa menjelaskan bagaimana pemerintah Belanda menaikan peringkat e-Governmentnya dari rangking 5 ke rangking 2.

Kendati demikian, ia mengatakan salah satu kunci keberhasilan negeri Belanda dalam e-Governmentnya adalah dengan meng-online-kan seluruh pelayanan pemerintahan. “Pada dasarnya, akan lebih banyak lembaga pemerintahan yang online. Itu menjadi kebijakan kami. Dan kami menegaskan bahwa 60 persen dari semua e-government harus didistribusikan secara online,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait