Mendorong Lembaga Khusus Pengawas Seluruh Instansi
Sikat Pungli:

Mendorong Lembaga Khusus Pengawas Seluruh Instansi

Menyusul lemahnya pengawasan Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Selain membentuk lembaga baru, ada opsi peran pengawasan itu dimandatkan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Mendorong Lembaga Khusus Pengawas Seluruh Instansi
Hukumonline
Pengawasan yang lemah masih menjadi isu hampir di setiap instansi baik Kementerian/Lembaga (K/L). Pemerintah tentu tidak tinggal diam. Langkah demi langkah coba ditempuh, mulai dari membuat lembaga pengawas internal di masing-masing lembaga hingga komisi-komisi pengawas independen yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Lantas, bagaimana hasilnya?

Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meilala berpendapat bahwa keberadaan Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) selaku pengawas internal yang dimiliki masing-masing K/L belum berjalan maksimal. Buktinya, salah satu kasus pungli yang melibatkan sejumlah oknum saat operasi pemberantasan pungli di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa waktu lalu.

“Jadi, memang saya kira, kita tidak bisa mengandalkan pengawasan dari dalam. Nah, makanya sekarang sudah tren pengawasan di luar,” kata Adrianus saat diwawancara hukumonline di kantornya. (Baca Juga: Waspadai Modus Pungli dan Potensi Korupsi)

Berkaca dari kasus yang terjadi di Kemenhub itu, Adrianus menilai persoalan seperti itu sebetulnya mudah sekali ditelusuri dan dicarikan solusi. Sayangnya, ia melihat ada kondisi di mana APIP seolah-olah enggan menelusuri persoalan pungli. Alasannya klasik, APIP yang juga bagian dalam struktur sebuah K/L seolah-olah punya sifat ewuh pakewuh ketika ingin melakukan tugas yang sebenarnya mereka emban.

Selain karena problem struktur itu, Adrianus melihat problem lain yang ditemui APIP adalah seringkali terjebak lantaran garis koordinasi dan tanggungjawab mereka langsung kepada atasan, seperti menteri masing-masing. Di sini, ada suatu sikap alamiah dari setiap K/L yang tentu ingin ‘mengamankan’ diri mereka sendiri bahkan ketika ada kesalahan sekalipun.

“Ada harapan agar para APIP ini dikeluarkan dari struktur Kementerian/Lembaga dan menjadi satu sendiri. Dengan kata lain, ada fungsi Itwas (Inspektorat Pengawasan) dalam suatu lembaga itu diisi oleh pejabat pada badan tesebut, misalnya Badan Inspektorat Nasional,” usul Adrianus.

Wacana mengeluarkan APIP dari struktur kementerian memang telah sejak lama digaungkan. Beberapa opsi pernah mengemuka, pertama mulai dari membentuk wadah baru yang memiliki kewenangan pengawasan internal secara khusus dan kedua misalnya memberikan kewenangan baru pada sebuah lembaga yang telah ada yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden.

Menurut Adrianus, cara pertama tentu memerlukan effort dan tentunya biaya yang tidak murah. Sementara, untuk cara yang kedua, Adrianus melihat peran pengawasan internal K/L sejatinya bisa diambil oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).  Alasan BPKP lantaran sebagian fungsi pengawasan telah melekat secara alamiah pada lembaga ini di mana BPKP menjadi semacam ‘BPK Pemerintah’ yang bertugas mengawasi dari dalam agar tidak menjadi lahan atau objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Mending BPKP itu diperkaya menjadi inspektoratnya pemerintah yang kemudian seluruh karyawannya menjadi karyawan yang diperbantukan/ditempatkan di berbagai Kementerian/Lembaga,” saran Adrianus. (Baca Juga: Dear Lawyer, Ini 6 Tips Jitu Hindari Pungli di Pengadilan)

Untuk diketahui, pasca Pilpres 2014 silam, Ketua Ombudsman RI Periode 2011-2016, Danang Girindrawardana sempat usul kepada Presiden Joko Widodo untuk membentuk Kementerian Pengawasan yang nantinya menggantikan posisi dan peran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

"Kementerian itulah yang nantinya mengangkat dan bertanggungjawab terhadap fungsi inspektorat di seluruh kementerian dan lembaga lain. Kementerian itu nantinya sebagai pengawas internal atau inspektorat tidak independen. Saya sudah menyampaikan usulan tersebut pada Jokowi," kata Danang sekira September dua tahun lalu.

