Tujuh Penyebab PHK yang Layak Anda Waspadai
Utama

Tujuh Penyebab PHK yang Layak Anda Waspadai

Pastikan hak-hak ketenagakerjaan terpenuhi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Oleh:
ADY TD ACHMAD
Bacaan 2 Menit
Ancaman PHK menimpa buruh jika kondisi perekonomian lesu. Salah satu demo buruh di Jakarta. Foto: SGP
Ancaman PHK menimpa buruh jika kondisi perekonomian lesu. Salah satu demo buruh di Jakarta. Foto: SGP

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah upaya terakhir yang bisa ditempuh jika ada masalah dalam hubungan industrial. Para pihak yang berkepentingan perlu mencegah semaksimal mungkin terjadinya PHK. Kondisi perekonomian acapkali tidak terduga sehingga PHK sulit dihindari.

Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, ada tujuh penyebab PHK yang layak diwaspadai. Penyebab pertama, perusahaan menutup usahanya di Indonesia. Kejadian terbaru menimpa PT Ford Motor Indonesia. Perusahaan otomotif ini sudah memastikan hengkang dari Indonesia dan mem-PHK puluhan karyawannya. Ada pula yang menutup bidang tertentu seperti yang dilakukan PT Panasonic Lighting di Cikarang, Bekasi.

Peyebab kedua umumnya karena rasionalisasi atau restrukturisasi perusahaan. Perusahaan tidak menutup bisnisnya. Langkah yang ditempuh adalah restrukturisasi atau melakukan merger dengan perusahaan lain. Perusahaan yang melakukan rasionalisasi atau restrukturisasi cenderung mengurangi karyawan terutama pada bagian-bagian yang tidak produktif.

Pengunduran diri pekerja menjadi sebab ketiga PHK. Dalam konteks ini, pekerja secara sukarela memutuskan hubungan dengan perusahaan. Dalam beberapa putusan pengadilan, pekerja yang tidak masuk beberapa hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas bisa dikategorikan mengundurkan diri.

Keempat, PHK atas penetapan atau putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Misalnya, perusahaan tidak mau mempekerjakan lagi pekerja/buruh, mengacu UU Ketenagakerjaan. PHK model ini lebih disebabkan oleh putusan hakim yang mengabulkan keinginan pengusaha.

Kelima, PHK karena pekerja/buruh masuk usia pensiun. Saat ini usia pensiun ditetapkan 56 tahun. Kadang, ada perusahaan yang menawarkan program pensiun dini kepada pekerja seperti yang dilakukan PT Mitsubishi (KRM) yang berlokasi di Pulogadung, Jakarta Timur.

Keenam, PHK akibat kontrak kerja berakhir. Biasanya dialami pekerja yang berstatus kontrak atau outsourcing. PHK karena kontrak kerjanya habis sangat dipengaruhi oleh kapasitas produksi perusahaan, ketika permintaan pasar tinggi maka perusahaan akan menggenjot produksinya. Sehingga membutuhkan pekerja tambahan, tapi ketika permintaan pasar rendah maka produksi turun dan dampaknya menyasar pada kontrak kerja si pekerja apakah diperpanjang atau tidak.

Ketujuh, PHK terjadi karena disharmonis atau perusahaan tidak mau lagi mempekerjakan pekerja. Hubungan tak harmonis banyak penyebabnya, semisal keikutsertaan pekerja dalam aksi mogok, atau karena kualitas kerjanya menurun.

Jika PHK tak bisa dihindari, maka para pihak punya hak dan kewajiban. Said mengimbau agar pekerja memperjuangkan hak-haknya seperti pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak seperti yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Besaran yang dituntut minimal sejalan dengan amanat undang-undang. Bahkan dimungkinkan lebih sesuai hasil perundingan  buruh-pengusaha. Dan, jangan lupa manfaat jaminan-jaminan sosial seperti Jaminan Hari Tua (JHT). “Serta berhak mendapat Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan selama enam bulan setelah PHK,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (15/2) kemarin.

Ketua Umum Pengurus Pusat Automotif Mesin dan Komponen, Heriyanto, mencatat sejak semester kedua 2015 sampai Januari 2016 terjadi penurunan kapasitas produksi di sektor industri otomotif. Itu berdampak pada penggunaan tenaga kerja baik perekrutan baru atau perpanjangan kontrak kerja. “Akibat penurunan itu banyak pekerja tidak diperpanjang kontraknya,” tukasnya.

Penurunan kapasitas produksi di industri otomotif, kata Heri, terjadi karena permintaan pasar dalam negeri menurun karena daya beli masyarakat lemah. Ia menilai kebijakan pemerintah menerbitkan PP Pengupahan tidak tepat. Ia mengingatkan produk industri otomotif di Indonesia masih mengandalkan pasar domestik ketimbang luar negeri.

Lalu, berapa sebenarnya jumlah karyawan yang di-PHK tahun ini? Iqbal menengarai sudah mencapai 10 ribu orang dalam periode Januari-Maret 2016 saja. Jumlah itu gabungan PHK di industri elektronik, farmasi, garmen, migas dan otomotif. Angka taksiran Iqbal jauh di atas angka yang disebut pemerintah, 1.377 orang. Iqbal percaya daya beli yang kurang penyebab perusahaan kolaps. Penyebab daya beli buruh kurang karena gaji mereka rendah, dan Iqbal percaya ada kaitannya dengan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Tags:

Berita Terkait