Tanpa Pengacara, Ahok Tampil di Sidang MK
Berita

Tanpa Pengacara, Ahok Tampil di Sidang MK

Minta petahana tak wajib cuti kampanye. Kalau harus cuti, pelayanan kepada publik terganggu.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ahok di sidang MK, Senin (22/8). Foto: RES
Ahok di sidang MK, Senin (22/8). Foto: RES
Tampil sendiri tanpa didampingi pengacara. Begitulah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat tampil di sidang perdana uji materi UU No. 10 Tahun 2016 yang mengatur pemilihan gubernur, bupati dan wali kota (UU Pilkada). Gubernur DKI Jakarta itu memersoalkan aturan cuti kampanye bagi kepala daerah petahana. Ahok menganggap UU Pilkada seolah mewajibkan petahana wajib cuti saat berkampanye.

“Penafsiran yang mewajibkan cuti adalah tidak wajar karena pada hakikatnya cuti adalah hak PNS yang diatur UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,” ujar Ahok di sidang pendahuluan yang diketuai Anwar Usman di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Senin (22/8).

Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada berbunyi: “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan : a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.”

Gubernur DKI Jakarta yang digadang-gadang bakal maju di Pilkada DKI Jakarta 2017 ini menilai Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada dapat ditafsirkan selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti. Selaku pejabat publik, dirinya memiliki tanggung jawab kepada masyarakat DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan terlaksana, termasuk penganggarannya.

“Saya merasakan ada ketidakadilan apabila tanggung jawab saya sebagai gubernur dirampas atas penafsiran aturan cuti kampanye tersebut. Padahal, masa kampanye pada 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017 masa mengawasi anggaran,” kata dia.

“Saya hanya ingin minta penafsiran apakah petahana harus mengambil cuti 4 bulan (masa kampanye pilkada) yang merupakan hak? Seolah saya ‘dipaksa’ cuti hampir 6 bulan yang bisa merugikan jabatan saya yang melanggar asas jaminan kepastian hukum yang adil,” lanjutnya.

Ahok berharap Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada ditafsirkan bersifat opsional atau tidak wajib cuti kampanye bagi kepala daerah petahana yang hendak mencalonkan kembali sebagai kepala daerah. Dengan begitu, Pemohon dapat memilih untuk tidak menggunakan hak cuti kampanye agar bisa fokus bekerja menata DKI Jakarta sesuai tugas dan tanggung jawabnya seperti diamanatkan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

“Apabila, hak cuti kampanye tersebut tidak digunakan, maka calon kepala daerah yang bersangkutan telah memilih untuk tidak ikut kampanye dalam pilkada,” tegasnya.

Dalam petitum permohonannya, Ahok meminta agar Pasal 70 ayat (3) dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai cuti adalah hak yang bersifat opsional dari Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama. “Ketentutan tersebut seharusnya ditafsirkan cuti selama masa kampanye adalah hak yang bersifat opsional atau pilihan yang tidak wajib diambil,” tegasnya.

Saran majelis
Menanggapi permohonan Ahok, anggota Majelis Panel I Dewa Gede Palguna mengingatkan agar legal standing (kedudukan hukum) pemohon diperjelas. “Apakah sebagai perorangan warga negara atau dikaitkan statusnya sebagai gubernur DKI Jakarta? Ini harus jelas,” kata Palguna.

Palguna juga meminta Pemohon menjelaskan secara gamblang kerugian hak konstitusional yang  dialami atas berlakunya pasal itu. Namun, Pemohon hanya menyebutkan dirugikan hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yg sama di hadapan hukum. “Itu yang dianggap dirugikan, tetapi Bapak tidak uraikan lebih jauh dari sisi mana ketentuan itu dianggap merugikan? Ini mesti jelas,” kritiknya.

“Kalau Pemohon tidak mampu meyakinkan Mahkamah, materi permohonan tidak akan diperiksa kalau legal standing dan kerugian konstitusional tidak jelas.”

Panel lainnya, Aswanto belum melihat ada potensi kerugian konstitusional pemohon apabila permohonan ini dikabulkan. “Bagian kerugian konstitusional Permohonan harus tercermin, kalau norma ini diubah Pemohon tidak akan mengalami kerugian. Ini harus diuraikan secara jelas,” pintanya.

Dia melanjutkan Pemohon harus mampu meyakinkan ada kerugian konstitusional atas berlakunya Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada. Artinya, perlu dielaborasi kehendak pembuat UU agar jangan sampai ada penyalahgunaan fasilitas negara oleh petahana dengan kepentingan warga DKI Jakarta agar tidak dirugikan.

“Sebenarnya apa yang terkandung dalam norma dikhawatirkan saat seorang petahana melakukan kampanye dan tidak cuti bisa menggunakan fasilitas negara. Permohonan Saudara kalau kampanye justru merugikan masyarakat DKI, biarlah saya (Ahok) rugi tidak menggunakan hak kampanye, tetapi rakyat jangan dirugikan. Tetapi, ini perlu dielaborasi lebih detil,” katanya.

Ahok sendiri berjanji akan memperbaiki permohonan berdasarkan masukan atau saran majelis. “Secepatnya, kami akan sempurnakan kembali permohonan,” katanya.
Tags:

Berita Terkait