KADIN Minta KPPU Tinggalkan Perspektif ‘Menghukum’
Revisi UU Antimonopoli:

KADIN Minta KPPU Tinggalkan Perspektif ‘Menghukum’

Jangan sampai mereduksi atau menurunkan minat dunia usaha.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Persaingan usaha sehat penting. Foto pedagang di pasar. Foto: MYS
Persaingan usaha sehat penting. Foto pedagang di pasar. Foto: MYS
Kartel dan monopoli merupakan dua perilaku di dunia bisnis yang rentan terjadi untuk mendapatkan keuntungan berlipat. Cara-cara berbisnis yang tidak sehat sering dilakukan, seperti memanfaatkan jaringan kekuasaan. Untuk mencegah monopoli dan persaingan usaha tidak sehat itulah dilahirkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk. Komisi ini antara lain berperan mengawasi persaingan usaha agar iklim usaha yang sehat terus terjaga.

Sepak terjang KPPU untuk memberantas kartel dan monopoli juga sudah bisa dilihat hasilnya. Misalnya saja kartel SMS (layanan pesan singkat), KPPU menghukum provider telekomunikasi yang terlibat dalam kartel tersebut. Ada banyak perusahaan lain yang terkena sanksi dari Komisi dengan menggunakan instrumen UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

Belasan tahun setelah UU Antimonopoli dijalankan, kini muncul suara yang menginginkan revisi. DPR dan Pemerintah juga sudah merespons. KPPU bahkan sudah memberikan catatan penting bagian-bagian mana yang perlu direvisi. Demikian pula kalangan pengusaha. (Baca: 11 Catatan Kritis Pengusaha untuk Revisi UU Antimonopoli).  

Pengusaha bahkan sudah memberikan usulan substansial, termasuk gagasan pembentukan lembaga pengawas dan masuknya konsep justice collaborator atau pelaku yang melaporkan penyelewenangan. (Baca juga: Revisi UU Antimonopoli Akomodasi Konsep Justice Collaborator).

Seperti organisasi pengusaha lainnya, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) juga sepakat atas niat revisi UU Antimonopoli. Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslaini mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan komunikasi bersama dengan DPR dan KPPU untuk membahas revisi UU Antimonopoli. Kadin juga telah memberikan beberapa masukan untuk revisi UU Antimonopoli tersebut. “Dan kita memang terlibat, dan sangat-sangat aktif dengan hal ini,” kata Rosan di Jakarta, Selasa (29/11).

Cuma, Rosan melanjutkan, Kadin berharap UU Antimonopoli tidak sampai mereduksi atau menurunkan minat dunia usaha. Revisi UU Antimonopoli harus membuat dunia usaha semakin berkembang dan sehat, sehingga seharusnya approach dari UU Antimonopoli bukanlah ‘menghukum’. (Baca juga: KPPU Hukum Puluhan Pedagang Sapi).

Ia menilai selama ini perspektif KPPU dalam menjalankan kewenangannya cenderung menjatuhkan ‘hukuman’. Jika ada pelaku usaha yang melanggar UU Antimonopoli, KPPU langsung menjatuhkan sanksi. “Seharusnya jangan seperti itu. Sebaiknya menumbuhkan dan membangun iklim dunia usaha yang sehat,” imbuhnya.

Roslan juga menyoroti kewenangan KPPU dalam mengadili perkara. KPPU bisa bertindak sebagai polisi, jaksa dan hakim sekaligus. Ia menilai kewenangan tersebut harus dipisah karena menurutnya ada beberapa aturan yang tidak aplikasi jika diberlakukan di Indonesia. Untuk itu, KPPU sebaiknya tidak memegang semua domain tersebut.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga memberikan sebelas masukan terhadap RUU Antimonopoli. Ketua Tim Ahli DPN Apindo, Sutrisno Iwantono, mengatakan Apindo meminta DPR dan Pemerintah melibatkan pengusaha saat pembahasan RUU Antimonopoli. Hingga kini, kata dia, Apindo belum dimintai masukan secara resmi.

“Mengingatkan DPR untuk mensinergikan pembahasan RUU Antimonopoli kepada pelaku usaha. Bukan hanya RUU Antimonopoli, tapi seluruh Undang-Undang yang menyangkut pelaku usaha, melibatkan pelaku usaha,” kata Iwan.

Salah satu dari sebelas masukan tersebut adalah mengenai kelembagaan KPPU. Bagi Apindo, kelembagaan KPPU saat ini dinilai bersifat super power. Jika KPPU merasa bak macan ompong, kiranya perlu dikaji lebih jauh sistem kelembagaan KPPU secara menyeluruh.

Termasuk mengkaji ulang apakah model adopsi UU Antimonopoli yaitu integrated model (KPPU bertindak sekaligus sebagai pelapor, pemeriksa, penuntut, dan pemutus) masih relevan atau tidak di Indonesia. “Kami mengusulkan KPPU punya fungsi sebagai pelapor, pemeriksa, penuntut. Sedangkan fungsi hakim harus dipisahkan dan berada di dalam sistem peradilan biasa atau ada hakim khusus semacam pengadilan Tipikor dan KPK,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait