MK Perjelas Alasan Pembatalan Putusan Arbitrase
Berita

MK Perjelas Alasan Pembatalan Putusan Arbitrase

Dihapusnya, Penjelasan Pasal 70 AAPS tidak ada lagi hambatan bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan atas putusan arbritase.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Panitera MK Kasianur Sidauruk saat memberikan salinan putusan kepada kuasa hukum Pemohon Andi Syafrani, Selasa (11/11). Foto: Humas MK
Panitera MK Kasianur Sidauruk saat memberikan salinan putusan kepada kuasa hukum Pemohon Andi Syafrani, Selasa (11/11). Foto: Humas MK
Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi Penjelasan Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS). Mahkamah mengamini dalil pemohon, Darma Ambiar dan Sujana Sulaeman yang menganggap ketentuan tersebut tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Menyatakan Penjelasan Pasal 70 UU AAPS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 15/PUU/XII/2014 di ruang sidang pleno MK, Selasa (11/11).    

Sebelumnya, kedua pemohon yang mengatasnamakan Direksi PT Menerina Cipta Guna dan PT Bangun Bumi Bersatu mempersoalkan Penjelasan Pasal 70 UU AAPS karena dianggap rancu dan mengandung norma baru. Sebab, gara-gara penjelasan itu, norma pokok Pasal 70 UU AAPS sendiri menjadi tidak operasional dan menghalangi hak hukum pemohon memperoleh keadilan dengan mengajukan pembatalan putusan arbitarase. Seperti, saat bersidang di PN Bandung yang teregister dalam perkara No. 157/Pdt/PN-Bdg/2013.

Menurutnya, Pasal 70 tidak bisa dilepaskan dengan Pasal 71 terkait jangka waktu penyelesaian perkara pembatalan putusan arbitrase yang diajukan hanya selama 30 hari di pengadilan. Sebab, tidak mungkin jangka waktu 30 hari bisa diputuskan, termasuk kalau diajukan keberatan (banding) ke di MA. Artinya, Penjelasan Pasal 70 itu tidak bisa diterapkan apabila alasan permohonan pembatalan harus dengan putusan pengadilan (pidana) terkait pembuktian pemalsuan atau penggelapan dokumen, adanya tipu muslihat.

Mahkamah menilai Pasal 70 UU AAPS sudah cukup jelas (expressis verbis), sehingga tidak perlu ditafsirkan lain. Namun, yang menimbulkan multitafsir adalah Penjelasan Pasal 70. Sebab, ketentuan itu dapat ditafsirkan apakah alasan pengajuan permohonan harus dibuktikan oleh pengadilan terlebih dahulu sebagai syarat pengajuan permohonan pembatalan. Atau alasan pembatalan tersebut dibuktikan dalam sidang pengadilan mengenai permohonan pembatalan.

“Apakah sebelum mengajukan permohonan pembatalan, pemohon harus mengajukan salah satu alasan tersebut ke pengadilan untuk memperoleh putusan. Dengan alasan yang telah diputuskan pengadilan tersebut menjadi syarat pengajuan pembatalan. Atau, syarat alasan yang masih menjadi dugaan pemohon harus dibuktikannya dalam proses pembuktian permohonan di pengadilan tempat diajukannya permohonan pembatalan,” ujar Hakim Konstitusi Muhammad Alim saat membacakan pertimbangan.  

Menurut Mahkamah dua tafsir tersebut berimplikasi terjadinya ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Selain itu, manakala tafsir yang pertama yang dipergunakan, berarti pemohon dalam mengajukan permohonan pembatalan tersebut akan berhadapan dengan dua proses pengadilan. Implikasinya, akan memakan waktu yang tidak sesuai dengan prinsip penyelesaian sengketa arbitrase yang cepat seperti diatur dalam Pasal 71 UU AAPS.

Apabila harus menempuh dua proses pengadilan, maka tidak mungkin jangka waktu 30 hari tersebut dapat dipenuhi. “Penjelasan Pasal 70 UU 30/1999 telah mengakibatkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum.”      

Usai persidangan, kuasa hukum pemohon, Andi Syafrani mengapresiasi putusan MK yang menghapus Penjelasan Pasal 71 UU AAPS. Sebab, selama ini setiap sengketa bisnis di arbitrase ketika akan diajukan pembatalan ke pengadilan negeri sering terhambat dengan adanya Penjelasan Pasal 71 UU AAPS itu. “Dicabutnya penjelasan pasal itu, maka tidak ada lagi hambatan bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan atas putusan arbritase,” kata Andi.

Menurutnya, para pihak akan mudah mengajukan pembatalan atas putusan-putusan arbitrase yang mengandung tiga unsur, yakni unsur tipu muslihat, adanya dugaan pemalsuan, atau dugaan konspirasi ke pengadilan. Sebab, ketiga unsur itu mengandung unsur pidana yang prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Sementara Pasal 71 UU AAPS menyebut penyelesaian permohonan pembatalan hanya diberi waktu selama 30 hari.

“Bagaimana mungkin kita bisa memenuhi Pasal 70 dan penjelasannya kalau hanya dikasih batas waktu hanya 30 hari. Proses pidana tidak semudah yang dibayangkan. Bertahun-tahun tidak selesai, apalagi jika yang dimaksud adalah putusan inkracht,” katanya.
Tags:

Berita Terkait