OJK Minta Perbankan Hentikan Perang Suku Bunga
Utama

OJK Minta Perbankan Hentikan Perang Suku Bunga

Selain memanggil pimpinan industri perbankan, OJK akan menggandeng KPPU untuk mengatasi masalah itu.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta agar bank-bank besar menghentikan perang suku bunga deposito. Mayoritas, bank-bank tersebut masuk kategori BUKU III dan BUKU IV. Terkait situasi ini, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, menegaskan akan menindak perbankan yang melakukan perang suku bunga deposito tersebut.

"Saya minta bank untuk menghentikan (perang suku bunga deposito, red)," kata Muliaman di kantornya, Jumat (19/9).

Muliaman mengatakan, OJK tengah mendalami fenomena yang disebabkan oleh perilaku para deposan besar. "Situasi ini tidak bisa didiamkan. OJK sedang mendalami dan sekaligus minta industri jangan sampai masuk trap persaingan suku bunga deposito karena dipicu oleh perilaku deposan besar," katanya.

Atas dasar itu, OJK akan segera memanggil pimpinan industri perbankan yang terlibat dalam perang suku bunga deposito. Menurutnya, perang suku bunga ini terjadi lantaran banyaknya deposan yang pindah bank lantaran dikasih bunga tinggi. "Masing-masing bank lalu bersaing, terutama yang di BUKU III dan IV," katanya.

Persaingan usaha tak sehat juga dilihat OJK terkait dengan suku bunga kredit mikro yang tinggi. Untuk mengatasi hal ini, kata Muliaman, OJK akan berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurutnya, tingginya suku bunga kredit mikro membuat masyarakat semakin tertekan.

"OJK sedang bekerja ke arah sana, kemungkinan kita caping. Tetapi berapa besar harus dilihat secara baik, artinya jangan sampai tinggi sekali. Marjinnya kan tinggi sekali," tutur Muliaman.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan terdapat beberapa fokus kebijakan BI untuk menekan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Perbankan Indonesia. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, setidaknya ada enam langkah BI dalam menekan SBDK tersebut.

Pertama, menjaga BI rate pada level yang cukup rendah. Perry menilai cara ini penting meski respon cost of fund belum simetris dengan perubahan BI rate. Menurutnya, selama ini penurunan BI rate senantiasa diikuti oleh penurunan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rate yang dijadikan acuan oleh perbankan dalam menentukan suku bunga simpanan.

Kedua, terkait aturan. Mengenai SBDK ini BI telah mengeluarkan ketentuan publikasi informasi SBDK pada Maret 2011 silam, termasuk juga pengaturan tambahan mengenai segmen mikro pada Februari 2013 lalu. Ketiga, terdapatnya kewajiban bank dalam memasukan target efisiensi antara lain BOPO, NIM dan suku bunga kredit di dalam Rencana Bisnis Bank (RBB). Selanjutnya RBB tersebut dimonitor pencapaiannya oleh BI sebagai bagian dari supervisory action.

Keempat, selaku pengawas, BI melakukan pemantauan secara rutin terhadap suku bunga baik kredit maupun simpanan yang dilaporkan oleh bank. Kelima, BI mendorong linkage program antara bank umum dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuan program ini untuk mendapatkan dana tambahan dengan suku bunga yang relatif rendah yang nantinya disalurkan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

"Sehingga suku bunga kredit UMKM yang dikenakan kepada masyarakat dapat ditekan," kata Perry.

Keenam, BI harus menentukan ketentuan Multilicense. Pada langkah ini salah satu aspek yang dipertimbangkan oleh BI adalah melakukan evaluasi RBB terkait dengan pembukaan jaringan kantor. Yakni menyangkut aspek efisiensi, sehingga dapat mendorong bank untuk senantiasa meningkatkan efisiensinya dalam menekan suku bunga kredit.
Menurut Perry, bank wajib menyalurkan kredit produktif dengan kisaran 55 persen sampai 70 persen dari total kredit yang wajib dipenuhi paling lambat akhir bulan Juni 2016. Dengan ada kewajiban ini supply kredit produktif akan bertambah sehingga akan meningkatkan persaingan dan pada akhirnya dipercaya dapat menekan suku bunga kredit.

"Kewajiban penyaluran kredit produktif tersebut termasuk di dalamnya kewajiban bank untuk menyalurkan kredit kepada UMKM minimal 20 persen dari total kredit bank yang pemenuhannya secara bertahap sampai dengan tahun 2018," tutup Perry.
Tags:

Berita Terkait