Kisah Sopir Metromini Ugal-Ugalan yang Kena Dolus Eventualis
Edsus Lebaran 2014

Kisah Sopir Metromini Ugal-Ugalan yang Kena Dolus Eventualis

Sopir yang mengakibatkan kecelakaan dan kematian bisa dihukum dengan pasal pembunuhan.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Bus Metromini. Foto: RES  (Ilustrasi)
Bus Metromini. Foto: RES (Ilustrasi)
Berhati-hatilah ketika mengemudikan kendaraan di jalan raya. Risiko tertinggi di jalanan adalah kematian. Tak peduli apakah anda seorang supir, penumpang, pejalan kaki, pedagang kaki lima, atau hanya seseorang yang tengah menikmati keindahan taman di sudut kota jalanan.

Cerita kematian di jalanan mungkin dianggap sebagai cerita yang biasa. Namun, perlu diingat, selalu ada tanggung jawab hukum yang diemban saat kecelakaan itu terjadi, apalagi kecelakaan yang berujung maut. Pelaku penyebab kecelakaan bahkan bisa mendekam di penjara dalam waktu yang tak sebentar.

Contohnya adalah Ramses Silitonga, sopir “Metromini Maut” pada 1994. Akibat mengemudi secara ugal-ugalan, dia divonis oleh Mahkamah Agung (MA) dengan 15 tahun penjara. Uniknya, Ramses divonis berdasarkan Pasal 338 KUHP yang mengatur mengenai pembunuhan dan teori dolus eventualis (sengaja dengan kemungkinan).

Kasus ini berawal dari sopir Metromini jurusan Semper-Senen yang mengemudi secara ugal-ugalan dan tidak mematuhi aturan lalu lintas dengan baik. Padahal, kala itu, Sopir asal Siborong-borong, Sumatera Utara, ini mengangkut penumpang hingga berjumlah 46 orang. Sementara, daya tampung metromini hanya sampai maksimal 25 orang penumpang.

Ramses tetap mengemudikan metromininya secara ugal-ugalan, meski tahu bahwa kondisi jalan pada trakyek itu berlubang-lubang. Ramses tentu tahu dengan kondisi itu karena dia melewatinya setiap hari. Lantaran melaju dengan sangat kencang, kernet bus dan penumpang telah berulang kali mengingatkan Ramses untuk mengurangi laju kendaraan. Namun, peringatan ini diabaikan Ramses. Metromini masih dilajukan dengan sangat cepat serta meliuk-liuk untuk menghindari lubang.

Pria yang juga disapa Honas ini pun terkena batunya. Ia tak bisa menghindari lubang yang menganga besar di jalanan. Bus yang tengah melaju kencang tersebut akhinya nyemplung ke Kali Sunter yang airnya terkena polusi logam berat. Kejadian ini memakan korban, yaitu 13 orang menderita luka-luka dan 33 orang meninggal dunia.

Pasca kecelakaan tersebut, para petugas memeriksa kondisi metromini. Sayangnya, kondisi kendaraan yang digunakan pun tak layak pakai. Kunci kontak mesin beserta rumahnya sudah terlepas dan stang stir tidak dapat diputar dengan baik ke kiri dan ke kanan.

Kasus ini diadili oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Majelis yang memeriksa perkara ini adalah Soemardjo, Thomas Sumardi, dan R Soetatmo Hadi Broto Sedjati. Mereka menghukum Ramses dengan pidana penjara selama 15 tahun dan mencabut hak Ramses untuk memeroleh Surat Izin Mengemudi (SIM) selama 10 tahun terhitung sejak selesai menjalankan hukumannya pada Selasa, 2 Mei 1995.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpandagang bahwa Ramses memenuhi teori dolus eventualis yang digunakan jaksa penuntut umum. Sebagai sopir, Ramses seharusnya dapat memperkirakan bahwa tindakan ugal-ugalan saat mengendarai mobil di jalanan dengan kecepatan tinggi di jalanan yang berlubang, dan kondisi metromini yang tak layak pakai, serta jumlah penumpang yang melebihi daya tampung tentu dapat menyebabkan kecelakaan yang berujung kematian meskipun kematian tersebut tidak dikehendaki.

Namun, sang sopir tidak peduli dan berani ambil risiko tersebut. Hakim berpandangan bahwa sang sopir telah bertindak gegabah dan memandang enteng kemungkinan-kemungkinan terburuk yang dapat terjadi. Lantaran menganggap remeh dan mengabaikan peringatan-peringatan dari kernet dan penumpang, alhasil, teori In Kauf Nehmen ini pun diterapkan para hakim.

Akibatnya, Ramses dianggap memenuhi unsur melakukan pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHP. Ini kali pertama, teori Dolus Eventualis diakui oleh majelis hakim di Indonesia.

Putusan bersejarah ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta hingga Mahkamah Agung. Bahkan, MA memperpanjang larangan bagi Ramses untuk memperoleh SIM hingga 20 tahun pasca menjalankan pidana.

Sebagai informasi, teori dolus eventualis atau dalam teori hukum pidana dikenal dengan “Sengaja dengan kemungkinan” merupakan teori yang meyakini bahwa pelaku menyadari sepenuhnya tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dari suatu perbuatan. Kendati demikian, perbuatan itu tetap dilakukan dengan sengaja oleh pelaku meskipun ada alternatif lain untuk menghindari terjadinya kemungkinan terburuk itu.

Namun, tak semua kasus serupa menghasilkan putusan yang sama. Lain majelis, lain pula pertimbangan hukumnya. Kasus Afriyani Susanti salah satunya. Meskipun penuntut umum telah menerapkan teori dolus eventualis untuk pemenuhan unsur sengaja dalam Pasal 338 KUHP, majelis hakim menganggap Afriyani tak memenuhi unsur ini lantaran tak ada niat dan kehendak untuk membunuh para korban.

Kasus kecelakaan maut lain yang juga tidak diterapkan Pasal 338 KUHP adalah kasus Rasyid Rajasa dan AQJ. Tentu, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut memiliki pertimbangan dan keyakinan masing-masing. Terlebih lagi, UU tentang Lalu Lintas telah hadir ditengah-tengah hukum Indonesia dalam menjawab kasus kecelakaan di jalan raya.
Tags:

Berita Terkait