Mengintip Departemen Khusus Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme OJK
Berita

Mengintip Departemen Khusus Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme OJK

Unit kerja khusus yang dinahkodai Hendrikus Ivo ini menjadi jembatan antar institusi terkait APU-PPT dengan PUJK di sektor perbankan, pasar modal, dan IKNB.

NNP
Bacaan 2 Menit
Deputi Komisioner Manajemen Strategis IC OJK Hendrikus Ivo. Foto: NNP
Deputi Komisioner Manajemen Strategis IC OJK Hendrikus Ivo. Foto: NNP
Tahun 2016 dibuka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan meresmikan pembentukan satu badan khusus yang menangani persoalan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT) khusus di sektor jasa keuangan. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IC OJK Hendrikus Ivo mengatakan, APU-PPT ini berpedoman dari Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

“Baru terbentuk di bulan Desember 2015 kemudian di-launching tanggal 1 Januari 2016,” kata Ivo kepada hukumonline di kantornya, di Jakarta (28/1).

Ivo menjelaskan, unit kerja APU-PPT setingkat departemen di OJK ini punya tiga tugas khusus. Antara lain, pengawasan, pengaturan, dan koordinasi internal dan eksternal. Ketiga tugas pokok organisasi itu pun langsung berada di bawah kendali Deputi Komisioner Manajemen Strategis IC OJK. Secara kelembagaan, dibentuk juga tiga direktorat yang masing-masing dipimpin oleh seorang Direktur.

Pertama, Direktorat Pengendalian Kualitas dan Monitoring Pengawasan Sektoral. Tugas direktorat ini di antaranya melakukan pengawasan, tindak lanjut dari pengawasan, hingga mengendalikan laporan terkait dengan sanksi. Kedua, Direktorat Pengaturan dan Riset Pengembangan yang bertugas untuk meneliti mengenai aturan-aturan terkait APU-PPT baik yang sudah ada atau yang mungkin akan diperlukan untuk pengembangan ke depan.

Dan ketiga, Direktorat Koordinasi dan Kerjasama Antara Lembaga yang salah satu tugasnya melakukan serta menjalin hubungan dengan instansi lain baik di dalam maupun di luar negeri. “Kita masih butuh banyak orang. Sekarang baru punya empat. Satu Kepala Departemen (Kadep), tiga direktur, tapi di bawahnya belum ada. Masih baru sehingga teman-teman ini bekerja tidak seperti menunggu perintah, harus punya inisiatif,” ujarnya.

Sebelum menjabat sebagai Deputi Komisioner Manajemen Strategis IC, Ivo menjabat Kepala Departemen Pengaturan Hukum di OJK. Dari pengalamannya itu, ia mengetahui bahwa tak sedikit kendala yang dialami OJK baik di internal OJK maupun eksternal terkait APU-PPT.

Misalnya, lanjut Ivo, beberapa tahun silam ketika sedang ‘gaduh’ persoalan money politic dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) meminta kepada OJK data base di seluruh sektor jasa keuangan. Namun saat itu, ada kendala di OJK lantaran data dari masing-masing sektor seperti perbankan, pasar modal, hingga IKNB belum terintegrasi.

“Karena waktu itu di OJK belum terbentuk grup APU-PPT, OJK alami kesulitan pada saat itu. Karena yang diminta itu seluruh sektor jasa keuangan, bukan hanya perbankan. Jadi karena APU-PPT di OJK belum terbentuk, akhirnya PPTAK minta data masing-masing ke sektoral atau ke industrinya langsung apakah pasar modal atau perbankan,” tuturnya.

Kejadian itu cukup disayangkan OJK. Terlebih lagi, pelaku usaha sektor jasa keuangan (PUJK) mesti berkonsultasi kepada OJK mengenai permintaan PPATK apakah bisa dipenuhi dan tidak bertentangan dengan prinsip kerahasiaan perbankan. Berangkat dari hal itulah, akhirnya sejak Desember 2015 dilakukan pembahasan tentang pembentukan unit kerja khusus yang menangani APU-PPT dan sekaligus menjadi ‘jembatan’ bagi industri kepada otoritas terkait.

“Sehingga untuk menjembatani antara PPATK dan sektor terkait, ini gunanya grup penanganan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan teroris (APU-PPT) ini dibentuk,” jelasnya.

Pada saat ini, ada tiga agenda besar sebagai pembuka kinerja departemen ini. Antara lain, membangun sekaligus mengintegrasikan data base dari setiap sektor di OJK menjadi data APU-PPT, hingga kini masih dalam proses. “Data sudah ada di masing-masing sektor. Tinggal bagaimana kita meng-link segera untuk bisa diintegrasi jadi data APU-PPT sektor jasa keuangan. Saat ini dalam proses,” katanya.

Upaya berikutnya adalah merancang POJK khusus tentang Pengawasan APU-PPT di sektor jasa keuangan yang terintegrasi yang hingga kini juga masih proses. Saat ini, sudah masuk dalam tahap identifikasi yang selanjutnya pada Februari 2016 nanti telah masuk tahap permintaan tanggapan ke sejumlah pihak terkait (stakeholder).

Selain itu, dalam waktu dekat juga akan ada kerjasama dengan PPATK dalam hal Mutual Evaluation (ME) terkait rekomendasi di Financial Action Task Force (FATF). Ke depan, OJK dan PPATK akan membuat laporan evaluasi tentang hal-hal yang masih dan akan dilakukan terkait APU-PPT. Pekerjaan lain yang mesti segera dikerjakan unit kerja APU-PPT OJK adalah merancang mekanisme koordinasi di internal OJK terkait penyampaian laporan.

“Nanti ini akan mewakili semua sektor. Tidak hanya perbankan, pasar modal, dan IKNB. Saya mesti harus membuat mekanisme koordinasi antara APU-PPT dengan teman di sektoral soal bagaimana bentuk pengawasan, bentuk pertemuan, sehingga data yang ada di APU-PPT terus terupdate dan terus termonitoring. Termasuk soal hambatan yang dialami oleh industri,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait