Pilkada Serentak Nasional Mulai 2020
Berita

Pilkada Serentak Nasional Mulai 2020

RUU Pilkada diusulkan memasukkan penggabungan pelaksanaan Pilkada dan pemilu anggota DPRD. Disertai ketentuan peralihan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pilkada Serentak Nasional Mulai 2020
Hukumonline
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) baik gubernur maupun bupati/walikota secara serentak ditargetkan mulai tahun 2020 menyusulkan keluarnya putusan MK terkait pemilu legislatif dan pemilu presiden serentak. Pilkada serentak yang direncanakan setelah pemilu nasional 2019 ini sudah masuk di Panitia Kerja RUU Pilkada.

“Tahapan pilkada akan dimulai tahun 2015 di 205 daerah, tahun 2018 di 168 daerah, dan secara nasional bisa dimulai tahun 2020,” kata Kepala Subdirektorat Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Andi Bataralifu saat berbicara dalam dalam sesi seminar Konferensi Nasional Hukum Tata Negara di Sawahlunto Sumatera Barat, Jum’at (30/5).

Selain Andi - yang menggantikan ketidakhadiran Dirjen Otonomi Daerah Prof Djohermansyah Djohan – seminar ini menampilkan pembicara lain yaitu Peneliti LIPI Prof R Siti Zuhro dan Direktur Perludem Didik Supriyanto. Sesi kedua seminar bertemakan “Pemlihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Serentak.”   

Andi mengatakan perkembangan pembahasan RUU Pilkada bersama Panja DPR dinamika cukup tinggi. Secara substansi, Panja DPR kecenderungannya masih mempertahankan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung baik gubernur maupun bupati/walikota.

Meski demikian, berbagai persoalan semua materi RUU Pilkada yang secara linier mengiringi pelaksanaan pilkada selama ini, Panja RUU Pilkada merespon positif keenam substansi pokok untuk ditindaklanjuti dalam perumusan norma. RUU Pilkada yang merupakan derivasi dari RUU Pemerintahan Daerah, pemerintah dan DPR berkomitmen untuk memperbaiki teknis pelaksanaan Pilkada mulai dari anggaran, proses pencalonan, kampanye, pelaksanaan hingga penyelesaian sengketa.

Mengutip makalah Djohermansyah Djohan setidaknya ada tujuh materi pembahasan dari RUU inisiatif pemerintah ini. Pertama, mekanisme pemilihan kepala daerah, gubernur dipilih oleh DPRD dan bupati/walikota dipilih secara langsung. Kedua, pemilihan kepala daerah tidak dipilih secara berpasangan, wakil kepala daerah ditunjuk oleh kepala daerah dari kalangan PNS atau non-PNS.

Ketiga, politik dinasti tidak dilarang, tetapi dibatasi selang waktu satu kali periode masa jabatan kepala petahana. Keempat, penyelesaian sengketa dialihkan dari MK dengan putusan final dan mengikat ke MA yang didelegasikan ke pengadilan tinggi yang dapat dikoreksi melalui upaya hukum luar biasa. Kelima, seperti format pemilu nasional 2019, pilkada serentak lokal pada tahun 2020.

Keenam, standarisasi dana pilkada disertai sanksi bagi kepala daerah dan DPRD yang tidak mengganggarkan dana pilkada dalam APBD. Ketujuh, pembatasan dana kampanye dengan memperjelas volume, sebaran wilayah, durasi, frekuensi kampanye guna mereduksi biaya politik tinggi.

Perlu norma baru
Didik Supriyanto mengusulkan RUU Pilkada perlu memasukkan norma baru terkait penggabungan pelaksanan Pilkada dan pemilu anggota DPRD. Kedua, perlu memasukkan ketentuan transisi/peralihan menuju jadwal tetap pemilu nasional dan pemilu daerah dalam kurun waktu lima tahunan.

Ketentuan peralihan menyangkut dua hal yaitu Pilkada yang berlangsung sepanjang Juni 2015 hingga Juni 2016 digabung pelaksanaannya pada Juni 2016. Pengunduran jadwal Pilkada ini masa jabatan kepala daerah diperpanjang hingga terpilihnya pejabat baru melalui Pilkada gabungan itu hingga Oktober 2021.

Pelaksanaan Pilkada setelah Juni 2016 hingga Desember 2018 atau Januari 2019 tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Namun, ditegaskan masa jabatan kepala daerah baik gubernur atau bupati/walikota berakhir pada Oktober 2021. “Setelah diundangkan, pemerintah, KPU, dan partai politik segera melakukan sosialisasi jadwal Pilkada yang baru agar memiliki pemahaman yang sama,” kata Didik.

Siti Zuhro berharap pelaksanaan Pilkada serentak selain mampu mengurangi biaya, juga mengurangi fragmentasi politik dalam masyarakat dan mendorong pemilih bersikap rasional dan kritis. Selain itu, kata dia, Pilkada dapat mengurangi jumlah calon secara signifikan, sehingga memudahkan pemilih menjatuhkan pilihan.

“Pilkada serentak dapat menjadi koreksi pilkada sebelumnya yang dinilai kurang berdampak terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. Selain mempersiapkan instrumen undang-undangnya, partai dan penyelenggara harus komitmen mensukseskan Pilkada serentak ini,” harapnya.
Tags:

Berita Terkait