Gagasan Ombudsman mulai era Danang hingga saat ini di bawah komando Amzulian Rifai setidaknya masih punya fokus yang sama. Lembaga pengawasan ini terus mendorong pembentukan wadah atau lembaga pengawas khusus yang lebih ‘punya gigi’ dari yang saat ini ada. Kata Danang, Kementerian Pengawasan itulah, inspektorat nantinya dipilih dan bertanggungjawab pada Kementerian Pengawasan dan tidak pada K/L masing-masing.

"Opsi mengubah kementerian itu, agar presiden terhindar dari pelanggaran terhadap amanat tiga undang-undang, yaitu UU No. 17 Tahun 2007 Tentang RPJPN, UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara," kata Danang.

Catatan hukumonline, Ombdusman RI bukanlah satu-satunya pihak yang mendorong mengenai wacana lembaga khusus pengawasan. Jauh sebelum Ombudsman misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga punya usulan serupa. Saat itu, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menyarankan agar Inspektur Jenderal (Irjen) di K/L berada langsung di bawah presiden guna memiliki independensi.

Menurut Adnan, Inspektorat Jenderal (Itjen) akan punya kewenangan investigasi. Dan senada dengan pendapat Adrianus, menurut Adnan, pihak yang membina Itjen dapat berasal dari BPKP. Selain itu, Itjen lebih patuh kepada menteri dibanding presiden karena ada perasaan ewuh pakewuh terhadap menteri. Sehingga, Itjen dalam K/L pemerintah sebaiknya berada langsung di bawah presiden. (Baca Juga: Usul ICW, Pengawas Kementerian di Bawah Presiden)

“Inspektorat Jenderal harusnya dibiayai presiden jadi bukan dari anggaran kementeriannya, konsep ini sudah masuk dalam draf RUU Sistem Pengawasan Pemerintah. Konsep itu sudah ada, konon kabarnya draf sudah ditandatangan bersama UU Aparatur Sipil Negara,” ungkap Adnan.

Pengawasan dari luar Terbatas
Pemerintah masih tetap mempertahankan fungsi APIP hingga saat ini. Namun, bila nyatanya pengawasan dari luar melalui lembaga baru yang diambil pemerintah, perlu diantisipasi sejumlah kemungkinan celah yang bisa saja muncul. Menurut Adrianus, pengawasan di luar pun memiliki setidaknya dua masalah.

Pertama, lembaga baru yang bersifat tambahan memiliki format anggaran yang terbilang sedikit atau terbatas.  Selain anggaran yang terbatas, lembaga baru seringkali dihadapkan dengan persoalan sumber daya yang sedikit dan lagi-lagi terbentur masalah anggaran ketika ingin mencari solusinya.

Kedua, lembaga pengawas di luar tentu akan mendapati keterbatasan informasi. lembaga baru ini akan dibatasi aksesnya dalam mencari dokumen-dokumen terkiat dengan peran dan fungsinya.  Alhasil, lembaga baru ini lagi-lagi menggangtungkan akses informasi dari lembaga lain, seperti LSM dan media masa untuk melakukan pengawasan kepada K/L.

“Kalau kemudian tidak ada pasokan informasi dari masyarakat luas, misalnya tentang adanya judi, ini gak tau. Karena kan hanya memiliki kemampuan oversight, hanya menonton saja.  Sementara, klo kemampuannya seperti watchdog, ya perlu dana besar, perlu power juga. Nah itu, para komisi-komisi itu ga punya,” tutup Adrianus.
Tags:

Berita Terkait