Melihat Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional di Batam
Berita

Melihat Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional di Batam

Masih menghadapi kesulitan memperluas kepesertaan karena data perusahaan minim.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Kartu BPJS Kesehatan. Foto: BAS
Kartu BPJS Kesehatan. Foto: BAS
Batam adalah salah satu kota yang memiliki banyak industri. Para pekerja di banyak perusahaan yang tersebar itu seharusnya menjadi peserta jaminan sosial, baik ketenagakerjaan maupun kesehatan. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) mengamanatkan setiap orang wajib menjadi peserta program jaminan sosial.

Untuk perusahaan skala besar, menengah dan kecil serta BUMN wajib mendaftarkan para pekerja dan keluarganya jadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015. Ini diatur dalam Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas  Perpres No. 12 Tahun 2013  tentang Jaminan Kesehatan. Lewat nota kesepahaman antara BPJS Kesehatan dan DPN Apindo dan disaksikan DJSN batas akhir kepesertaan perusahaan itu diundur jadi 1 Juli 2015.

Sebagai kota industri, Batam punya banyak peserta JKN kategori pekerja penerima upah (PPU). Kepala BPJS Kesehatan Cabang Batam, Budi Setiawan, menginformasikan jumlah PPU (hingga Februari 2016) di Batam dan Kabupaten Karimun mencapai 471.558 peserta. Mereka terdiri dari pegawai PNS, Polri/TNI, pejabat negara dan karyawan swasta atau BUMN.

“BPJS Kesehatan cabang Batam membawahi dua wilayah yakni Kota Batam dan Kabupaten Karimun. Mayoritas peserta kami kategori PPU sebanyak 471.558 orang berasal dari 4.200 perusahaan,” kata Budi kepada wartawan di Kota Batam, Rabu (28/4).

Memperluas kepesertaan PPU bukan perkara gampang. Budi mengakui BPJS Kesehatan Batam mengalami kesulitan karena terkendala minimnya data perusahaan yang aktif. Pemda dan Badan Otorita setempat juga tak punya data yang benar-benar valid. Walhasil, petugas BPJS harus turun langsung ke lapangan melakukan validasi data. Dari 8000-an data yang dihimpun, baru 4.200 perusahaan yang sudah selesai validasi. “Targetnya pertengahan tahun ini kami selesai validasi. Dengan validasi itu kita akan mengetahui berapa persen perusahaan di Batam yang sudah mendaftarkan pekerja dan keluarganya dalam program JKN,” urai Budi.

Budi menambahkan ada sekitar 3 ribu Tenaga Kerja Asing (TKA) bekerja di Batam. Namun belum dapat diketahui berapa jumlah TKA yang sudah terdaftar jadi peserta JKN. Menurutnya, perlu regulasi yang secara teknis mengatur kepesertaan TKA secara lebih detail. Sehingga perluasan kepesertaan dapat menyasar TKA.

Menurut Budi upah TKA yang relatif tinggi bisa berkontribusi besar terhadap keberlanjutan program JKN lewat iuran yang dibayar. Kontribusi TKA itu akan signifikan jika batas atas upah yang digunakan untuk besaran iuran tidak dipatok Rp8 juta sebagaimana diatur Perpres No. 19 Tahun 2016 junto Perpres No. 28 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Bagi perusahaan dan badan usaha yang belum mendaftar JKN Budi mengatakan pihaknya mengimbau agar perusahaan yang bersangkutan segera mendaftar. Jika imbauan itu tidak diindahkan ada sanksi yang bisa dikenakan dan BPJS Kesehatan akan berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan. Sejak BPJS Kesehatan beroperasi 2014 sampai saat ini Budi mengatakan belum ada perusahaan yang dijatuhi sanksi karena tidak patuh terhadap regulasi yang berkaitan dengan JKN. “Upaya pengawasan dan pemeriksaan yang kami lakukan terus berjalan,” imbuhnya.

Budi melihat ada modus yang digunakan badan usaha atau perusahaan untuk memperkecil besaran iuran yang dibayar kepada BPJS Kesehatan dengan cara memberikan data yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Misalnya, upah pekerja yang dilaporkan kepada BPJS Kesehatan mulai dari tingkat jabatan tertinggi sampai terendah besarannya tidak sesuai dengan fakta sehingga dibuat sekecil mungkin.

Untuk menangani modus tersebut biasanya BPJS Kesehatan cabang Batam bekerjasama dengan petugas pengawas ketenagakerjaan yang ada di Dinas Ketenagakerjaan. Setelah dilakukan pemeriksaan dan ditemukan adanya modus itu kemudian dilakukan pembinaan dengan cara memberitahukan tata cara penyampaian data yang benar sesuai aturan yang berlaku.

Sinkronisasi Data
Terpisah, Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi, mengatakan salah satu cara mengatasi modus kecurangan perusahaan atau badan usaha dalam mendaftar kepesertaan JKN adalah sinkronisasi data dengan BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, perusahaan cenderung melaporkan upah pekerja yang sebenarnya ketika mendaftarkan para pekerjanya pada program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, misalnya Jaminan Pensiun (JP).

Menurut Bayu ketika perusahaan tidak melaporkan besaran upah pekerja yang sebenarnya maka manfaat JP yang akan diterima lebih kecil sehingga mereka merasa rugi. BPJS Kesehatan menjalin kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk sinkronisasi data kepesertaan agar BPJS bisa mendapat data kepesertaan yang akurat. “Kalau ada perusahaan atau badan usaha yang tidak patuh maka kita akan beri tindakan, minimal peringatan,” pungkasnya.

Pada kesempatan lain Kepala Divisi Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Iswandhy Syahruly, mengatakan koordinasi BPJS sudah berjalan. Saat ini kedua lembaga juga sepakat membangun sistem IT bersama untuk mempermudah upaya pembinaan di lapangan yang dilakukan petugas pengawasan dan pemeriksaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Tags:

Berita Terkait