Dinilai Masih Rendah, Pemerintah Kejar Penerimaan dari Perusahaan Minerba
Berita

Dinilai Masih Rendah, Pemerintah Kejar Penerimaan dari Perusahaan Minerba

Pertemuan antara Menkeu dan pelaku usaha sektor Minerba telah dilakukan, namun belum diperoleh jawaban yang memuaskan terkait kepatuhan membayar pajak.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pertambangan minerba. Foto: ADY
Ilustrasi pertambangan minerba. Foto: ADY
Pemerintah, melalui Kementerian Keuagan (Kemenkeu) akan mengejar potensi penerimaan dari wajib pajak perusahaan pertambangan mineral dan batubara (minera). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan,selama ini sumbanganpara perusahaan tersebutterhadap pendapatan negara masih sangat rendah.

"Kami melihat potensi pajak pengusaha minerba masih rendah," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (27/10). (Baca Juga: Ini 5 Aturan Perpajakan Terbaru yang Perlu Anda Ketahui)

Sri Mulyani mengaku telah bertemu dengan sejumlah pengusaha yang bergerak di sektor tersebut. Namun, ia belum mendapatkan jawaban yang memuaskan terkait tingkat kepatuhan para pengusahan tersebutdalam membayar pajak karena berbagai alasan.

"Banyak pengusaha yang mengatakan mereka dalam kondisi lemah karena harga komoditas rendah. Tapi dalam lima tahun terakhir saat harga komoditas tinggi, kepatuhan membayar pajak mereka juga tidak cukup baik," katanya.

Untuk itu, Sri Mulyani akan melakukan upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi secara ekstra mulai 2017. Upaya tersebut diutamakan untuk mengejar potensi penerimaan pajak dari wajib pajak sektor pertambangan yang belum patuh sepenuhnya.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi juga mengakui tingkat kepatuhan perusahaan pertambangan mineral dan batubara maupun minyak dan gas bumi dalam membayar pajak selama ini belum sepenuhnya memuaskan. Padahal, rata-rata pengusaha itu memiliki kekayaan yang berlimpah.

Hal itu terlihat dari kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada 2015. Tercatat, hanya 2.577 wajib pajak di bidang pertambangan mineral dan batubara maupun minyak dan gas bumi yang melakukan pelaporan, sisanya sebanyak 3.624 wajib pajak belum melapor sama sekali.

Sedangkan dari jumlah 6.001 wajib pajak pertambangan mineral dan batubara yang terdaftar, hanya 967 wajib pajak yang mengikuti program amnesti pajak, dengan total nilai uang tebusan Rp221,7 miliar dengan rata-rata tebusan mencapai Rp229,3 juta. (Baca Juga: KPK Minta Perbaikan Sistem Pajak Minerba)

Sedangkan dari jumlah 1.114 wajib pajak pertambangan minyak dan gas bumi yang terdaftar, hanya 68 wajib pajak yang mengikuti program amnesti pajak, dengan total nilai uang tebusan Rp40,6 miliar dengan rata-rata tebusan mencapai Rp527,3 juta.

"Dari uang tebusan periode satu bagi WP (wajib pajak) pertambangan, dari sektor minerba, paling rendah Rp5 ribu dan paling tinggi Rp96,3 miliar. Dari sektor migas, paling rendah Rp150 ribu dan paling tinggi Rp17,4 miliar. Saya tidak melihat jumlahnya, yang penting mereka ikut dulu," kata Ken.

Dari jumlah tersebut baru 44 persen komisaris dari keseluruhan 1.720 komisaris perusahaan pertambahan yang ikut amnesti pajak dengan sumbangan uang tebusan Rp2,16 triliun. Untuk direksi sebanyak 36 persen dari keseluruhan 2.732 direksi yang ikut amnesti pajak dengan uang tebusan Rp1,05 triliun.

"Sedangkan baru sekitar 47 persen pemegang saham perusahaan pertambangan dari yang terdaftar sebanyak 2.972 yang mengikuti program amnesti pajak dengan sumbangan uang tebusan mencapai Rp2,57 triliun," ujar Ken. (Baca Juga: Ditjen Pajak akan Tertibkan Usaha Tambang yang Tidak Taat Pajak)

Sementara itu, realisasi penerimaan PPh Badan dari sektor batubara terus mengalami penurunan yaitu mulai periode 2011 sebesar Rp21,8 triliun, 2012 sebesar Rp12,5 triliun, 2013 sebesar Rp8,2 triliun, 2014 sebesar Rp10,9 triliun dan 2015 sebesar Rp5,3 triliun. Rasio PPh Badan terhadap perkiraan peredaran usaha juga mengalami penurunan yaitu mulai periode 2011 sebesar 8,41 persen, 2012 sebesar 6,24 persen, 2013 sebesar 3,59 persen, 2014 sebesar 5,34 persen dan 2015 sebesar 2,82 persen.
Tags:

Berita Terkait