Pro Kontra Wewenang KPPU Membuat Peraturan
Utama

Pro Kontra Wewenang KPPU Membuat Peraturan

Secara teoritis, setiap Komisi negara bisa membuat peraturan asalkan punya kewenangan.

Oleh:
FITRI N. HERIANI
Bacaan 2 Menit
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha sudah lama berdiri, sejak Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawasa Persaingan Usaha (KPPU). Komisi ini juga sudah menerbitkan beberapa pedoman dalam bentuk Peraturan KPPU. Misalnya, Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender.

Percaya atau tidak, kewenangan KPPU membuat peraturan itu telah dipertanyakan dalam sidang pengujian UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli) di Mahkamah Konstitusi. Adalah I Gde Pantja Astawa, Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung yang ‘menggugat’ kewenangan KPPU membuat peraturan. (Baca juga: Kewenangan Dikritik Ahli, KPPU Beri Penjelasan).

Menurut Prof. Astawa, jika kepada KPPU tidak secara eksplisit dan tegas diberi kewenangan mengatur lebih operasional UU Antimonopoli, maka KPPU tidak dapat disebut mempunyai kewenangan membuat regulasi. Jika dipelajari secara saksama, demikian Pantja Astawa memberikan keterangan, UU Antimonopoli sama sekali tidak memberikan kewenangan untuk mengatur kepada KPPU. “Karena itu, KPPU tidak dapat disebut self-regulatory body,” ujarnya saat tampil sebagai ahli pada sidang 30 November lalu. (Baca juga: Ahli Nilai KPPU Jalankan Fungsi Administratif Sekaligus Yustisial).

Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum, Bank Indonesia –sekadar menyebut contoh—adalah lembaga yang punya wewenang membuat regulasi. Tidak demikian halnya dengan KPPU. Menurut Pantja Astawa, UU yang mengatur KPPU tidak memberi wewenang membuat peraturan. “Pasal 35 huruf f UU No. 5 Tahun 1999 hanya memungkinkan KPPU menyusun pedoman kerja atau manual yang meskipun isinya dapat saja bersifat mengatur, tetapi tidak dapat disebut sebagai peraturan dalam pengertian hukum,” jelasnya sebagaimana tertuang dalam salinan persidangan.

Pasal 35 huruf f UU Antimonopoli menyebutkan salah satu tugas KPPU adalah ‘menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan dengan undang-undang ini’.

Menurut Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, Pasal 35 huruf f itu memang menjadi landasan KPPU mengeluarkan pedoman pelaksanaan sejumlah pasal UU Antimonopoli. Pedoman itu, kata Syarkawi bersifat mengikat. Pengusaha telah mengkritik KPPU dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. (Baca juga: 11 Catatan Kritis Pengusaha untuk Revisi UU Antimonopoli).

KPPU punya kewenangan membuat pedoman dalam bentuk peraturan. Syarkawi menunjuk putusan Mahkamah Agung saat mengadili dan memutus pengujian Peraturan KPPU. Dalam pertimbangannya, MA menyatakan KPPU punya wewenang membuat regulasi. Ia menegaskan peraturan yang dibuat adalah untuk merinci dan memberikan detil pasal-pasal UU Antimonopoli yang membutuhkan penjelasan.

“Misalnya pedoman Pasal 22 UU Antimonopoli tentang tender. Di situlah diatur mengenai ‘pihak lain’ karena di UU disebutkan bahwa pelaku usaha tidak boleh bersekongkol dengan pihak lain. ‘Pihak lain’ itu apa? Itu yang yang tidak dijelaskan di dalam UU, dan dijelaskan di peraturan komisi,” jelas Syarkawi kepada hukumonline, Selasa (06/12). (Baca juga: KPPU Butuh Penguatan Lembaga Jelang MEA).

Namun, lanjut Syarkawi, tidak selamanya penjelasan dan rincian pasal di UU Antimonopoli diatur di dalam peraturan komisi. Beberapa penjelasan dalam pasal justru dijelaskan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Misalnya, pasal mengenai merger.

Syarkawi meminta para pihak yang masih mempersoalkan kewenangan KPPU menerbitkan regulasi mengajukan upaya hak uji materiil (HUM) ke Mahkamah Agung. “Menurut saya tidak usah khawatir, toh misalnya kita keluarkan peraturan ini ‘kan bisa di-review ke MA atau ke yang lain kalau memang peraturan itu dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dari sisi hukum,” tegasnya.

Pengajar ilmu perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Jember, Jawa Timur, Bayu Dwi Anggono, berpendapat sah tidaknya peraturan yang diterbitkan Komisi seperti KPPU perlu melihat pada kewenangannya. (Baca juga: Ini Lima Substansi untuk Perkuat Kewenangan KPPU).

Pada dasarnya yang punya kewenangan membuat peraturan adalah lembaga legislatif. Tetapi lantaran legislatif tak mungkin membuat aturan secara detil dan rinci, maka kewenangan itu diberikan kepada lembaga eksekutif. Apalagi jika yang akan menjalankan peraturan itu adalah eksekutif. Tetapi lembaga-lembaga di bawah eksekutif dapat menerbitkan peraturan sepanjang mempunyai dasar kewenangan. Darimana dapat dilihat kewenangan itu? Ya, sumber kewenangan Komisi bisa dilihat dari perundang-undangan. Sepanjang Undang-Undang memberikan kewenangan itu, tegas Bayu, sepanjang itu pula Komisi boleh menerbitkan peraturan teknis.

Kewenangan itu bisa berupa atribusi bisa berupa delegasi. Kewenangan KPPU bisa jadi adalah kewenangan delegasi. Kewenangan delegasi adalah kewenangan atau perintah untuk membentuk peraturan perundang-undangan dari peraturan yang lebih tinggi kepada peraturan yang lebih rendah. “Kalau kita lihat kedudukan peraturan Komisi KPPU dalam hierarki teorinya, peraturan KPPU dibentuk atas dasar delegasi dari UU Antimonopoli,” jelas Bayu.

Jadi, sepanjang KPPU diperintahkan sebagai kewenangan delegasi oleh UU Antimonopoli, secara teori perundang-undangan hal tersebut dapat dibenarkan. Kewenangan itu pun diikuti dengan batasan-batasan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Salah satunya adalah asas ‘kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan’.

“Itu artinya peraturan KPPU tidak boleh melebihi fungsi sebagai KPPU. Jadi ada batasan yaitu materi, materi tidak boleh keluar dari apa yang di delegasikan, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tidak boleh juga mengandung ketidakjelasan, itu ada terkait asas pembentukan, jadi batasannya ya terkait asas-asas itu,” tambahnya.

Bayu menegaskan meskipun dalam hierarki peraturan perundang-undangan Peraturan Komisi tak termasuk, praktiknya peraturan Komisi diakui keberadaannya.
Tags:

Berita Terkait