Putusan MK Ini Lindungi Petani Kecil
Berita

Putusan MK Ini Lindungi Petani Kecil

Pemuliaan tanaman oleh petani gurem tak perlu izin menteri.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gambar lahan pertanian. MK memberi 'kado' putusan untuk oetani kecil. Foto: MYS
Gambar lahan pertanian. MK memberi 'kado' putusan untuk oetani kecil. Foto: MYS
Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan sebagian uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (UU Perkebunan) sejumlah organisasi petani. Dalam putusan bernomor 138/PUU-XIII/2015 ini, Mahkamah menegaskan petani kecil dapat mencari dan menemukan varietas pemuliaan tanaman unggul tanpa izin Menteri Pertanian.

Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan frasa “orang perseorangan” dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 29 UU Perkebunan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai orang-perseorangan termasuk petani kecil. Salah pertimbangannya, Mahkamah menyebut norma Pasal 27 ayat (3) UU Perkebunan sama dengan substansi norma dalam Pasal 9 ayat (3) UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat berdasarkan Putusan Nomor 99/PUU-X/2012. (Baca: Pengembangan Budidaya Tanaman Tetap Libatkan Masyarakat).

“Dalam putusan dimaksud, Mahkamah pada intinya mengakui hak perorangan petani kecil untuk pemuliaan tanaman tanpa harus meminta izin,” ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pertimbangan hukum di Gedung MK, Kamis (27/10) kemarin.

Berpegang Putusan No. 99/PUU-X/2012, Mahkamah pun menyatakan inkonstitusional bersyarat Pasal 29 UU Perkebunan yang berbunyi, “Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau Pelaku Usaha Perkebunan dapat melakukan pemuliaan tanaman untuk menemukan varietas unggul” sepanjang dimaknai “termasuk perorangan petani kecil.”

Mahkamah juga menyatakan inkonstitusional bersyarat Pasal 30 ayat (1) UU Perkebunan yang berbunyi, “Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu harus dilepas oleh Pemerintah Pusat atau diluncurkan oleh pemilik varietas” dimaknai tidak berlaku bagi varietas hasil pemuliaan yang dilakukan oleh perorangan petani kecil dalam negeri untuk komunitas sendiri.”

Mencabut larangan
Masih dalam putusan ini, Mahkamah pun mencabut larangan khusus bagi anggota masyarakat hukum adat yang sah untuk mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai kawasan atau lahan usaha perkebunan dalam Pasal 55 UU Perkebunan. Frasa “setiap orang secara tidak sah” dalam Pasal 55 UU Perkebunan dinyatakan inkonstitusional sepanjang dimaknai tidak termasuk anggota kesatuan masyarakat hukum adat yang telah memenuhi persyaratan dalam Putusan MK No. 31/PUU-V/2007.

Menurut Mahkamah, sebenarnya secara normatif norma a quo tidak bertentangan dengan UUD 1945. Namun, ketentuan tersebut menjadi tidak memberi kepastian hukum apabila terkait dengan keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat. “Agar Pasal 55 UU Perkebunan dapat berlaku dan memberi kepastian, Mahkamah memandang larangan tersebut tidak berlaku bagi orang-orang yang merupakan anggota kesatuan masyarakat hukum adat”. (Baca: Hukum Masyarakat Adat Harus Kedepankan Prinsip Negara Kesatuan).

Dengan begitu, norma Pasal 107 UU Perkebunan yang merupakan ketentuan pidana terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 55 UU Perkebunan ini pun dinyatakan inkonstitusional sepanjang frasa “secara tidak sah” dimaknai “tidak termasuk anggota kesatuan masyarakat hukum adat yang telah memenuhi persyaratan dalam Putusan MK No. 31/PUU-V/2007. “Mahkamah berpendapat permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” simpul Mahkamah.

Seperti diketahui, sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang peduli nasib petani kecil, di antaranya Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Perkumpulan Sawit Watch (PSW), Aliansi Petani Indonesia (API) dan Serikat Petani Indonesia (SPI) mempersoalkan 12 pasal dalam UU Perkebunan.

Adapun 12 pasal itu yakni, Pasal 12 ayat (2), Pasal 13, Pasal 27 ayat (3), Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 42, Pasal 55, Pasal 57 ayat (2), Pasal 58 ayat (1), (2), Pasal 107, Pasal 114 ayat (3) UU Perkebunan. Intinya, para Pemohon merasa pasal-pasal tersebut merugikan petani kecil dan masyarakat hukum adat.
Tags:

Berita Terkait