Polisi Sudah Gunakan PERMA Pencucian Uang
Berita

Polisi Sudah Gunakan PERMA Pencucian Uang

Dipakai antara lain dalam penyidikan kasus judi online dan pembajakan email perusahaan asal Tiongkok.

MYS
Bacaan 2 Menit
Kombes (Pol) Agung Setya (berkemeja putih) dalam seminar tentang pidana pencucian uang di Jakarta, Senin (21/12). Foto: MYS
Kombes (Pol) Agung Setya (berkemeja putih) dalam seminar tentang pidana pencucian uang di Jakarta, Senin (21/12). Foto: MYS
Polisi sudah menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain. Perma ini dianggap memudahkan kerja penyidik untuk menangani aset-aset yang diduga hasil tindak pidana pencucian uang.

Informasi tentang penggunaan Perma No. 1 Tahun 2013 itu disampaikan Komisaris Besar Polisi Agung Setya dalam seminar nasional Tanggung Jawab Korporasi dalam Tindak Pidana Pencucian Uang di kampus Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta, Senin (21/12). “Sudah ada lima kasus,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri itu.

Perma No. 1 Tahun 2013 berlaku terhadap permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan oleh penyidik dalam hal yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, penyidik berwenang untuk menunda transaksi, memblokir, atau meminta keterangan mengenai harta kekayaan.

Perma ini diterbitkan untuk mengisi kekosongan hukum terutama hukum acara berkaitan dengan penanganan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil pencucian uang. Pasal 67 UU No. 8 Tahun 2010 menyebutkan jika dalam 20 hari tidak ada keberatan dari orang/pihak ketiga terhadap penghentian sementara transaksi, PPATK menyerahkan penanganan aset itu ke penyidik. Jika dalam waktu 30 hari pelakunya tidak ditemukan, penyidik mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan harta kekayaan tersebut sebagai aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak.

Agung Setya menjelaskan pemilik aset akan terus berupaya agar aset-aset yang dimilikinya dari hasil pencucian uang tersamarkan agar tidak terlacak aparat penegak hukum. Misalnya, dalam kasus judi online yang ditangani Bareskrim Mabes Polri, penelusuran terhadap 142-an rekening (follow the money) menunjukkan uang hasil judi mengalir ke luar negeri. “Kurang lebih satu triliun per bulan”. Melacak orang-orang yang terlibat dalam judi online, apalagi pelaku intelektualnya, bukan pekerjaan gampang. Itu sebabnya penyidik memanfaatkan Perma No. 1 Tahun 2013.

Polisi juga menggunakan Perma tersebut saat menangani kasus pembajakan email perusahaan  lintas negara (kasus Foshan Zebro). Bermula dari transaksi bisnis pembelian bawang putih antara perusahaan di Senegal, New Fall General Trading, dengan perusahaan Jinxiang asal Tiongkok. Komunikasi kedua perusahaan berbeda benua ini dilakukan lewat email.

Komunikasi email itu yang dibajak oleh ‘perusahaan’ bernama Foshan Zebro Ltd. Foshan berperan seolah-olah sebagai perusahaan Jinxiang. Foshan meminta New Fall General Trading mentransfer uang pembelian bawang putih senilai Rp2,2 miliar. Tanpa rasa curiga, New Fall mentransfer uang dimaksud ke rekening milik Foshan Zebro Ltd di sebuah bank di ITC Mangga Dua, Indonesia.

Dana yang dikirim rupanya tak pernah sampai ke Jinxiang. Dananya malah mampir ke rekening bank di Indonesia. Mendapat informasi kasus ini, Bareskrim bergerak. Penyidik Subdit Tindak Pencucian Uang Bareskrim menelusuri kasus dan menemukan fakta pemalsuan dokumen. Penyidik kemudian menggunakan kewenangan yang diberikan UU No. 8 Tahun 2010.

Dalam kasus ini penyidik telah memanfaatkan hukum acara yang diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2013 untuk menangani aset yang diduga hasil kejahatan. Menurut Agung, setelah mendapatkan lampu hijau dari PN Jakarta Pusat, penyidik akhirnya mengembalikan uang yang telah diblokir ke pihak yang berhak. “Aset telah dikembalikan,” kata Agung.
Tags:

Berita Terkait