IDI Berharap Pasal Pidana Tak Berlaku Bagi Dokter
Berita

IDI Berharap Pasal Pidana Tak Berlaku Bagi Dokter

Pasal pidana harus diterapkan secara ketat dan hati-hati bagi tenaga kesehatan termasuk dokter.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berharap kepadamajelis MK untuk tidak memberlakukan norma hukum yang biasa untuk penjahat atau pelaku kriminal terhadap profesi dokter. Sebab, tidak ada satupun dokter menjalankan profesinya berniat jahat kepada pasiennya layaknya penjahat.  

“Kami mohon kepada majelis hakim yang mulia untuk tidak memberlakukan norma hukum yang biasa diberlakukan pelaku kriminal,” kata Ketua Umum IDI Zaenal Abidin saat memberikanketerangan sebagai pihak terkait dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 66 ayat (3) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokterandi ruang sidang MK, Kamis (4/9).

IDI juga meminta MK memberi ketetapan hukum tentang prosedur hukum yang khusus (lex specialis) dalam menilai dan menentukan seorang dokter benar atau salah dalam menjalankan pekerjaan profesinyasebagai dokter.

Misalnya, memberlakukan proses pemeriksaan yang berjenjang/bertingkat dimulai dari proses pemeriksaan etika dan disiplin di MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) dan MKDKI (Majelis Kehormatan DisiplinKedokteran Indonesia) sebagai proses pemeriksaan tingkat pertama.

Menurut dia, pemeriksaan tingkat pertama ini berfungsi sebagaipenilai apakah ada pelanggaran hukum atau tidak atas tindakan dokter tersebut. “Apabila tidak ditemukan indikasi pelanggaran hukum, proses pemeriksaan dan pemberian sanksi cukup diputus di tingkat MKEK dan MKDKI. Namun, apabila ditemukan indikasi pelanggaran hukum (ada unsur pidana), akanditeruskan ke kepolisian atau pengadilan,” kata Zaenal.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muh. Arif Setiawan menilai proses berjenjang melalui MKDKI tidak akan menghilangkan hak pelapor atas dugaan tindak pidana. Akan tetapi, harus terlebih dulu menunggu proses penyelesaian di MKDKI.

Nantinya, putusan yang dikeluarkan MKDKI bisa menjadi rekomendasi bagi pengadilan dalam menjatuhkan putusannya. Menurutnya, putusan pengadilan (pidana) yang memuat bukti putusan MKDKI tidak akan menimbulkan kontroversi  karena dinilai bertentangan dengan disiplin kedokteran.

“Proses penegakan hukum pidana harus mutlak ada bukti berupa putusan MKDKI yang menyatakan dokter bersalah melakukan pelanggaran disiplin profesi,” kata Arif yang sengaja dihadirkan pemohon ini.

Bisa dipidana
Ahli lain pemohon lainnya, Pakar Hukum Kesehatan M. Nasser berpendapat penerapan pasal pidana harus diterapkan secara ketat dan hati-hati bagi tenaga kesehatan termasuk dokter. Menurutnya, tenaga kesehatan seharusnya bisa dipidana apabila melakukan praktik di luar kompetensi yang dimilikinya dan mengandung unsur kesengajaan dan perencanaan.

“Adanya unsur pembiaran terencana atau kelalaian berat juga bisa dipidana, terlebih dilakukan berulang-ulang,” ujar pria yang tercatat sebagai Komisioner Kepolisian Nasional ini.

Arif juga sepakat apabila dugaan jenis tindak pidana yang dapat dilaporkan masyarakat ke MKDKI  dibatasi. Misalnya, perbuatannya dirumuskan dalam bentuk kesalahan kesengajaan (opzet) dan kelalaian berat.      

Sebelumnya, empat orang dokter yakni  Eva Sridiana, Agung Sapta Adi, Yadi Permana, dan Irwan Kreshnanamurti mempersoalkan Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran. Para pemohon memandang luasnya ruang lingkup tindak pidana dalam pasal itu secara tak langsung memberi ancaman ketakutan bagi dokter saat memberikan pelayanan medis. Sebab, seolah seluruh tindakan dokter berpotensi tindak pidana.

Seperti yang dialami dokter Dewa Ayu Sasiary Prawari, dokter Hendry Simanjuntak, dan dokter Hendy Siagian yang dijatuhi pidana selama 10 bulan melalui putusan MA No. 90/PID.B/2011/PN MDO. Gara-gara kasus ini dokter melakukan mogok. Karenanya, para pemohon meminta Pasal 66 ayat (3) harus dimaknai dugaan tindak pidana hanya tindakan kedokteran yang mengandung unsur kesengajaan atau kelalaian berat yang telah dinyatakan terbukti dalam sidang MKDKI sebelumnya.
Tags:

Berita Terkait