Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta Perlu Ditindaklanjuti
Berita

Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta Perlu Ditindaklanjuti

Moratorium reklamasi juga harus diterapkan di tempat lain di Indonesia.

ADY
Bacaan 2 Menit
WALHI. Foto: Sgp
WALHI. Foto: Sgp
Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan nelayan yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menyambut baik rencana Pemerintah menerbitkan kebijakan moratorium terhadap reklamasi Teluk Jakarta. Apalagi saat ini KPK sedang mendalami dugaan korupsi dalam proyek reklamasi itu.

Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi, Muhnur Satyahaprabu, mengatakan Koalisi memang menunggu keputusan akhir moratorium, tapi kebijakan itu saja tidak cukup. Faktanya, reklamasi bukan hanya terjadi di Jakarta. Moratorium juga diterapkan di daerah lain.

Muhnur menuntut agar Pemerintah melakukan moratorium terhadap seluruh reklamasi di Indonesia karena prosesnya dinilai bermasalah baik secara hukum dan maupun sosial. “Rencana moratorium itu harus ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan menerbitkan regulasi seperti Instruksi Presiden (Inpres),” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (19/4).

Jika moratorium itu tertuang dalam Inpres, Muhnur berpendapat Pemerintah punya ruang untuk mengatur tata kelola reklamasi. Muhnur melihat moratorium lebih sebagai langkah politik, sebagai respon terhadap penolakan masyarakat terhadap reklamasi. Seharusnya langkah politik itu dilanjutkan dengan langkah hukum, seperti mencabut izin reklamasi, mengevaluasi kembali izin yang diterbitkan, penegakan hukum dan audit lingkungan. Kalau tidak ada langkah hukum lanjutan, sama saja Pemerintah tidak serius menata ulang kebijakan reklamasi.

Ketua Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Martin Hadiwinata, mengatakan rencana moratorium itu harus diteruskan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan mencabut izin reklamasi teluk Jakarta yang telah diterbitkan kepada pengembang. Ia mengetahui ada 4 izin yang sudah diterbitkan diantaranya untuk pulau C dan D. “Izin reklamasi itu harus dicabut sebagai bentuk kepastian untuk masyarakat,” ujarnya.

Martin mengatakan pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta perlu memastikan seluruh pekerjaan reklamasi di lapangan berhenti, izin-izinnya dicabut, dan daerah yang terkena dampak negatif reklamasi dipulihkan.

Proses moratorium yang berjalan, kata Martin , harus terbuka dan disosialisasikan kepada masyarakat. Terutama langkah apa yang akan ditempuh Pemerintah setelah menerbitkan kebijakan moratorium. Masyarakat pesisir, terutama yang berprofesi sebagai nelayan harus terlibat dalam proses reklamasi.

Sebagai pendamping nelayan yang melakukan gugatan terhadap izin reklamasi Teluk Jakarta ke PTUN Jakarta, Martin menegaskan jika pemerintah hanya menerbitkan kebijakan moratorium maka gugatan yang dilayangkan kepada Gubernur DKI Jakarta itu tidak akan dicabut. Kecuali, Gubernur DKI Jakarta mencabut semua izin reklamasi Teluk Jakarta, Koalisi akan mempertimbangkan pencabutan gugatan.

Peneliti ICEl, Rayhan Dudayev, khawatir rencana moratorium itu malah ujungnya memuluskan berjalannya proyek reklamasi Teluk Jakarta. Untuk itu dalam menjalankan proses reklamasi pemerintah harus transparan dan melibatkan masyarakat yang terdampak. Ketentuan itu sudah diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Masyarakat harus dilibatkan dan mendapat informasi yang jelas
terhadap proses reklamasi,” urainya.

Koordinator Program Solidaritas Perempuan, Dinda Nurannisaa Yura, menegaskan koalisi menolak reklamasi teluk Jakarta karena berdampak buruk terhadap sumber-sumber kehidupan masyarakat di Teluk Jakarta. Setelah moratorium diterbitkan Pemerintah perlu turun ke lapangan untuk melihat dampak reklamasi. “Reklamasi merusak ekosistem, merampas sumber-sumber kehidupan yang selama ini bisa diperoleh nelayan dan perempuan pesisir yang bekerja dari hasil laut,” tukasnya.

Perwakilan Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke, Saefudin, berharap ada kejelasan sampai kapan moratorium itu diberlakukan. Ia berharap agar moratorium berjalan dalam jangka waktu yang lama karena nelayan tradisional sudah terkena dampak negatif reklamasi. “Pemerintah pusat, pemerintah provinsi Jakarta dan pengembang tidak pernah memikirkan kerugian yang dialami nelayan akibat reklamasi,” katanya.

Saefudin menjelaskan, nelayan tradisional tidak bisa mencari ikan jauh dari wilayah pesisir sebab peralatan yang digunakan minim. Berbeda dengan nelayan modern yang menggunakan kapal besar dan peralatan memadai sehingga mereka bisa mencari ikan jauh dari pesisir. Oleh karena itu proyek reklamasi sangat berdampak buruk terhadap hasil tangkapan nelayan tradisional karena ekosistem Teluk Jakarta terganggu.
Tags:

Berita Terkait