Langkah KPK Banding Praperadilan Dikritik
Berita

Langkah KPK Banding Praperadilan Dikritik

Biarlah praktik peradilan yang akan menjawab.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES
Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan upaya hukum banding atas putusan praperadilan mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo dinilai tidak tepat. Sebab, dasar alasan pengajuan banding KPK atas putusan praperadilan itu tidak memiliki dasar pijakan hukum yang kuat karena putusan praperadilan seketika langsung berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijde).

“Pengajuan upaya banding KPK atas putusan praperadilan tidak ada dasar hukumnya, karena putusannya langsung inkracht van gewijde,” kata Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda saat ditemui di gedung MK Jakarta, Kamis (04/6) lalu.

Dengan begitu, kata dia, upaya banding KPK atas putusan praperadilan Hadi Purnomo berpeluang sia-sia. Sebab, pengadilan banding akan menyatakan tidak menerima pengajuan banding ini. “Kalau KPK banding, saya yakin akan ditolak secara formal, di kepaniteraan pengadilan juga akan ditolak karena tidak ada dasarnya,” tegasnya.

Dia menjelaskan dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang tidak tersedia upaya hukum biasa baik banding maupun kasasi. Kalaupun sebelumnya pernah diatur dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP terkait upaya hukum banding bagi penyidik/penuntut umum khusus terhadap keabsahan penghentian penyidikan/penuntutan, tetapi ketentuan itu sudah dibatalkan oleh MK.

“Apalagi, Pasal 83 ayat (2) KUHAP pernah dibatalkan MK, makanya saya katakan semua putusan praperadilan langsung berkekuatan hukum tetap dan mengikat, tidak tersedia upaya hukum biasa,” tegasnya.

Demikian pula pengajuan upaya hukum kasasi terhadap putusan praperadilan. Sebab, dalam praktik peradilan selama ini belum pernah ada putusan praperadilan diajukan upaya hukum kasasi. “Ini belum pernah ada contohnya (preseden) atau yurisprudensinya,” kata dia.

Menurutnya, satu-satunya peluang upaya hukum yang tersedia yaitu peninjauan kembali (PK) karena pernah ada yurisprudensinya. Meski secara formal, pengajuan PK dalam perkara pidana hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. “Mungkin yurisprudensi ini bisa menjadi rujukan KPK, tetapi persoalannya pengajuan PK dalam yurisprudensi ini dilakukan oleh penyidik Mabes Polri,” ujar menyarankan.

Jika KPK tetap mengajukan banding, kata dia, tidak ada dasar hukum yang kuas. “Sehingga kemungkinan besar secara formal akan ditolak pengadilan,” tegasnya.

Pengamat Peradilan Arsil mengamini pandangan Chairul Huda bahwa pengajuan banding atas putusan Hadi Purnomo memang belum ada hukum acaranya. Awalnya, Pasal 83 ayat (2) KUHAP memungkinkan upaya hukum putusan praperadilan terkait penghentian penyidikan atau penuntutan. Akan tetapi, pada akhirnya ketentuan tersebut dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh MK.

“Memang ketentuannya belum jelas, tetapi kalaupun hakim banding menolak atau tidak menerima permohonan ini harus tetap disertai pertimbangan yang jelas. Kita lihat saja nanti bagaimana pertimbangan Pengadilan Tinggi DKI,” kata Arsil saat dihubungi, Sabtu (06/6).

Meski begitu, kata DirekturEksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) ini setidaknya banding praperadilan terhadap sah atau tidaknya penyidikan biarlah praktik peradilan yang akan menjawab. “Apapun pertimbangannya, perlu mendapatkan catatan obyektif dari hakim banding yang mengadilinya. Soalnya, prinsipnya pengadilan tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak atau belum ada dasar hukumnya,” ujarnya mengingatkan.

Sebelumnya, Hakim tunggal PN Jaksel Haswandi mengabulkan sebagian permohonan praperadilan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. Dalam putusannya, penetapan tersangka, penyidikan, pengeledahan, dan penyitaan terhadap Hadi Purnomo oleh KPK tidak sah sekaligus memerintahkan KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Hakim Haswandi menyatakan pengangkatan penyelidik dan penyidik independen oleh KPK, khususnya dalam kasus Hadi Purnomo, bertentangan dengan hukum alias UU KPK. Soalnya, dalam kasus Hadi Purnomo, keduanya tidak berstatus penyelidik atau penyidik Polri, tetapi Penyidik PNS dari BPKP dan mantan penyidik dari Polri. Imbasnya, segala tindakan penyelidikan dan penyidikan yang mereka lakukan di KPK dianggap batal demi hukum.  
Tags:

Berita Terkait