Dengar Musik Sambil Mengemudi Berujung Pidana
Edsus Lebaran 2014

Dengar Musik Sambil Mengemudi Berujung Pidana

Lantaran volume musik yang besar, terdakwa tak mendengar sirine ambulans sehingga menabrak dan menghilangkan nyawa orang lain.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES (Ilustrasi)
Foto: RES (Ilustrasi)
Setiap orang mungkin sering melihat atau bahkan melakukan hal yang sama, yakni mendengarkan lagu di dalam mobil dengan volume besar. Namun, situasi ini tak selalu berujung bahagia. Gara-gara mendengarkan lagu dengan volume keras di dalam mobil dan tak waspada, seorang mahasiswi harus mendekam di penjara selama satu tahun.

Kisahnya bermula pada tanggal 1 Juni 2008 dini hari. Seorang mahasiswi bernama Putri Rizki Indrasarie harus mengalami kejadian yang tak akan dilupa seumur hidupnya. Bersama dengan dua temannya, pada dini hari, Putri harus mengalami kecelakaan lalu lintas yang malah membuat dirinya dipidana.

Kecelakaan tersebut terjadi di perempatan Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Putri bersama dua temannya, Kadek Jason Lasya dan Nuraina menabrak mobil ambulans yang akan melintasi perempatan. Padahal, saat akan melintas dari sebelah kiri jalan, mobil ambulans tersebut telah menyalakan sirine dan lampu isyarat berwarna biru.

Suara sirine ambulans dan lampu isyarat berwarna biru tak membuat Putri waspada. Sesaat sebelum menabrak, Putri tengah berbincang dengan Jason dengan jendela mobil tertutup rapat. Sedangkan suasana di dalam mobil, saat itu tape musik dalam keadaan hidup dengan volume suara yang besar. Bahkan tingkat volume sampai angka 15 karena lagu yang diperdengarkan adalah lagu kesukaan Nuraina.

Namun, untung tak dapat diraih. Mobil ambulans yang tengah membawa pasien gawat darurat berumur 73 tahun bernama Janu Utomo karena gagal ginjal tersebut tertabrak oleh mobil Honda Jazz berwarna merah yang dikendarai Putri. Honda Jazz tersebut tak sempat mengerem. Kecepatan mobil yang dikemudikan Putri itu lebih dari 50 km per jam.

Benturan tak dapat dihindarkan. Mobil yang dikendarai Putri pun menabrak bagian sisi kanan ambulans. Alhasil, ambulans tersebut terguling ke arah kiri lalu membentur trotoar sampai kemudian ambulan tersebut kembali ke posisi normal dengan menghadap serong.

Dari tabrakan tersebut, Janu dan Retno Indrarti terlempar keluar dari mobil ambulans dan tubuh mereka membentur aspal jalan. Akibat benturan tersebut, Janu Utomo meninggal dunia. Dari keterangan visum, di tubuh Janu terdapat luka memar, luka lecet, luka robek dan patah tulang pada kepala serta anggota gerak lainnya. Bukan hanya itu, Janu juga mengalami pendarahan dari mulut, hidung dan telinga akibat kekerasan tumpul sehingga menyebabkan kematian.

Sedangkan Retno mengalami luka-luka memar di kepala, dada, perut, paha kiri, siku kiri dan robek pada dahi, hidung, paha kiri serta tungkai kanan. Luka-luka yang hampir sama juga dialami pengemudi ambulans Januari Purwoko, perawat Risa Citra Dewi dan Chrisanti Indrani. Sama dengan Retno, ketiga saksi korban ini juga mengalami luka memar di sekujur tubuh mereka.

Akibat kejadian ini, Putri dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana lantaran lalai yang mengakibatkan kematian dan luka-luka bagi orang lain. Putri dianggap melanggar dakwaan kesatu yakni Pasal 359 KUHP dan dakwaan kedua yaitu, Pasal 360 ayat (2) KUHP.

Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putri diputus bersalah melanggar dakwaan kesatu dan dakwaan kedua tersebut. Akibatnya, Putri dijatuhkan pidana penjara selama satu tahun. Putusan ini dibacakan pada tanggal 14 November 2008 dengan keputusan Nomor 1404/Pid.B/2008/PN. Jak.Sel.

Putusan ini lebih ringan satu tahun dari tuntutan penuntut umum sebelumnya yang berharap agar Putri dipidana selama dua tahun. Atas dasar itu, penuntut umum pun mengajukan banding. Tak mau kalah, pihak terdakwa juga mengajukan banding walaupun putusan tingkat pertama lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Di tingkat Pengadilan Tinggi Jakarta, putusan yang sama kembali dijatuhkan. Bahkan, putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.141/PID/2009/PT.DKI tertanggal 9 Juli 2009 itu menguatkan putusan yang pernah dijatuhkan PN Jakarta Selatan. Namun di tingkat kasasi, terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) di antara para hakim.

Satu sisi, hakim melihat bahwa kelalaian berat bukan pada diri Putri lantaran saat melintasi perempatan tersebut, lampu lalu lintas yang dilalui Putri masih hijau. Sedangkan saat melintasi perempatan, ambulans menabrak lampu lalu lintas yang berwarna merah.

Sedangkan hakim lainnya menilai bahwa kelalaian berat ada pada diri Putri. Hal ini didukung oleh sejumlah keterangan saksi-saksi yang menyatakan bahwa sebelum melintasi perempatan ambulans mengurangi kecepatannya dan membunyikan sirine serta menyalakan lampu isyarat yang berwarna biru.

Lantaran tak terjadi kesepakatan dalam perkara ini, maka sesuai Pasal 30 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (MA), jika musyawarah tak mencapai mufakat maka diambil keputusan dengan suara terbanyak.

Hasil keputusan akhirnya menolak kasasi dari pemohon dan menyatakan Putri tetap bersalah dalam perkara ini. Putusan tersebut dijatuhkan pada hari Selasa tanggal 22 Februari 2011 atau hampir tiga tahun lamanya dari terjadinya perkara.
Tags:

Berita Terkait