Inilah Kisaran Honorarium Pengacara Sengketa Pilkada
Lawyer Pilkada 2015:

Inilah Kisaran Honorarium Pengacara Sengketa Pilkada

Biaya penanganan perkara sengketa pilkada bervariatif kisaran Rp100 juta hingga Rp 2 miliar lebih sesuai kualitas firma hukumnya.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Para pengacara pemohon dan pihak terkait dalam sidang sengketa hasil pilkada di MK. Foto: RES
Para pengacara pemohon dan pihak terkait dalam sidang sengketa hasil pilkada di MK. Foto: RES
Puluhan hingga seratusan firma hukum ikut “bertarung” dalam sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK). Momen sidang sengketa pilkada ini  menjadi berkah tersendiri bagi para advokat yang tergabung di dalam firma hukum. Betapa tidak, satu firma hukum saja - dengan puluhan advokat yang mendapat kuasa - bisa menangani beberapa permohonan sengketa pilkada baik berkedudukan sebagai Pemohon, Pihak Terkait, maupun Termohon.

Sebut saja, Ihza & Ihza Law Firm mendapat kuasa untuk 9 perkara dengan melibatkan 15-an advokat termasuk pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra; Alfonso & Partners mendapatkan kuasa 11 perkara dengan melibatkan 17-25 advokat; Heru Widodo Law Office mendapat kuasa lebih dari 4 perkara dengan 5 advokat; Zidny-Andi (ZIA) & Partners Law Firm mendapat kuasa 8 perkara partners sebanyak 6 advokat baik sebagai Pemohon dan Pihak Terkait.

Jumlah itu pasti bertambah karena belum menghitung firma hukum yang menjadi kuasa hukum KPUD, yang selalu menjadi Termohon. Sidang-sidang sengketa pilkada 2015 ini seolah musim panen bagi para pengacara yang terlibat menangani sengketa pilkada. Jumlah permohonan yang terdaftar 147. Sebenarnya berapa sih honorarium atau fee advokat ketika menangani satu sengketa pilkada ini?

Managing Partner Heru Widodo Law Office, Heru Wododo mengatakan besaran fee jasa bantuan hukum penanganan perkara pilkada sebenarnya tidak memiliki standar. Biasanya, penanganan per perkara pilkada sejak pendaftaran pilkada hingga selesai. “Besarannya didasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Sebenarnya biaya jasa advokat sama dengan perkara lain di pengadilan umum. Di firma hukum manapun sama, diperjanjikan jelas di awal dengan pasangan calon yang bersangkutan,” kata Heru Widodo kepada hukumonline.

Salah satu advokat dari Alfonso and Partners, Misbachudin Gasma juga mengatakan fee jasa lawyer dalam sidang sengketa pilkada tidak ada standarnya. Semuanya disesuaikan kemampuan kliennya sesuai besaran yang disepakati sebelumnya. “Kalau besarannya tidak bisa kita sebutkan, yang pasti fee-nya tidak lebih besar dari perkara-perkara umum, relatiflah,” ujarnya.

Misbachudin mengingatkan menangani perkara apapun termasuk sengketa pilkada harus mengacu pada UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyebutkan besaran biaya jasa advokat harus disesuaikan dengan kemampuan/kesanggupan klien. Terpenting, ada kesepakatan kedua belah pihak. “Berapapun itu yang disepakati, mau perkara sengketa pilkada atau umum, itulah fee lawyer-nya, nggak ada standar harus mematok sekian-sekian,” tegasnya.  

Apalagi, lanjutnya, apabila perkara yang ditangani atas dasarnya pertemanan. Misalnya, kebetulan ada pertemanan dengan bupati A, kemungkinan harga yang dipatok harga pertemanan. “Ada juga lawyer dari temannya kemudian minta bantuan, gratis. Kalau deal-nya hanya 10 juta atau gratis ya itulah fee-nya. Pasti semua advokat akan begitu,” kata dia.

