Saingan Ketat, Banyak Notaris Banting Harga
Berita

Saingan Ketat, Banyak Notaris Banting Harga

Tak sesuai dengan honorarium yang sudah diatur organisasi.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Ketua Ikatan Notaris Indonesia Adrian Djuaeni. Foto: RES
Ketua Ikatan Notaris Indonesia Adrian Djuaeni. Foto: RES
Pertumbuhan notaris yang begitu pesat dari tahun ke tahun menimbulkan masalah baru. Persaingan antar rekan seprofesi tak terelakkan. Berbagai cara pun dilakukan demi mendapatkan klien atau demi kelangsungan hidup.

Salah satu cara mencengangkan yang dilakukan notaris adalah menurunkan honorarium yang telah ditetapkan Ikatan Notaris Indonesia. Tindakan ini terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara. Notaris di Sulawesi Tenggara membanting harga sedemikian murahnya sehingga teman profesinya yang memasang honorarium seperti yang diatur organisasi menjadi tidak mendapat klien.

“Honorarium itu dibanting sedemikian kecil sehingga ada notaris yang sama sekali tidak membuat akta,” tutur Asbar Imran dari perwakilan Pengwil Sulawesi Tenggara dalam Rapat Pleno Pengurus Pusat yang Diperluas Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan di Jakarta, Senin (24/3).

Tindakan ini tentu melanggar Pasal 4 angka 10 Kode Etik Notaris. Ketentuan tersebut mengatur notaris dilarang menetapkan honorarium yang harus dibayar klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan.

Mendengar permasalahan tersebut, Ketua Umum INI Adrian Djuaeni mengatakan fenomena ini bersumber dari tingginya pertumbuhan populasi notaris yang begitu cepat dengan pendidikan profesi notaris yang menjamur. Prodi-prodi notaris dibuka dengan begitu mudah, sistem pengajaran yang kurang baik, sehingga kualitas dan tanggung jawab moral notaris itu sendiri kurang.

“Pertumbuhan populasi notaris itu 1000 setiap tahunnya,” ucap Adrian kepada hukumonline, Senin (24/3).

Pertumbuhan notaris yang begitu pesat tak sejalan dengan formasi jabatan notaris. Adrian menilai formasi jabatan notaris adalah salah satu biang timbulnya masalah ini. Formasi jabatan notaris tidak tertata dengan baik. Alhasil, banyak notaris yang hanya berkumpul di satu titik saja, seperti Jakarta.

“Kue itu kan tidak bertambah, sementara itu notaris banyak. Akhirnya ya berebut-berebut. Parahnya, tidak hanya berebut, sudah tahu itu kotor (ada persoalan hukum, red), diambil juga,” lanjutnya.

Ketika para notaris sudah berebut penghasilan, sambung Adrian, harkat dan martabatnya sebagai notaris sudah tidak diperhatikan lagi. Padahal, seorang notaris menyandang status sebagai pejabat umum, seorang yang terhormat. Adrian menambahkan lagi agar para notaris harus menjaga makna dari Burung Garuda yang dapat dipergunakan para notaris. Menurutnya, tidak semua profesi dapat menggunakan Burung Garuda dalam melakukan tindakan hukumnya.

“Coba lihat yang pakai Burung Garuda itu siapa, di bumi Indonesia itu kan Menteri, terhormat. Berat itu bebannya,” tegasnya.

Terhadap persoalan ini, solusi yang ditawarkan Adrian adalah memperbaiki sistem formasi jabatan notaris itu sendiri. Usulan perbaikan formasi jabatan ini sudah pernah dikomunikasikan ke Kementerian Hukum dan HAM, sayangnya pihak kementerian belum juga menata dengan baik formasi jabatan notaris itu. Tidak hanya di sisi formasi, Adrian juga meminta agar kualitas dari notaris itu sendiri ditingkatkan.

Salah satu cara meningkatkan kualitas notaris adalah menjalankan program magang notaris dengan baik. Saat ini, UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mensyaratkan jangka waktu magang notaris adalah selama 24 bulan berturut-turut setelah lulus S2 Kenotariatan.

Melalui program magang yang menjadi 24 bulan berturut-turut ini, Adrian berharap para calon notaris dapat memahami benar profesi notaris yang akan digelutinya. Dan Adrian membantah keras jika magang dua tahun ini adalah bentuk moratorium terselubung terhadap profesi notaris yang terus menjamur.

“Bukan, ini bukan moratorium terselubung, tetapi justru untuk kualitas dari calon notaris itu sendiri,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait