DJSN Bereskan Masalah BPJS Secara Bertahap
Berita

DJSN Bereskan Masalah BPJS Secara Bertahap

Mulai dari implementasi BPJS Kesehatan sampai BPJS Ketenagakerjaan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ketua DJSN Chazali Situmorang (kiri). Foto: SGP
Ketua DJSN Chazali Situmorang (kiri). Foto: SGP
Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek sejak 1 Januari 2014 menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan masih mengalami kendala di lapangan. Misalnya di BPJS Kesehatan, Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang baru mendaftar mengalami kendala berupa penundaan masa aktivasi kepesertaan dari 7 menjadi 14 hari. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan masih menghadapi kendala regulasi teknis yang belum terbit seluruhnya.  

Padahal, BPJS Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi pada 1 Juli 2015. Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, berjanji membenahi masalah ini. Dijelaskan Chazali, BPJS Ketenagakerjaan per 1 Juli mendatang menyelenggarakan empat program jaminan social, yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Pensiun (JP), Kecelakaan Kerja (JKK) dan Kematian (JKm). Sampai berita ini dibuat peraturan pelaksana untuk keempat program tersebut belum terbit.

Chazali memang yakin keempat peraturan pelaksana itu sudah selesai diharmonisasi di Kemenkumham. Tinggal meneruskan draf RPP ke Kemenko Perekonomian, untuk kemudian diajukan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia juga yakin tidak akan ada perubahan besaran iuran untuk program JHT, JKK dan JKm. Jaminan Pensiun, program baru yang akan dikelola BPJS, masih diperdebatkan. Besaran iuran JP kemungkinan besar 8 persen.

Menurut Chazali masa transisi program JP diperlukan untuk menyelaraskan pelaksanaan JP BPJS Ketenagakerjaan dengan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau DPLK. Sebab, saat ini ada pemberi kerja yang sudah mendaftarkan pekerjanya ikut program pensiun secara sukarela lewat DPPK/DPLK.

Chazali mengakui saat ini DJSN belum bisa memberikan solusi secara formal untuk menyelesaikan persoalan DPPK/DPLK ketika JP BPJS Ketenagakerjaan beroperasi penuh 1 Juli 2015. Namun, ia berjanji persoalan itu akan diselesaikan. “DJSN akan selesaikan satu satu persoalannya. Tidak bisa iuran JP belum diputuskan kita mencari penyelesaian untuk DPPK/DPLK. Sebab, rendah atau tingginya iuran JP berpengaruh,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (05/6).

Soal JKK dan JKm yang masih jadi kendala menurut Chazali yaitu apakah PNS akan ikut program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan itu atau PT Taspen. Sebab, sampai sekarang peraturan tentang JKK dan JKm untuk PNS belum dicabut. Tapi yang jelas ia menyebut penyelenggara JKK dan JKm untuk PNS harus dikelola satu lembaga. Mengacu Perpres 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial, pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara secara bertahap masuk dalam BPJS Ketenagakerjaan dan paling lambat 1 Juli 2015 ikut program JKK dan JKm.

Anggota DJSN dari unsur pengusaha (Apindo), Soeprayitno, mengatakan dunia usaha berharap agar pemberi kerja (swasta) yang sudah mendaftarkan pekerjanya dalam DPPK/DPLK juga diberikan masa transisi. Jadi, mereka tidak langsung dialihkan ke program JP BPJS Ketenagakerjaan, tapi ikut DPPK/DPLK sampai pensiun. Untuk pekerja baru yang 1 Juli 2015 belum ikut DPPK/DPLK maka didaftarkan ke JP BPJS Ketenagakerjaan. “Saat ini ada sekitar 200-300 perusahaan yang ikut program DPPK/DPLK,” ujarnya.

BPJS Kesehatan
Mengenai BPJS Kesehatan, Chazali menyoroti Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2015 karena menunda masa aktivasi kepesertaan 14 hari bagi pekerja bukan penerima upah (PBPU) yang baru mendaftar. Sehingga PBPU yang baru mendaftar tidak bisa membayar iuran awal, tapi harus menunggu 14 hari kedepan. Setelah membayar iuran baru peserta yang bersangkutan bisa mendapat hak-hakya memperoleh pelayanan kesehatan. “Jadi setelah orang mendaftar baru bisa bayar iuran dua minggu lagi. Ini kami cermati menimbulkan banyak masalah,” paparnya.

Chazali mengatakan DJSN akan mencari solusi agar regulasi yang diterbitkan BPJS Kesehatan itu tidak memunculkan diskriminasi kepada PBPU dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Dalam waktu dekat DJSN akan memanggil direksi BPJS Kesehatan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Bagi Chazali dalam UU SJSN yang didefinisikan sebagai peserta yakni orang yang telah mendaftar dan membayar iuran. Namun, mendaftar dan membayar itu tidak dapat dipisahkan, harus menjadi satu kesatuan. Oleh karenanya ia menilai tidak tepat jika ada jarak waktu yang cukup lama bagi peserta untuk mendaftar dan membayar. “Jadi peserta ketika mendaftar dan membayar iuran itu satu kesatuan dan satu tarikan nafas, tidak bisa diurai,” tukasnya.

Anggota DJSN sekaligus Ketua Umum IDI, Zaenal Abidin, mengatakan jika BPJS Kesehatan memberi jeda 14 hari antara mendaftar dan membayar iuran maka peserta yang bersangkutan terhambat memperoleh haknya. Sebelumnya, BPJS Kesehatan menerbitkan peraturan serupa dengan memberi jeda masa aktivasi untuk PBPU selama 7 hari. Namun, alih-alih penundaan masa aktivasi itu dipersingkat tapi malah waktunya diperlama jadi 14 hari. “Dengan sistem IT dan teknologi yang ada harusnya masa aktivasi itu bisa dipercepat,” pungkasnya.
Tags: