Status Tersangka Tak Otomatis Gugurkan Calon Kepala Daerah, Benarkah?
Berita

Status Tersangka Tak Otomatis Gugurkan Calon Kepala Daerah, Benarkah?

Pengawasan perlu dilakukan terhadap seluruh daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak di 2017.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pilkada) serentak 2017 di 101 daerah masih bergulir. DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang melaksanakan Pilkada 2017 dan mendapat sorotan utama publik. Berbagai isu memanaskan Pilkada di Jakarta. Termasuk adanya desakan kelompok masyarakat kepada KPU untuk membatalkan salah satu dari tiga pasangan calon yang berlaga di Pilkada Jakarta 2017.

Ada proses yang harus dilalui sebelum penyelenggara Pemilu membatalkan atau menggugurkan pencalonan peserta Pilkada. Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan UU No. 10 Tahun 2016  tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang telah mengatur syarat-syarat seseorang untuk bisa menjadi calon kepala daerah.

Titi menjelaskan secara individu pasangan calon bisa gugur atau batal pencalonannya jika tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur pasal 7 UU No. 10 Tahun 2016. Misalnya, status calon menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, mengacu pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016, pencalonan yang bersangkutan gugur karena tak memenuhi syarat. Ketentuan itu tidak membuka ruang bagi terpidana menjadi peserta Pilkada. (Baca juga: Apakah Kepala Desa yang Dipenjara Langsung Diberhentikan?).

“Pencalonan bisa gugur atau batal kalau calon yang bersangkutan statusnya menjadi terpidana. Kalau statusnya masih tersangka atau terdakwa berarti proses hukumnya belum inkracht, pencalonannya tidak bisa dibatalkan atau digugurkan,” kata Titi di Jakarta, Selasa (15/11). (Baca juga: Menguji Keabsahan Penetapan Tersangka dan Menguji Pokok Perkara).

Bagi calon yang pernah menjalani pidana, dia harus mempublikasikan secara terbuka dan jujur bahwa dirinya mantan terpidana. Jika itu tidak dilakukan pencalonannya bisa batal karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016.Titi menyebut publikasi itu tidak berlaku bagi mantan terpidana politik dan pidana ringan.

Kemudian, pencalonan bisa batal jika calon berhalangan tetap. Itu berarti calon tidak bisa memenuhi syarat yang diatur pasal 7 ayat (2) huruf f yaitu mampu secara jasmani dan rohani. Berikutnya, pencalonan bisa batal jika calon tidak menyerahkan laporan awal dan akhir dana kampanye. (Baca juga: Pemerintah Jelaskan Rasionalitas Larangan Terpidana Nyalon Kepala Daerah).

Lalu, pencalonan batal jika calon dan/atau tim kampanye memberikan uang atau materi untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih. Hal itu diatur dalam pasal 73 ayat (1) dan (2) UU No. 10 Tahun 2016.

Mekanisme membatalkan pencalonan itu menurut Titi dilakukan oleh KPU selaku penyelenggara. Biasanya, sebelum membatalkan pencalonan KPU terlebih dulu meminta rekomendasi Bawaslu. Namun, untuk perkara yang buktinya sudah jelas dan terang KPU bisa langsung membatalkan pencalonan untuk calon yang bersangkutan. Seperti kasus salah satu peserta Pilkada Kota Manado dan Kabupaten Boven Digoel yang dibatalkan pencalonannya oleh KPU.

Caretaker Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, menilai perhatian masyarakat dalam Pilkada serentak 2017 ini terlalu menyoroti isu Pilkada di Jakarta, khususnya menyangkut salah satu calon. Ia mengingatkan Pilkada serentak 2017 dilaksanakan di 101 daerah. Jakarta hanya salah satunya. “KPU, Bawaslu dan DKPP harus tetap fokus pada tahapan dan tugas pokok penyelenggara Pemilu untuk dapat melaksanakan Pilkada serentak 2017 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Kaka berpendapat banyak hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2017 seperti prediksi Indeks Kerawanan Pilkada yang digagas Bawaslu, sosialisasi tahapan Pilkada dan penetapan daftar pemilih. Menurutnya, pemerintah harus memberi perhatian yang proporsional untuk daerah yang menyelenggarakan Pilkada serentak 2017, jangan hanya terpusat pada Pilkada di Jakarta.
Tags:

Berita Terkait