MA Pertimbangkan Buat Aturan Praperadilan
Berita

MA Pertimbangkan Buat Aturan Praperadilan

Jika ditemukan kekosongan hukum, MA akan menerbitkan SEMA/PERMA Praperadilan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Juru Bicara MA, Suhadi (kanan). Foto: Sgp
Juru Bicara MA, Suhadi (kanan). Foto: Sgp
Mahkamah Agung (MA) meminta semua pihak menghormati putusan praperadilan eks Dirjen Pajak Hadi Purnomo dan putusan praperadilan lain yang belakangan mementahkan hasil penyidikan KPK. Sebab, bagaimanapun, MA tidak bisa mengintervensi putusan pengadilan karena masing-masing hakim memiliki independensi atau kemandirian dalam mengadili dan memutus suatu perkara.

“MA tidak bisa intervensi, karena independensi hakim dilindungi undang-undang,” kata Juru Bicara MA, Suhadi usai acara Pelantikan Ketua Kamar MA di gedung Sekretariat MA, Kamis (28/5).

Meski begitu, MA mempertimbangkan untuk membuat regulasi mengenai hukum acara praperadilan dengan terlebih mengkaji beberapa putusan praperadilan terutama pasca putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 terkait tafsir bukti permulaan yang cukup dan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. “Kita lihat saja perkembangannya ke depan,” kata Suhadi.

Dijelaskan Suhadi, MA akan meneliti putusan-putusan praperadilan, apakah hukum acara praperadilan pasca putusan MK sudah meng-cover pelaksanaan tugas hakim atau belum. Kalau ditemukan ada kekosongan hukum untuk dilengkapi, kata Suhadi, MA akan mengeluarkan surat edaran atau peraturan.

Suhadi mengakui dalam putusan praperadilan Hadi Purnomo yang diputus hakim tunggal menimbulkan debatable, khususnya menyangkut definisi penyelidik dan penyidik pada KPK. Menurutnya, persoalan ini ada dua pandangan yang berkembang dalam menafsirkan ketentuan Pasal 43, Pasal 45, dihubungkan dengan Pasal 39 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Pandangan pertama (yang dianut KPK) penyelidik dan penyidik pada KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK baik penyelidik atau penyidik dari kepolisian ataupun di luar lembaga kepolisian (penyidik PNS). Sebab, pengertian penyelidik dalam KUHAP berasal dari Polri, sedangkan penyidik berasal bisa dari Polri dan Penyidik PNS sepanjang diatur dalam undang-undang. Pandangan kedua, khusus berdasarkan UU KPK, penyelidik, penyidik, penuntut umum harus berasal dari instansi kepolisian dan kejaksaan.

“Kedua pandangan ini yang berkembang, makanya ada yang mengatakan KPK berwenang mengangkat penyelidik, penyidik di luar instansi Polri. Ada juga yang menilai tidak berwenang mengangkat mereka yang dianut hakim Haswandi yang berpegang pada asas lex specialis derogat legi generalis (aturan khusus mengesampingkan aturan umum, red),” kata Suhadi menjelaskan.

Sebelumnya, hakim tunggal PN Jaksel Haswandi mengabulkan sebagian permohonan praperadilan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. Dalam putusannya, penetapan tersangka, penyidikan, pengeledahaan dan penyitaan terhadap Hadi Purnomo oleh KPK tidak sah sekaligus memerintahkan KPK untuk menerbitkan penghentian penyidikan.

Hakim Haswandi pun menyatakan pengangkatan penyelidik dan penyidik independen oleh KPK, khususnya dalam kasus Hadi Purnomo, bertentangan dengan Undang-Undang. Penyelidik dan penyidik dalam kasus Hadi Purnomo tidak berstatus penyelidik atau penyidik di institusi sebelumnya yakni Penyidik PNS dari BPKP dan mantan penyidik dari Polri. Imbasnya, segala tindakan penyelidikan dan penyidikan yang mereka lakukan di KPK dianggap batal demi hukum.
Tags:

Berita Terkait