KPPU Butuh Penguatan Lembaga Jelang MEA
15 Tahun KPPU:

KPPU Butuh Penguatan Lembaga Jelang MEA

Transaksi lintas negara akan semakin intens pada saat era MEA mulai berjalan. Pemerintah memberi lampu hijau penguatan kelembagaan KPPU.

Oleh:
FITRI N. HERIANI
Bacaan 2 Menit
Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Jika rezim perdagangan bebas masyarakat negara-negara Asia Tenggara, lazim disebut MEA, resmi beroperasi, maka lalu lintas barang/jasa lintas negara ASEAN kian intens terjadi. Jangan heran pada rezim MEA bisa terjadi suatu transaksi berlangsung di Singapura atau Thailand, misalnya, tetapi dampak negatifnya berimbas pada pasar domestik Indonesia.

Jika transaksi antara dua entitas bisnis berbadan hukum Indonesia itu berlangsung di luar negeri, bisakah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan? Bisakah KPPU menjerat kedua perusahaan dengan tuduhan melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? Siapkah KPPU menghadapi implikasi rezim MEA?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang tampaknya mengemuka pada saat KPPU memasuki usia 15 tahun. Saat menyampaikan laporan perkembangan KPPU di usia ‘remaja’ itu, 9 Juni lalu, Ketua KPPU M. Nawir Messi, menyinggung khusus pentingnya KPPU mempersiapkan diri menghadapi persaingan bisnis di jenjang ASEAN. Salah satu yang diharapan KPPU adalah penguatan kelembagaan melalui revisi UU No. 5 Tahun 1999.

Nawir menjelaskan objek hukum yang bisa ditangani KPPU perlu diperluas seiring berlakunya MEA. Jadi, kalau transaksi oleh perusahaan Indonesia terjadi di luar negeri dan imbasnya ke Indonesia, KPPU bisa terjun menelisik dugaan pelanggaran larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. “Cakupan (kewenangan)-nya lebih luas,” jelas Nawir.

Nawir juga berharap kelemahan-kelemahan yang terungkap selama 15 tahun operasional KPPU bisa ditutup melalui revisi. Misalnya kelemahan pada hukum acara dan kelemahan kelembagaan.

Selain dari sisi obyek hukum, Nawir juga berharap revisi tersebut akan menutupi kelemahan-kelemahan KPPU. Misalnya, persoalan hukum acara (pemanggilan paksa para pihak) dan kelembagaan (SDM, kompensasi, dan sistem administrasi).  Ia khawatir jika masalah ini tak segera diatasi, KPPU akan terus terbelenggu oleh problem yang sama di tahun-tahun mendatang. Contoh konkritnya adalah jenjang karir bagi pegawai KPPU.

Harapan Nawir untuk memperkuat kewenangan dan kelembagaan KPPU masih mungkin menjadi kenyataan. Sebab, saat ini revisi UU No. 5 Tahun 1999 sudah masuk Program Legislasi Nasional. Isu persaingan usaha juga masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). “Revisi sedang berjalan di DPR. Kami berharap akhir tahun ini bisa selesai,” kata Nawir kepada hukumonline.

Selama 15 tahun beroperasi, KPPU telah menjatuhkan 247 putusan. Rincian berdasarkan tahun adalah 2000 (2 putusan), 2001 (4), 2002 (4), 2003 (7), 2004 (7), 2005 (18), 2006 (12), 2007 (27), 2008 (48), 2009 (32), 2010 (36), 2011 (13), 2012 (9), 2013 (12), dan 2014 (16 putusan). Tak semua putusan itu dipatuhi. Hampir separuh (48 %) dari putusan itu tak diterima langsung, dalam arti para pihak mengajukan keberatan ke pengadilan.

Penindakan hanya salah satu upaya yang bisa dilakukan. KPPU juga bisa mengedepankan pencegahan. Dan menurut M. Nawir Messi, fungsi pencegahan dan sosialisasi menjadi program penting ke depan. Di satu sisi, KPPU bisa menggandeng para pemangku kepentingan agar terhindar dari tuduhan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Tetapi di sisi lain, para pelaku usaha juga semakin pintar bersiasat agar terhindar dari tuduhan tersebut.

Dalam konteks yang terakhir, KPPU mencoba menggunakan instrumen circumstantial evidence dalam proses pembuktian. Masalahnya, belum semua hakim pengadilan menyetujui penggunaan circumstantial evidence tersebut. Walhasil, hukum acara di KPPU masih perlu diperkuat.

Keinginan KPPU memperkuat aspek kelembagaan mendapat dukungan Pemerintah. Minimal, dukungan itu terucap dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang hadir saat peringatan 15 tahun KPPU. Menurut Kalla, perubahan UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu jalan keluar mengatasi problem yang dihadapi KPPU selama ini.

Tanpa perubahan itu, Kalla khawatir KPPU akan menghadapi kesulitan menjangkau transaksi lintas negara yang mungkin terjadi pada rezim MEA. Saat era perdagangan bebas Asia Tenggara itu berlaku, Kalla mengharapkan, KPPU dapat menjaga tingkat kompetisi yang wajar dan tidak menimbulkan distorsi pasar yang melemahkan efisiensi dan perekonomian. “Tugas ini tidak ringan mengingat negara begitu besar dan usaha besar, dan modal sangat berkuasa,” ujar Wakil Presiden.
Tags:

Berita Terkait