Kekhawatiran DPR Jika Tujuan Tax Amnesty Meleset
Berita

Kekhawatiran DPR Jika Tujuan Tax Amnesty Meleset

Program ini harus berhasil karena tak mungkin dilakukan dua kali.

Oleh:
Fitri Novia H
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pajak. Ilustrator: HLM
Ilustrasi pajak. Ilustrator: HLM
Tujuan program pengampunan pajak yang dikhawatirkan menyasar padawajib pajak(WP)didalam negeri menjadi permasalahan baru bagi pemerintah. Presiden Jokowi merespon langsung isu tersebut dan hasilnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan beberapa langkah salah satunya adalah Perdirjen No.11 Tahun 2016 yang bertujuan untuk menjawab keresahan-keresahan publik.

Pada mulanya, UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ini hanya untuk mengejar dana-dana dari pengusaha besar yang ada di luar negeri dan merepatriasi ke dalam negeri. Namun DPR justru melihat pelaksanaan tax amnesty saat ini tidak sesuai dengan yang diharapkan.

"Dulu itu kami khawatirkan ada hal yang pasti bakal akan terjadi. Dan ternyata saat ini, sudah menjadi kenyataan," kata Komisi XI DPR Kardaya Warnika, dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (3/9).

Kardaya menyebutkan ada tiga kekhawatiran DPR terkait pelaksanaan pengampunan pajak. Pertama, masalah sosialisasi yang sangat tinggi pentingnya mengingat pemahaman publik atas program pengampunan pajak. (Baca Juga: Dampak Hukum Jika UU Pengampunan Pajak Dibatalkan MK)

Kedua, pemahaman dari pejabat pajak  yang banyak tidak terkait amnesti pajak ini. Dan ketiga, target dana pajak yang sudah dihitung oleh pemerintah, harusnya lebih banyak menyasar ke dana di luar negeri, bukan sebaliknya."Makanya saat ini pencapaiannya (target pajak) kecil," jelasnya.

Persoalan-persoalan yang sudah muncul saat ini, lanjutnya, pada dasarnya sudah diprediksi oleh DPR saat pembahasan UU Pengampunan Pajak. Sehingga menjadi wajar jika target pencapaian pajak tersebut hingga saat ini belum memuaskan.

Apalagi, menurut Kardaya, program ini harus berhasil karena pengampunan pajak tak mungkin dilakukan dua kali. Jika program pengampunan pajak gagal, maka akan menjadi preseden buruk terutama di mata internasional. Hingga saat ini, tingkat kepercayaan publik atau pengusaha untuk mengikuti program pengampunan pajak masih rendah. 

"Jika program ini gagal, maka Indonesia akan ditertawai oleh masyarakat internasional. Diberi ampunan saja masih juga tidakada yang mau ikut," tambahnya. (Baca Juga: Tax Amnesty, Sri Mulyani: Instruksinya Prioritaskan WP Besar)

Sementara itu Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama menyampaikan bahwa pemahaman masyarakat atas program pengampunan pajak belumlah tersampaikan dengan baik. Untuk menyamakan persepsi, maka DJP melakukan sosialisasi yang massif dengan mengandeng beberapa pihak seperti APINDO, dan perbankan di seluruh Indonesia.

"Tapi  ini gaungnya luar biasa sehingga nelayan, buruh, pembantu rumah tangga harus ungkap harta dan tebus 2 persen sehingga awareness itu luar biasa terhadap pajak," kata Yoga.

Namun sayangnya, tambah Yoga, pemahaman yang diterima oleh masyarakat tidak utuh. Akibatnya timbul kekhawatiran dari masyarakat kecil apakah program pengampunan pajak tersebut bersifat wajib untuk diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

"Kami meluruskan bahwa sasarannya bukan masyarakat kecil yang penghasilannya di bawah PTKP atau pensiunan, pekerja karyawan. Sepanjang mereka sudah bayar pajak atau sudah dipotong pajak oleh perusahaan maka tidak akan ada bayar tebusan dan tidak ada konsukuensi apapun atau sanksi," jelasnya.

Sedangkan untuk target Rp165 triliun, pemerintah memang mengutamakan pengusaha yang mempunyai dana besar di luar negeri. Tetapi demi keadilan, pemerintah juga memberikan kesempatan kepada seluruh WP termasuk UMKM dan WP di atas PTKP.
Tags:

Berita Terkait