Anggota DPR Kritik Formula Pengupahan
Berita

Anggota DPR Kritik Formula Pengupahan

Diduga melanggar Pasal 89 dan 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Rieke Diah Pitaloka (tengah). Foto: Sgp
Rieke Diah Pitaloka (tengah). Foto: Sgp
Penataan upah menjadi salah satu inti Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV yang digulirkan Pemerintah. Dalam paket kebijakan ini Pemerintah berniat memperbaiki atau menata ulang penetapan upah minum, salah satunya dengan cara membuat PP Pengupahan. Upah minimum adalah penjumlahan upah di tahun berjalan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, menilai perhitungan formula itu diprediksi mendorong kenaikan upah sekitar 10 persen. Kenaikan dinilai politisi PDIP ini sangat rendah dan membuat tingkat kesejahteraan buruh semakin terpuruk. Adanya formula itu berarti mengabaikan mekanisme penetapan upah minimum yang selama ini dilakukan yakni survei pasar dan pembahasan di dewan pengupahan.

“Formulasi upah minimum yang hanya ditentukan faktor pertumbuhan ekonomi dan inflasi adalah kesalahan fatal karena menggunakan pendekatan kenaikan upah berbasis angka semu bukan upah berbasis kemampuan daya beli riil buruh,” kata Rieke dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Jumat (16/10).

Rieke menilai pertumbuhan ekonomi tidak tepat digunakan sebagai indikator kenaikan upah minimum karena tidak mencerminkan kemampuan daya beli buruh. Pertumbuhan ekonomi merupakan variabel makro yang tidak relevan jadi indikator penghitungan upah.

Inflasi yang digunakan oleh pemerintah dalam formula tersebut yakni inflasi tahun sebelumnya. Sehingga tidak akurat karena belum menghitung faktor indeks resiko ekonomi dimana sering terjadi ketidakstabilan ekonomi yang berdampak pada kenaikan harga-harga dan merosotnya nilai tukar rupiah. Formula yang dirancang pemerintah itu dinilai tidak adil karena mengabaikan standar kebutuhan hidup buruh yang berkeluarga.

Oleh karena itu Rieke berpendapat PP dan Permenaker Pengupahan yang rencananya akan diterbitkan pemerintah dalam waktu dekat cacat hukum karena melanggar sejumlah ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diantaranya pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 89 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengamanatkan upah minimum ditetapkan gubernur dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

Kemudian melanggar pasal 98 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan untuk memberikan saran, pertimbangan dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk dewan pengupahan Nasional tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Bagi Rieke PP dan Permenaker Pengupahan menunjukan sikap pemerintah pro upah murah dan kembali seperti Orde Baru yang menjadikan buruh murah untuk menarik investasi. “Itu kemunduran besar yang bertentangan dengan amanat konstitusi untuk mewujudkan upah layak dan menjadikan buruh sebagai sokoguru perekonomian nasional sekaligus memperkuat industrialisasi nasional,” tukasnya.

Guna membenahi kebijakan itu Rieke mengusulkan pemerintah mencabut PP dan Permenaker Pengupahan. Merevisi beberapa regulasi terkait pengupahan seperti Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Tahapan Pencapaian KHL, Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum dan Kepmenakertrans No. 49 Tahun 2004 tentang Struktur Skala Upah.

Rieke juga mengusulkan agar formula yang digunakan yakni berbasis kebutuhan hidup riil untuk buruh lajang dan berkeluarga. Dengan rumus formula KHL (riil)X{PDRB (nilai tambah produksi barang dan jasa dalam satu kurun waktu tertentu pada wilayah tersebut)+Inflasi daerah (kenaikan harga-harga pada wilayah tersebut )+Indeks Resiko (daya beli yang turun akibat kebijakan ekonomi)}.

Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan formula pengupahan yang diluncurkan bersamaan dengan paket kebijakan ekonomi keempat hanya salah satu bentuk bukti pemerintah hadir meningkatkan kesejahteraan buruh dan masyarakat yang belum bekerja. Selain itu pemerintah juga membentuk kebijakan sosial, pembinaan dan pengawasan.

"Kebijakan upah minimum dengan sistem formula itu hanya salah satu saja dari kebijakan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan juga masyarakat yang belum bekerja. Intinya negara hadir secara komprehensif, bukan hanya soal upah tapi juga kebijakan lain", kata Hanif.

Hanif menyebut dengan formula itu dipastikan upah buruh naik setiap tahun dan kenaikannya terukur. Pemerintah juga berupaya mengurangi beban pengeluaran buruh lewat kebijakan-kebijakan sosial seperti pendidikan, jaminan sosial, perumahan buruh, transportasi dan kredit usaha rakyat (KUR). Melalui bermacam kebijakan itu diharapkan pengeluaran hidup buruh dapat berkurang.
Tags:

Berita Terkait