Diskors, Mahasiswa Untag Gugat SK Rektor ke PTUN
Rechtschool

Diskors, Mahasiswa Untag Gugat SK Rektor ke PTUN

Imbas dari pemberangusan organisasi kemahasiswaan.

Oleh:
M-17
Bacaan 2 Menit
Demo Mahasiswa Untag. Foto: LBH Jakarta
Demo Mahasiswa Untag. Foto: LBH Jakarta
Sejumlah mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (Untag) berencana menggugat Surat Keputusan (SK) Rektor ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gugatan ini merupakan imbas dari tindakan Yayasan dan Rektor Untag yang dianggap merugikan mahasiswa. Yayasan dan Rektor menerapkan sanksi drop out (DO), skorsing maupun denda adminsitratif bagi sejumlah mahasiswa yang kerap menyampaikan kritikan. Tak hanya itu, organisasi kemahasiswaan (ormawa) juga diberangus di kampus tersebut.

“Kami memohon agar PTUN membatalkan SK tersebut,” ujar pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, pekan lalu (16/4).

Nelson menjelaskan SK tersebut diterbitkan pada 3 Februari 2014 lalu. Berdasarkan hukum acara yang berlaku, gugatan PTUN diajukan maksimal 90 hari sejak SK itu diterbitkan. “Berarti selama tiga bulan sebelum Mei, kami akan gugat. Sebelum masuk gugatan, kami akan melakukan somasi,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut, Nelson menuturkan bahwa sanksi skorsing tidak merujuk kepada buku panduan akademik. Ia menjelaskan di dalam buku itu, maksimal skorsing adalah dua semester, tetapi para mahasiswa justru diskorsing selama enam semester. “Apakah syarat ini sesuai dengan buku panduan akademik. Konyol namanya membuat kebijakan yang tidak ada panduan dalam aturannya,” tambah Nelson.

Para mahasiswa yang memprotes kebijakan Yayasan dan Rektor Untag itu adalah, di antaranya, Mamat Suryadi, Zainudin Alamon, Ade Arqam Hidayat, Arnold Dedy Salam Mau, Patrisius Berek, Muhammad Sani, Alfi Wibowo, dan Muhammad Ramansyah. Mereka melakukan aksi unjuk rasa menolak sikap Yayasan dan Rektor tersebut pada 19-20 Desember 2013 lalu.

Unjuk rasa ini dilakukan karena Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di tingkat fakultas dan universitas, Senat Mahasiswa Fakultas, Himpunan Mahasiswa Jurusan, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), Pecinta Alam Untag’45 Jakarta (PATAGA), Resimen Mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa di bidang seni dan teater habis diberangus dan sekarang tidak aktif lagi.

“Selain itu, hampir seluruh hal yang berhubungan dengan mahasiswa ‘diuangkan’. Misalnya pungutan atas ujian susulan sebesar Rp200 ribu dan apabila mahasiswa terlambat membayar uang kuliah dikenakan denda sebesar Rp25 ribu. Hal ini sangat memberatkan, padahal, mahasiswa di kampus ini rata-rata berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah,” demikian bunyi siaran pers LBH Jakarta.

Nelson menilai pemberangusan organisasi kemahasiswaan dan pemecatan terhadap para mahasiswa ini merupakan pelanggaran hak-hak dasar manusia untuk mendapatkan pendidikan, juga kemerdekaan menyampaikan pendapat, berorganisasi, dan berkumpul. Hak-hak itu dijamin dalam konstitusi, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), dan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Mahasiswa harus diberikan ruang untuk mengaktualisasikan dirinya di bangku kuliah melalui berbagai organisasi kemahasiswaan di lingkungan kampus karena mereka ini yang akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa depan yang penuh tantangan,” tegasnya.

Selain melayangkan gugatan ke PTUN, para mahasiswa juga akan menyambangi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka meminta Kemendikbud dan DPR memanggil dan memberikan sanksi kepada Universitas 17 Agustus Jakarta.
Tags:

Berita Terkait