Ingin Sukses Mediasi, Dengarkan Saran Hakim Ini
Utama

Ingin Sukses Mediasi, Dengarkan Saran Hakim Ini

Hakim minta advokat mengubah mindset. Advokat minta kesadaran masyarakat untuk menggunakan forum mediasi juga perlu ditingkatkan.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Mohammad Noor. Foto: ASH
Mohammad Noor. Foto: ASH
Mahkamah Agung baru saja menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma)  No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan sebagai pengganti Perma No. 1 Tahun 2008 yang dinilai tingkat keberhasilannya belum optimal. Salah satu persoalan besar yang melatarbelakangi terbitnya Perma No. 1 Tahun 2016 belum adanya iktikad baik para pihak termasuk pola pikir kuasa hukum yang biasanya diwakili advokat ketika bermediasi mendampingi kliennya.

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Mediasi MA, Mohammad Noor mengungkapkan ada tiga faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya proses mediasi yakni adanya iktikad tidak baik, penjelasan majelis pemeriksa perkara belum optimal yang mengakibatkan para pihak kurang paham proses mediasi, dan pola pikir (mindset) berlitigasi bagi advokat saat bermediasi.

“Praktik di beberapa negara kuasa hukum bermediasi menggunakan mindset berlitigasi yang orientasinya menang-kalah, sehingga menghalangi atau menghambat keberhasilan proses bermediasi. Sikap iktikad baik seperti ini juga harus didorong oleh kuasa hukum para pihak,” ujar Mohammad Noor di sela-sela acara konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (11/2).

Berdasarkan pengamatan hakim Pengadilan Agama Cilegon itu, kuasa hukum para pihak belum bisa membedakan antara proses berlitigasi dan bermediasi. Sebenarnya bermediasi tidak mengedepankan pola pikir ‘kalah-menang’ dalam bersengketa dengan memperkuat alat-alat bukti, tetapi mengedepankan kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa atau win-win solution.

“Paradigma advokat seringkali orientasinya kalah-menang dalam bermediasi,  padahal ini keliru. Berlitigasi dan bermediasi memiliki mindset yang berbeda. Ini butuh perubahan mindset,” kata Noor.

Dia menegaskan dalam proses litigasi tugas advokat membuktikan dalil-dalil yang dituduhkan. Namun, proses bermediasi, advokat harus mengedepankan kepentingan semua pihak, bukan hanya kepentingan klien yang dibela. “Tugas advokat mendorong proses bermediasi agar mencapai titik temu penyelesaian bagi para pihak, ini yang diharapkan Perma No. 1 Tahun 2016,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur LBH Mawar Saron, John Minotty Pattiwael menyadari dari acara Forum Mediasi Asia Pasifik nampaknya sebagian pihak tidak senang dengan gaya advokat dalam bermediasi. “Dari diskusi konferensi ini orang-orang kelihatannya tidak suka dengan advokat ya. Sebab, peran advokat justru dianggap menghalangi proses mediasi,” kata John.

Meski begitu, kata dia, advokat ketika mendampingi kliennya tetap memiliki peranan penting dalam proses mediasi. “Advokat bisa memberi peranan penting karena bisa memberi pemahaman juga kepada masyarakat menyangkut hal-hal yang proses mediasi,” kata John.

Menurut John, yang terpenting bagaimana masyarakat pencari keadilan bisa menggunakan forum mediasi itu sebagai tujuan penyelesaian masalah. “Mau Perma No. 1 Tahun 2008 atau Perma No. 1 Tahun 2016, seharusnya mediasi sebagai tujuan, bukan ‘stasiun’ sebagai tempat merek lewat saja,” kata dia.

Menurutnya, ketika proses mediasi itu diwajibkan, kecenderungan masyarakat memang ingin ‘bertempur’ di pengadilan, sehingga proses mediasi hanya dijadikan syarat prosedur formal yang harus dilalui. “Saya kira Perma itu tidak bisa mengubah pandangan masyarakat untuk menggunakan mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa. Permanya hanya mewajibkan mediasi, tetapi tidak diharuskan sukses (berakhir damai),” katanya.

Ke depan, pencari keadilan perlu didorong agar mau menggunakan Perma itu dengan iktikad baik. “Seharusnya dicari bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau menggunakan forum mediasi seoptimal mungkin, bisa melalui sosialisasi, konsultasi, penyuluhan hukum, mungkin bisa dengan iklan layanan masyarakat. Masak kesuksesan perkara mediasi dengan Perma No. 1 Tahun 2008 hanya 4 persen?”
Tags:

Berita Terkait