Pensiun Dini Ditolak, Pekerja Menggugat
Berita

Pensiun Dini Ditolak, Pekerja Menggugat

Perusahaan memandang pekerja tak layak pensiun dini karena masih dibutuhkan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jakpus. Foto: RES
Gedung PN Jakpus. Foto: RES
Adakalanya perusahaan senang kalau ada karyawan yang mengajukan pensiun dini. Ini satu cara mengurangi karyawan tanpa gejolak. Namun dalam hal tertentu, perusahaan berusaha mempertahankan karyawan tertentu, mungkin karena kinerjanya masih bagus, atau tenaganya masih dibutuhkan. Jika demikian, permohonan pensiun dini bisa ditolak.

Pengalaman itulah yang menimpa Dwi Wiyana. Pekerja PT Tempo Inti Media Harian di bagian redaksi itu meminta pensiun dini. Perusahaan menolak sehingga perkaranya bermuara ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.

Dwi terbilang lama menjalankan profesi jurnalistik di media tersebut. Ia diangkat karyawan tetap Juni 1999. Tahapan demi tahapan jenjang jabatan terus ditempuh hingga redaktur. Untuk mencapai golongan jabatan jurnalis yang lebih tinggi, Dwi mengikuti program M3 sejak 2011. Namun ia dinyatakan tidak lulus M3 lantaran kinerjanya belum maksimal.

Merasa pengembangan karirnya mentok, Dwi mengajukan permohonan pensiun dini pada Oktober 2014. Pasal 71 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) perusahaan mengatur usulan pensiun dini dapat diajukan oleh karyawan atau perusahaan. Permohonan pensiun dini dapat dilakukan karyawan paling cepat 10 tahun sebelum usia normal dengan masa kerja minimal 10 tahun.

Saat mengajukan pensiun masa kerja Dwi terhitung sudah 18 tahun dan berusia 47 tahun. Namun, permohonan pensiun dini itu ditolak manajemen dengan alasan Dwi masih berkinerja baik sehingga masih dibutuhkan perusahaan. “Direksi menilai kinerja saya baik, tapi hasil penilaian program M3 menunjukan sebaliknya, kinerja saya buruk. Manajemen tidak konsisten memberi penilaian,” kata Dwi kepada hukumonline di PHI Jakarta, Senin (20/6).

Guna menyelesaikan perselisihan itu Dwi melayangkan surat kepada Dewan Karyawan Tempo untuk memfasilitasi pertemuan dengan manajemen. Setelah Dewan Karyawan Tempo dan manajemen melakukan perundingan bipartit, tidak ada titik temu. Intinya, Dwi ingin pensiun dini tapi manajemen menolak. Proses penyelesaian berlanjut ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Selatan.

Juli 2015 Sudinakertrans menerbitkan anjuran yang intinya agar kedua belah pihak tetap melaksanakan hubungan kerja dan menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Dwi menolak anjuran itu. Dengan bantuan LBH Pers ia  mengajukan gugatan perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) ke pengadilan hubungan industrial (PHI) Jakarta.

Kuasa hukum Dwi dari LBH Pers, Arfian Syah Putra, mengatakan gugatan yang diajukan bukan soal perselisihan hak tapi pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebab, walau pensiun dini diatur dalam PKB, tapi hasil akhirnya PHK. “Mengingat ujungnya nanti PHK maka gugatan yang kami layangkan ke PHI soal PHK,” urainya.

Dalam gugatan bernomor 59/PDT.SUS.PHI/2016/PN.JKT.PST itu, Dwi meminta antara lain pensiun dini yang dia ajukan dinyatakan sah menurut UU Ketenagakerjaan jo PKB PT Tempo Inti Media Harian, dan hakim menghukum Tempo membayar kompensasi PHK Rp293 juta.

Saat diminta tanggapan, kuasa hukum sekaligus Corporate Legal PT Tempo Inti Media Harian, Kartika Esa, enggan memberi informasi perihal perkara tersebut. “Nanti saja ya,” tukasnya.

Namun, salah satu saksi yang dihadirkan pihak manajemen Tempo di persidangan, Diah Purnomowati, menjabat sebagai Corporate Secretary, pada intinya menjelaskan jajaran direksi membahas pensiun dini yang diajukan Dwi Wiyana. Ia mengingat sedikitnya dibahas dalam tiga kali rapat direksi. “Biasanya pensiun dini yang diajukan dibahas di rapat direksi, kemudian secara aklamasi direksi menentukan apakah pensiun dini itu diterima atau tidak,” urainya.

Diah menjelaskan, pasal 71 PKB perusahaan mengatur tentang pensiun dini. Salah satu hal yang diatur dalam ketentuan itu menyebut keputusan pensiun dini ditentukan oleh direksi. Dalam beberapa rapat direksi yang diikuti, Diah menyimpulkan direksi tidak mengabulkan keinginan Dwi. Alasannya, direksi menilai saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengajukan pensiun dini karena perekonomian secara global sedang lesu.

Berdasarkan keterangan Diah, bukan kali ini saja ada pekerja yang mengajukan pensiun dini. Ada beberapa yang pernah mengajukan, sebagian ditolak dan ada juga yang diterima. Pensiun dini yang diterima, misalnya, karena pemohonnya sakit dan mudah dicari penggantinya.

Tapi, dikatakan Diah, posisi Dwi sebagai wartawan sulit dicari penggantinya. Itu jadi alasan direksi untuk tidak mengabulkan pensiun dini yang diajukan Dwi. Menurutnya perusahaan mengeluarkan upaya yang besar untuk menempa seorang wartawan. Soal penilaian kinerja, menurut Diah itu tidak dibahas dalam rapat direksi karena menjadi pembahasan di tingkat operasional.
Tags:

Berita Terkait