Kemenaker Pertahankan Iuran 8 Persen
Berita

Kemenaker Pertahankan Iuran 8 Persen

Besaran itu sudah dilaporkan ke Presiden, dan dibawa ke rapat kabinet untuk diputuskan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Kemenakertrans. Foto: SGP
Kemenakertrans. Foto: SGP
Besaran iuran program Jaminan Pensiun (JP) tampaknya akan sulit berubah. Kementerian Ketenagakerjaan tetap mempertahankan besaran 8 persen. Terdiri dari 5 persen dari pemberi kerja, dan 3 persen dari pekerja. Besaran itu dianggap lebih layak dan sudah melalui kajian. Jaminan itu akan diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Direktur Jenderal PHI dan Jaminan Sosial Kemenaker, Irianto Simbolon, menyebutkan besaran iuran program Jaminan Pensiun (JP) diputus hari ini. Dalam rapat tersebut, Kemenaker tetap mengusulkan agar besaran iuran JP tahap awal yang akan dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan (BPJSK TK) mulai 1 Juli 2015 tetap 8 persen.

"Pemerintah hampir menyepakati besaran iurannya. Kemenaker, Kemenkumham, DJSN dan BPJS TK merekomendasikan besaran iuran JP 8 persen dengan kontribusi 5 persen pemberi kerja dan 3 persen pekerja. Tapi keputusan di tangan Presiden, sore nanti dibahas dalam rapat terbatas kabinet di Bogor," kata Irianto di Jakarta, Jumat (05/6).

Irianto menjelaskan besaran iuran mempengaruhi keberlangsungan program JP. Program ini mengusung manfaat pasti yang membuka resiko fiskal jangka panjang. Jika iuran JP sudah ditetapkan, Irianto berharap, program tersebut bisa beroperasi dengan lancer, dan mampu mengurangi beban pengusaha untuk membayar pesangon pekerja yang masuk pensiun. Ia juga berharap program JP bisa meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Irianto mengatakan program JP harus memberi manfaat yang layak bagi pekerja yang pensiun. Sebab, pekerja yang pensiun harus bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan layak. "Maka filosofi kita program JP harus memberi manfaat yang layak. Jangan seperti bantuan langsung tunai. Tapi memberi kelayakan hidup di masa tua," ujarnya.

Irianto menyebut Menaker, M. Hanif Dhakiri, sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali membahas soal JP. Dalam pertemuan terakhir antara Menaker dan Presiden Jokowi, Kamis (04/6), Presiden menginstruksikan agar besaran iuran JP dan manfaatnya segera diputuskan. Empat program Jaminan Sosial yang diselenggarakan BPJS TK yakni JP, Jaminan Hari Tua (JHT), Kecelakaan Kerja (JKK) dan Kematian (JKm) harus beroperasi penuh 1 Juli 2015.

"Presiden Jokowi sudah menyampaikan kepada Menaker untuk segera dipersiapkan dan hari ini akan diputuskan lewat rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Presiden di Istana Bogor, Jumat (5/6)," papar Irianto.

Irianto berpendapat manfaat pensiun yang layak bagi buruh sekitar 30 persen dari upah terakhir. Bahkan standar ILO lebih tinggi yaitu minimal 40 persen. Manfaat itu akan diterima buruh ketika pensiun setiap bulan. Namun, ia mengingatkan semakin besar manfaat yang diberikan maka mempengaruhi ketahanan BPJS TK sebagai badan penyelenggara.

Terpisah, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional, Bambang Purwoko, mengatakan DJSN mengusulkan besaran iuran JP untuk tahap awal 8 persen. Menurutnya, besaran iuran harus sesuai dengan manfaat yang diterima peserta. Bahkan ia menyebut BPJS TK sejak awal mengusulkan iuran JP minimal 15 persen.
Selain itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengingatkan agar tidak terjadi gagal bayar manfaat (unfunded) oleh badan penyelenggara terhadap peserta. "Kita menghitung iuran JP 8 persen. Bahkan ILO mengusulkan lebih tinggi yaitu 17 persen," urai Bambang.

Presiden KSPI, Said Iqbal, mendesak Menteri Keuangan agar tidak mengganjal pelaksanaan JP. Ia menduga Menkeu menghambat pelaksanaan JP dengan cara mengusulkan besaran iuran JP 3 persen. "Iuran 3 persen manfaat yang diterima buruh ketika pensiun hanya 20-30 persen dari upah terakhir," ucapnya.

Iqbal juga mengecam argumen Menkeu yang menyebut iuran 3 persen itu lebih baik dari Apindo yang ingin besaran iuran JP 1,5 persen. Kedua usulan itu dinilai tidak akan menghadirkan kesejahteraan bagi buruh yang pensiun. Padahal UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengamanatkan program JP menyejahterakan rakyat khususnya buruh.

Untuk itu Iqbal menuntut kepada Presiden Jokowi untuk menetapkan besaran iuran JP 10-12 persen. Terdiri dari 7-9 persen ditanggung pengusaha dan sisanya buruh. Dengan manfaat pasti yang diterima setiap bulan minimal 60 persen dari upah terakhir.

Jika itu tidak disetujui, dikatakan Iqbal, buruh sepakat dengan usulan Kemenaker dan DJSN yakni iuran JP 8 persen untuk tahap awal. Namun, manfaat pasti yang diterima buruh harus 60 persen dari upah terakhir.
Tags:

Berita Terkait