Perguruan Tinggi Harus Jadi Pondasi Cegah Praktik Korupsi
Berita

Perguruan Tinggi Harus Jadi Pondasi Cegah Praktik Korupsi

Budaya curang yang sudah dianggap biasa dalam sistem belajar dan mengajar di kampus harus dicegah.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo (kanan). Foto: SGP
Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo (kanan). Foto: SGP
Sebanyak delapan puluh lima persen koruptor berasal dari kaum terdidik. Kalimat tersebut diungkapkan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, dalam sebuah diksusi yang bertajuk “Hari Sarjana Nasional: Peran Perguruan Tinggi dalam Pemberantasan Korupsi”, di Kampus Unika Atamajaya Jakarta, Senin (28/9).

Menurut Adnan, Selain memiliki fungsi sebagai institusi pendidik, peranan kampus dalam pemberantasan korupsi sangat penting karena kampus merupakan pusat perlawanan terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Persoalannya, pada saat yang sama kampus juga merupakan sumber masalah karena kaum anti social behavior muncul dari kaum terdidik.

Adnan mengatakan, pada dasarnya praktik korupsi secara sederhana sudah membudaya di Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Indonesia. Hal yang paling sederhana adalah mahasiswa melakukan copy paste tugas atau oknum tenaga pengajar yang kerap ‘memfasilitasi’ mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir (skripsi). Praktik curang semacam ini sudah ada dalam sistem mengajar di PT Indonesia.

“Padahal, ini adalah pondasi,” kata Adnan.

Jika praktik curang semacam ini dibiarkan, Adnan meyakini PT kehilangan fungsi sebagai institusi pendidikdan tak heran jika para koruptor berasal dari mahasiswa-mahasiswa jebolan Universitas. Untuk itu,ia mengingatkan agar pola kecurangan yang sudah menjadi kebiasaan tersebut dapat dibasmi meski membutuhkan waktu yang lama.

Melihat peranan kampus untuk memberantas korupsi, Adnan mencatat selama ini gerakan kampus masih dominan di ranah hukum. Bahkan, banyak akademisi yang menjadi agen atau saksi ahli bagi tersangka korupsi, atau memberikan justifikasi akademik dalam bentuk hasil penelitian untuk mendukung kebijakan yang koruptor. Menurut Adnan, dibutuhkan gerakan yang massif untuk memberantas korupsi.

Dosen FISIP Universitas Indonesia (FISIP UI), Meuthia Ganie Rochman, mengatakan kampus menjadi bagian yang sangat penting dalam mengembangkan identitas. Prinsip yang terkandung dalam institusi PT adalah berfikir rasional dan metodis, kejujuran dalam menghasilkan pendapat atau pengetahuan dan harus menjadi ujung tombak pengetahuan bagi masyarakat.

“Prinsip ini seharusnya dijaga dalam organisasi dan menjadi identitas anggota,” kata Meuthia.

Namun, ia mengakui bahwa ada masalah dalam governansi PT. Mulai dari fasilitas yang terbatas, interaksi dengan organisasi atau institusi lainnya yang tidak banyak memobilisasi internal resource dan persoalan integritas dan kredibilitas.Budaya curang yang sudah dianggap biasa dalam sistem belajar dan mengajar di kampus, lanjutnya, dapat dicegah melalui pengetahuan governansi dalam penilaian mahasiswa diikuti oleh dosen yang turut menjaga integritas.

Dosen Fakultas Hukum Unika Atmajaya, Surya Tjandra,mengingatkan bahwa semua pihak harus mampu menegaskan bahwa hidup tetap akan survive tanpa melakukan korupsi. Menurutnya, selama ini konsep yang terbentuk adalah jika tak korupsi, maka hidup tidak akan survive.

Sebagai terminal terakhir bagi mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja, kampus harus membantu proses membangun prinsip dan integritas. “Harus memiliki daya kritis, tahu ini baik dan ini buruk. Jadi perlu melakukan prinsip sebelum kejadian. Kampus juga perlu menjalin kerjasama dengan kampus dan juga harus turun ke lapangan,” pungkas salah satu Capim KPK ini.
Tags:

Berita Terkait