Managing Partners Zidny-Andi (ZIA) & Partners Law Firm Andi Syafrani mengamini dua rekannya. Intinya, kata dia, fee jasa advokat sesuai kesanggupan masing-masing calon kepala daerah yang membutuhkan jasa pendampingan di sidang MK dan disepakati kedua belah pihak.

Besaran fee jasa advokat tergantung apa sudah mendampingi pasangan calon sejak awal atau tidak, tidak hanya sidang di MK? Kalau kita sudah mendampingi kandidat pasangan kepala daerah sejak tahap kampanye. Jadi, kalau hanya fee sengketa pilkada tidak bisa membuat standar patokan biaya sekian, semuanya dikumulasikan,” kata Andi Syafrani.

Menurutnya, setiap firma hukum yang menangani sengketa pilkada memiliki standar fee berbeda-beda sesuai kualitasnya. Komponen biayanya pun beragam. Pertama, professional fee yang didasarkan nama dan kualitas firma hukum masing-masing. Firma hukum di Jakarta yang sudah dikenal atau belum dan firma hukum di daerah memiliki standar fee berbeda-beda. Kedua, operasional fee, semua biaya operasional kebutuhan biaya advokasi, seperti penggandaan berkas, komunikasi, transportasi advokat, biaya saksi, dan lain-lain.

Ketiga, success fee, biaya apabila perkara yang ditangani menang. Keempat, sitting fee khusus beberapa firma hukum ternama sebagai biaya advokat terkenal yang mengharuskan yang bersangkutan hadir dan duduk dalam sidang. Ia menyebut beberapa contoh firma hukum yang menggunakan sitting fee. Dengan konsep ini klien bisa sewa kantornya, tetapi belum tentu tokoh terkenal pemilik lawfirm hadir di sidang.    

“Semuanya disepakati by contract, disepakati atas dasar kepercayaan, atau ada pihak ketiga yang menjadi penjamin karena tidak semua biaya ditanggung/disiapkan kandidat,” kata Andi menjelaskan.

Meski tak ada standar, dia mengungkapkan biaya jasa penanganan per perkara sengketa pilkada besarannya variatif sesuai kesepakatan dan kemampuan kliennya. Dia menyebut umumnya total biaya penanganan perkara sengketa pilkada sebesar Rp150 juta hingga Rp 2 miliar lebih sesuai kualitas firma hukumnya. Seperti, biaya penanganan sengketa pilkada Kabupaten Konawe Kepulauan sebagai pemohon sebesar Rp450 juta dan pemenang pilkada Wakatobi sebesar Rp750 juta sebagai pihak terkait.

“Sistem pembayaran bagi firma hukum ternama biasanya semuanya di muka (awal), ada juga dibayar secara bertahap. Dukanya, ada klien (politisi) yang tidak bayar karena kalah, hanya bayar uang muka. Ini pengalaman yang dialami mayoritas kawan-kawan (advokat) yang biasa bersidang di MK,” jelasnya.

Berbeda dengan biaya pengacara pihak KPUD sebagai termohon. Anggota KPU Kabupaten Gorontalo Hendrik Imran menyebut total biaya fee advokat sebesar Rp100 juta dalam 2 permohonan sengketa pilkada Kabupaten Gorontalo. Dana sebesar itu bersumber dari APBD Kabupaten Gorontalo untuk mata anggaran dana hibah pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gorontalo yang totalnya Rp17 miliar.

“Dana hibah pilkada Gorontalo sebesar Rp17 miliar, di dalamnya ada biaya bantuan hukum sengketa di Panwas dan sidang pilkada MK sebesar Rp200 juta,” ungkap Hendrik di Gedung MK.

Kuasa Hukum KPU Kabupaten Gorontalo, Patta Agung menambahkan menangani dua perkara yang diajukan dua pasangan calon kepala daerah yang menggugat penetapan rekapitulasi hasil pilkada kabupaten Gorontalo. “Biaya jasa pembelaan ini dari anggaran KPU Gorontalo yang ditangani 4 advokat,” kata Patta Agung dari Kantor Advokat Patta Agung, SH & Rekan yang beralamat di Jalan Padang, Perum Winatama Permai Blok D No. 2, Gorontalo ini.

Tags:

Berita Terkait