MPR Akan Bentuk Lembaga Pengkajian Beranggotakan Pakar HTN
Berita

MPR Akan Bentuk Lembaga Pengkajian Beranggotakan Pakar HTN

Lembaga pengkajian nantinya bertugas memberikan saran, masukan, pertimbangan dan usulan yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: SGP
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: SGP
Keputusan MPR membentuk lembaga pengkajian terkait dengan sistem ketatanegaraan bakal segera terwujud. Hal itu dilakukan dengan melihat dinamika di tengah masyarakat lantaran tak adanya acuan negara berupa Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Selain itu, lembaga pengkajian sebagai laboratorium pembahasan ketatanegaraan.

Dalam sebuah diskusi di Gedung MPR, Kamis (12/2), Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid mengatakan, MPR tak saja berfungsi sebagai lembaga yang mengangkat dan mengimpeachment presiden, tapi juga melakukan sosialisasi empat pilar dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Dikatakan Hidayat, saat ikut mensosialisasikan empat pilar di era Ketua MPR Taufik Kemas, banyak masyarakat yang mempertanyakan ketiadaan GBHN. Oleh sebab itu, aspirasi masyarakat perlu ditindaklanjuti dengan melakukan pengkajian. “Ini sebagai laboratorium pengkajian MPR,” ujarnya.

Menurut Hidayat, aspirasi masyarakat itu perlu dikaji serius oleh MPR melalui sebuah lembaga khusus. Selama ini, katanya, MPR tak memiliki lembaga pengkajian. Lembaga pengkajian itu nantinya bertugas memberikan saran, masukan, pertimbangan dan usulan yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan. Selain itu, lembaga ini bertugas mengkaji dan merumuskan pokok-pokok pikiran tentang Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945.

Politisi PKS itu mengatakan, lembaga pengkajian akan menyerap aspirasi dari masyarakat tentang pokok-pokok haluan negara. Kemudian, MPR akan memberikan pokok-pokok pikiran haluan negara berdasarkan kajian dari lembaga pengkajian. “Karena lembaga pengajian ini berdasarkan keputusan MPR. Maka hasil dari lembaga ini akan disampaikan dalam rapat gabungan,” ujarnya.

Keberadaan lembaga pengkajian itu, nantinya bakal menghimpun sejumlah pakar hukum tata negara. Sejauh ini, kata Hidayat, banyaknya pakar hukum tata negara yang terlibat dalam amandemen UUD 1945 mulai pertama sampai ke empat. Anggota lembaga pengkajian nantinya berjumlah puluhan pakar hukum tata negara.

“Syarat keanggotaan kelembagaan pengakajian ini adalah para parak hukum tata negara, baik yang terlibat aktif dalam kajian sistem ketatanegaraan,” ujarnya.

Hidayat yang juga duduk sebagai anggota Komisi I itu berpandangan, sistem ketatanegaraan perlu dibenahi, telebih adanya usulan dari DPD yang akan mengamandemen ke lima UUD 1945. Menurutnya, dinamika UUD 1945 perlu ditindaklanjuti oleh sejumlah pakar hukum tata negara.

“Oleh karena itu perlu diwadahi dalam satu lembaga pengkajian,” ujarnya.

Dikatakan Hidayat, lembaga pengkajian merupakan alat kelengkapan MPR, seperti halnya badan penganggaran MPR. Sejauh ini, MPR sedang melakukan pertemuan dengan sejumlah pakar hukum tata negara. Hal itu dilakukan agar pembentukan lembaga pengkajian dapat segera terealisasi. Oleh sebab itu, nantinya MPR dalam menentukan sikap terkait dengan ketatanegaraan bakal berbasis pada kajian para pakar hukum tata negara.

“Ini akan dibentuk dan masa sidang berikutnya semoga sudah terbentuk,” katanya.

Wakil Ketua Badan Penganggaran MPR, Lukman Edy, menambahkan lembaga pengkajian merupakan bagian dari supporting kerja MPR. Ia tak memungkiri keberadaan lembaga pengkajian dalam rangka melakukan kajian amandemen kelima UUD 1945. Namun, kata Lukman, tak semua fraksi menyetujui amandemen UUD 1945 untuk kelima kalinya.

Dikatakan Lukman, rekrutmen keanggota lembaga kajian MPR dilakukan terhadap pakar hukum tata negara yang tergabung dalam forum konstitusi. Selain itu juga terhadap mantan anggota MPR yang terlibat melakukan amandemen pertama hingga keempat UUD 1945.

Menurutnya, kajian yang dilakukan oleh pakar hukum tata negara yang tidak tergabung dalam forum konstitusi terlihat progresif. Makanya, acapkali adanya usulan amandemen, MPR kerap mengundang forum konstitusi dan pakar di luar forum tersebut ketika belum memiliki lembaga pengkajian.

“Lembaga pengkajian ini positif dan mendukung penuh kerja MPR,” pungkas politisi PKB itu.
Tags:

Berita Terkait